Chapter 16.

1.1K 185 14
                                    

Waktu terus berjalan, banyak hal yang terjadi sejak aku merasa sendirian. Nenek kembali merawat bunga-bunga dan bibi Soyeon juga kembali ke aktivitasnya sebagai mahasiswi.

Sejauh ini, hanya aku yang masih diam di tempat. Padahal banyak orang datang untuk merangkulku.

Seperti saat ini, senyum hangat Jimin Hyung terpasang rapi di bibirnya, dia memperhatikan tanganku yang berniat melepas perahu kertas ke laut.

"Sedang apa?"

Aku terdiam sejenak, kemudian tersenyum. sebetulnya tidak tahu juga untuk apa menghanyutkan perahu kertas, ni semacam rutinitas setiap kali aku merasa rindu terhadap sesuatu.
"Hanya ingin saja melakukannya"

Anehnya, Jimin Hyung malah mengusak rambutku hingga berantakan.
"Hidup harus tetap dilanjutkan"

Dia membari jeda cukup lama sampai tangannya berubah merangkulku, dan berbicara lagi.
"Jadi, kami semua menunggumu di sekolah. Kapan kau akan kembali?"

Sudah beberapa minggu aku larut dalam keadaan seperti ini, melupakan sekolah, rutinitas dan pensi. Ah, benar; sudah sampai mana ya progresnya. Aku baru ingat telah menyanggupi posisi penting di sana.
"Besok, boleh tidak kita berangkat ke sekolah bersama?" Tanyaku dengan suara pelan.

Jimin Hyung tertawa pelan, seolah aku sedang meminta permen di mulutnya.
"Tentu saja boleh. Aku akan mengajak yang lain juga"

Semuanya mulai diperbaiki di sana, mungkin saatnya untuk membuka lembaran baru, hidup harus terus berlanjut. Ya, benar; aku tidak boleh terpaku di tempat.

Di hari selanjutnya, Jimin Hyung menemui ku lagi di laut; dia membawa es krim kali itu, mengatakan banyak hal baik; dia bahkan membicarakan tentang bermalam di laut dan menghabiskan waktu bersama Hyung yang lain.

***

"Kkeut"
Jungkook besorak senag sambil bertepuk tangan.

"Yaaa .... Sudah ku duga, kau memang anak yang hebat. Sejak pertama kenalan denganmu aku sudah tahu itu" sorak Hoseok dengan heboh, dia menepuk pelan bahu Jungkook beberapa kali.

"Kerja bagus"

Kali ini Yoongi yang berucap, tidak banyak melakukan pergerakan selain menaikkan selimut Jungkook.
"Kau tidak boleh kedinginan lagi, harus pakai pakaian tebal mulai sekarang."

Jungkook mengangguk senang, Ia merasa bahagia saat mendengar perkataan Yoongi. Mulai sekarang dan seterusnya keenam orang baru ini akan mengambil peran penting dalam hidupnya.
"Aku agak khawatir saat kalian sudah lulus nantinya, aku akan sendirian"

Tidak heran, hanya Jungkook sendiri yang masih di tingkat pertama.

"Kau tidak akan sendirian" Taehyung menghadap Jungkook sepenuhnya, "bilang saja jika ada yang mengganggumu, Yoongi Hyung akan datang untuk menghajar mereka"

Yang terjadi selanjutnya, Taehyung tersenyum lebar saat mendapat tatapan tajam dari Yoongi.

"Memangnya aku tukang berkelahi!" Protes Yoongi.

"Ya tampangmu bilang begitu, Hyung. Lalu aku harus apa?"

"Ey, mana boleh kau bicara begitu!"
Tentu saja, yang boleh bermulut pedas itu hanya Min Yoongi tidak boleh si Kim Taehyung.

Jungkook tertawa lebar menyaksikan adu mulut antara Taehyung dan Yoongi yang tiba-tiba tidak sadar umur.

"Baiklah, kalau ada yang mengangguku: akan kukatakan bahwa aku punya enam orang Hyung yang pandai berkelahi."

Vous aimerez aussi

          

Hoseok setuju dan mengangguk saja, "katakan juga kau punya satu orang Hyung yang bisa menghancurkan lokasi perkelahian hanya dengan menyentuh barang-barang di sana"

Terlalu biasa kalau digunakan untuk sebuah candaan, tapi semua orang di sana tertawa; ketujuh pemuda di sana tertawa karena hal sederhana, ternyata punya selera humor yang rendah menyenangkan juga, akan lebih mudah bahagia kalau kata Jimin.

Maka Namjoon yang memasang wajah masam di sana, bukan berarti tidak bahagia sih, dia hanya terlampau tau diri; yang Hoseok maksud adalah dirinya.

Ingin marah pun tidak berdaya, saat yang dikatakan Hoseok adalah sebuah fakta. Tidak terima tentang bakat alaminya itu juga tidak bisa, lebih tepatnya Namjoon terlampau mencintai takdirnya sebagai seorang yang ceroboh untuk memunculkan eksistensi orang yang berhati-hati.

Tidak adakah ucapan terima kasih untuk Namjoon?

"Tolong beritahu seluruh isi dunia yang masih membenci dirinya sendiri, kalau bukan dia yang mencintai dirinya sendiri; mau siapa lagi, apalagi kalau tabiatnya buruk: sudahlah, tidak ada yang bisa bertahan di posisi itu"

Itu Namjoon yang berteriak dengan menggebu-gebu, seolah tidak ada detik yang tersedia untuknya sekedar bernapas. Tapi yang aneh di sini, bukannya orang-orang sekedar menghargai ratapannya, malah semua orang terbahak termasuk Hoseok yang tertawa paling keras.

Saat libur berakhir nanti, Namjoon berencana tidak akan berangkat ke sekolah bersama Hoseok lagi; lihat saja!

Malam itu mereka habiskan bersama di pantai sampai matahari muncul keesokan harinya, mereka bercerita dan berbicara banyak hal.

Perlahan Jungkook kembali menemukan dirinya lagi, menjadi Jungkook yang banyak bicara dan terkadang jahil.

Karakternya perlahan lahan juga mulai dipengaruhi oleh enam hyungnya itu, mau bagaimana lagi; kadang, makanan yang Ia makan bahkan diatur oleh mereka terutama Yoongi yang bahkan rela menenteng bekal dengan wajah datarnya itu.

Kadang Jungkook sedikit kesal, sih. Seolah dia tidak diberi makan oleh neneknya, lagian peninggalan sang ayah juga cukup menghidupi Jungkook dengan layak untuk waktu yang lama.

Seperti pagi ini, Yoongi sudah melambai di awal masuk setelah libur berlangsung.

"Ibuku membuat roti isi daging" ucap Yoongi, yang disambut helaan napas kasar dari Jungkook.

"Bibi Soyeon juga memberiku belal, Hyung. Jadi beri aku solusi bagaimana aku menelan semua makanan ini" protes Jungkook.

Dengan tidak pedulinya Yoongi tetap meletakkan kotak makannya di sana.
"Kita akan berlatih untuk pensi hari ini, kata ibuku kau harus makan yang benar; karena kau masih dalam masa pertumbuhan."

Dia menggunakan nama ibunya lagi, dalam hati Jungkook berteriak dengan lantang bahwa tingginya bahkan hampir menyamai Namjoon.

Mau tidak mau, Jungkook menerimanya juga. Demi menyenangkan hati Yoongi; tangannya bergerak menyambut kotak makan berwarna kuning itu.

"Bagus, sekarang aku harus ke kelas. Sampai jumpa di ruang seni sepulang sekolah nanti"

Setelah berujar demikian, Yoongi melangkah keluar kelas namun baru sampai di ambang pintu dia berbalik lagi. "Oh, iya. Aku melihat Namjoon berjalan ke arah sini dengan menentang kotak makan. Nikmati semuanya, aku tahu kau tidak makan dengan benar"

Setelah itu, Yoongi benar-benar melangkah meninggalkan kelas Jungkook dengan tertawa pelan.

"Haruskan aku berterima kasih, Tuhan?"

.

.

.

"Makan makanan mu Jung!"

"Hmm ...."

satu menit ke depan, Jungkook tetap tidak merealisasikan 'hmmm' yang keluar dari mulutnya itu.

"Kapan Hmm mu itu bisa dipercaya?"

Namjoon kembali berujar jengkel.

"Haish .... Hyung, tugasku belum selesai. Aku ketinggalan banyak mata pelajaran" ucap Jungkook tak kalah jengkel, bahkan Ia sampai menggaruk kulit kepalanya dengan brutal saking kesalnya.

"Itu tugas, Kook. Dikumpul besok" sela Jimin sambil mengunyah nasi dalam mulutnya. Sebetulnya semua makanan di sana milik Jungkook, tapi anak itu malah belum menyentuh sebutir masipun.

"Nanti malam aku harus belajar untuk ulangan yang dilewatkan, Hyung. Jadi-"

"Makan ini dulu!" Sergah Taehyung, sambil memasukkan sepotong roti ini ke dalam mulut Jungkook dengan gerakan cepat.

Kalau dengan cara ini, tidak ada alasan Jungkook untuk tidak mengunyahnya.

"Namjoon akan membantumu mengerjakan tugas nanti. Sekarang kau harus makan okey!"
Kali ini Hoseok yang menjawab cepat, tidak membiarkan Jungkook menyela lagi.

"Itulah gunanya kau punya teman seperti Namjoon, walaupun dia ceroboh; tapi hal yang patut disyukuri darinya adalah otaknya yang cerdas"

Namjoon melengos mendengar penuturan Yoongi. Terdengar seperti pujain, tapi mengandung unsur penghinaan.
"Jadi, aku harus menanggapinya seperti apa Hyung?"

Yoongi diam menyender di batang pohon di sana dan memejamkan matanya, mengundang emosi Namjoon. Tapi, diam itu emas; yasudahlah, bukan salah Yoongi. Dia sedang tidak ingin banyak bicara.

Jungkook menurut setelah mendapat omelan dari berbagai pihak, dia memilih untuk jadi anak penurut demi menghindari mulut pedas Yoongi dan untuk menghargai semua makanan yang diberikan padanya.

Entah karena apa, Jungkook jadi mudah tersentuh. Seperti sekarang; memikirkan ibu Yoongi, Seokjin yang susah payah masak untuknya, bahkan Jimin dan Taehyung  saudara rela berkolaborasi memasak makanan untuknya; membuat mata anak itu berkaca-kaca.

Meskipun pada akhirnya mereka semua makan makanan yang sama di bawah pohon belakang sekolah, tetapi Jungkook merasa semua perhatian itu mereka tujukan untuk dirinya; berusaha membuat dirinya tidak merasa kehilangan perhatian meski sudah banyak ditinggalkan.

"Eh, kenapa menangis?" Tanya Jimin dengan khawatir. Lalu semua orang memusatkan atensi ke arah Jungkook, termasuk Yoongi yang awalnya menutup mata.

"Nasi gorengnya terlalu pedas, perutku jadi sakit" tapi Jungkook mengusap matanya yang berair.

"Sesakit itu? Ayo ke UKS!"
Taehyung bahkan sudah bangun dari posisi duduknya, Namjoon juga sudah memasang wajah bersalah; dia yang membawa nasi goreng walau yang masak itu Seokjin.

"Tidak mau, tapi Namjoon Hyung harus mengajariku nanti"

Namjoon mengangguk cepat, dan Jungkook tersenyum dengan hidung yang merah.
"Sekarang tidak sakit lagi."

Dan semua bernapas lega, tapi Yoongi menghela napas kasar.

"Dasar anak kecil"

****


 

I love you to the moon
and back
-Nana.

SEAOù les histoires vivent. Découvrez maintenant