Yura membuka pintu rumah dengan kasar lalu melangkah cepat kearah ayah nya yang memperhatikan dirinya.
Yura berdiri dengan wajah penuh amarah dan pertanyaan. Ayah merubah gaya duduknya yang santai menjadi duduk dengan penuh keseriusan, matanya masih lekat memandang putri nya itu.
"Ayah tau kan kalau Ajay anak pembunuh ibu?" Tanya Yura.
"Kamu-," ucap ayah terputus.
"Kenapa gak kasih tau Yura!" Teriak Yura emosi dengan air mata yang menetes perlahan.
"Yura, butuh waktu yang tepat nak. Ayah gak mau gegabah," jelas ayah dengan tenang.
"Waktu yang tepat? Selalu itu yang Yura dengar! Ayah sama Ajay sama aja! Gak habis pikir!" Kata Yura lalu pergi meninggalkan ayahnya.
Yura berlari menuju kamarnya, menutup pintu dengan emosi sehingga mengeluarkan suara deguman yang kuat lalu ia merebahkan dirinya diatas kasur miliknya dengan kasar.
Suara tangisnya terdengar hingga ke lantai bawah. Terdengar jelas oleh ayahnya yang duduk di ruang tamu.
'Seandainya kamu tau seberapa menderitanya anak kecil yang tak tau apa-apa, tapi ia harus menanggung beban dari kesalahan orang tuanya. Jika kamu tau penderitaan macam apa yang dia derita, kamu tidak akan marah seperti ini Yura.' batin ayah.
***
Ajay duduk termenung di belakang sekolah, air matanya beberapa kali menetes perlahan.
"Kamu sudah tau semuanya," kata Ajay yang menyadari kedatangan Niken.
"Lalu?" Tanya Niken bingung.
"Kenapa kamu masih disini? Kenapa kamu tidak meninggalkan aku? Semua orang membenci ku dan meninggalkan ku saat mereka sudah tau latar belakang ku. Pergilah jika kamu ingin pergi, aku sudah terbiasa dengan hal ini," kata Ajay dengan tegar.
Niken memeluk tubuh Ajay dengan erat, derai air mata dan Isak tangis Niken kini menghiasi kesunyian.
"Kita sudah bersahabat sejak lama, bagaimana mungkin aku meninggalkan mu," ucap Niken.
"Kau hanya perlu pergi seperti mereka," jelas Ajay.
"Aku tidak akan meninggalkan mu," kata Niken dengan tangisan yang semakin menjadi-jadi.
"Disaat aku terpuruk cuma kamu yang ada buat aku, dan sekarang aku akan ada buat kamu," jelas Niken sambil mempererat pelukannya.
Air mata Ajay menetes, terkadang memang seseorang dengan luka yang sama lebih bisa memahami satu sama lain.
Flashback
Ajay berjalan kearah wanita tomboi yang duduk meringkuk sambil menangis.
Dipandanginya luka di lutut wanita malang itu. Lalu ia mencoba membersihkan luka itu dan mengobatinya.
"Kau melihatnya, tapi kenapa kau tak mencegah mereka. Kenapa kau lebih memilih mengobati luka ku dari pada melindungi ku?" Tanya wanita itu dengan terisak-isak.
"Kau ingin aku membalas mereka?" Tanya Ajay dengan tak berhenti mengobati kaki wanita malang itu.
"Tidak, aku hanya ingin kau melindungi ku. Jangan hanya berdiri dan melihat saja, bantulah aku disaat mereka mengusik ku," kata wanita itu.
"Baiklah," ucap Ajay mengerti.
Seminggu kemudian beberapa anak lelaki itu datang lagi, di tempat yang sama dan hari yang sama.
Menarik baju wanita malang itu, membongkar isi tasnya, mendorong wanita malang itu hingga terjatuh dan memukulnya habis-habisan.
"Hey brengsek!" Teriak Ajay dengan tangan yang memegang besi panjang berukuran cukup besar.
Semua lelaki itu menghentikan aktivitas pembullyan yang dilakukan kepada wanita malang itu.
"Kau jangan ikut campur!" Bentak salah seorang dari kelompok lelaki itu.
"Kenapa kalian selalu seperti ini?" Tanya Ajay santai.
"Karena-" ucapan lelaki itu terputus ketika wanita malang itu memohon untuk tidak mengatakan penyebabnya kepada Ajay. Terlihat wanita itu memeluk kaki lelaki berandal yang membullynya.
Namun lelaki itu justru menendang wanita malang itu hingga pegangannya terlepas dari kaki lelaki itu.
"Karena ayahnya koruptor," ucap lelaki itu dengan senyum miring.
Ajay terdiam, menatap wanita malang yang sedang menatapnya dengan tatapan penuh harap.
Lalu lelaki itu mulai memukuli wanita itu lagi, menendang, menjambak, dan memaki.
Brugh!!!
Ajay memukul salah seorang dari mereka dengan besi yang ia pegang hingga pingsan.
"Memangnya kenapa kalau dia anak koruptor? Dia tidak salah! Orangtuanya yang salah! Kenapa kalian menindas dia!!" Teriak Ajay dengan emosi kemudian membabi buta kearah dua lelaki lain yang mulai ketakutan.
"Bawa teman mu pergi, atau ku bunuh dia!" Ancam Ajay.
Mereka pun pergi membawa temannya yang sudah pingsan tadi.
"Terimakasih," ucap wanita itu.
"Ya, ayok kita obati luka mu," ajak Ajay.
"Nama ku Niken," katanya.
"Sudah tau," jawab Ajay.
Ya, seperti itulah mereka. Satu kelas tapi tidak pernah bertegur sapa, berbicara dan lain-lain.
Bahkan didalam kelas tidak ada yang mengucilkan Niken karena mereka tidak tau latar belakang Niken.
Tentang Niken dan Ajay.
Mereka hanya berbicara saat Niken berada diluar sekolah dan tengah dibully. Bahkan Niken tidak tau nama lelaki yang selalu saja mendatanginya saat ia menangis, membawa obat dan mengobati lukanya.
Tapi sejak saat itu, saat dimana Ajay pertama kali menghajar beberapa lelaki itu. Niken berusaha keras untuk bisa berbicara dengan Ajay yang pendiam.
Hingga akhirnya, Ajay menyerah dengan sikap Niken yang selalu mengikutinya dan memilih untuk berteman dengan Niken.
Itulah kisah beberapa tahun lalu saat mereka masih SMP.
***
"Mau sampai kapan kita disini?" Tanya Niken sambil menghela nafas.
Angin bertiup sepoi-sepoi dan awan mulai menggelap, karena matahari akan pulang.
"Kau pulang lah duluan," jawab Ajay menyuruh Niken pulang.
Niken menghela nafas berat, lalu memeluk Ajay yang sedari tadi menatap tanah.
"Kau tau, sebenarnya aku sangat menyukai mu. Tidak, aku mencintaimu," kata Niken sambil menyenderkan kepalanya di bahu Ajay.
"Aku tidak menyukai guru itu, aku hanya pura-pura. Karena kau selalu bertanya apa aku suka padamu atau tidak, saat aku bersikap manis. Aku malu," jelas Niken.
"Jay, seandainya kamu tidak berharap lagi dengan cintamu yang sekarang ini. Aku siap menjadi cinta baru mu," kata Niken.
"Aku tidak butuh rasa kasian dari mu ken. Jika kamu melakukan ini hanya untuk menghiburku sebaiknya tidak perlu, aku tidak butuh," jawab Ajay lalu bangkit dari duduknya.
"Aku serius, aku mencintaimu," jelas Niken meyakinkan Ajay.
"Kau mengatakannya sekarang hanya karena kau kasian pada ku. Jika kau mencintaiku, kau mengatakannya sejak awal," balas Ajay.
"Kau tidak mengerti," cela Niken yang ikut berdiri.
"Sudahlah. Lagi pula aku sudah mengetahui tentang ini sejak awal," balas Ajay lagi.
"Kau sudah tau? Lalu mengapa kau diam?" Tanya Niken.
"Kau sudah tau jawabannya," jawab Ajay yang langsung berbalik.
"Itu karena aku mencintaimu hanya sebagai sahabat, tidak lebih," lanjut Ajay yang mulai melangkahkan kakinya meninggalkan Niken yang terdiam mematung dan membisu.