17 - lost contact

3.6K 195 17
                                    

Tidak ada yang menarik dari perjalanan kali ini, hanya seperti bepergian jauh biasa, bagi Ara. Suasana di bus cukup ramai, apalagi di barisan belakang. Karena hampir sebagian penumpangnya adalah adik kelas, jadi Ara tidak mengenalnya. Sebenarnya tadi cukup banyak yang mengajaknya kenalan, tapi hanya Ara menanggapinya dengan senyum seadanya, ia tidak ingin dicap sombong oleh kalangan adik kelas.

Ngomong-ngomong, hanya ada dua siswa dari kelas dua belas yang ada di bus ini, yaitu dirinya dan Ryan. Kalau Aldi dan Irra berangkat lebih lambat, karena mereka ikut bus kloter dua.

Hit you with that duru duru du!

Tetetetet teretetetet

Aye Ayeh!

Qilla hadzil ard

Matahfi masahad..

Hanya itu yang terdengar di telinga Ara sejak awal pemberangkatan, yaitu dentuman lagu-lagu Korea bercampur musik-musik gambus, serta teriakan para siswa. Ara memilih untuk mengalihkan pandangannya, diam menatap jendela yang menampakkan jalanan puncak yang mulai menanjak.

"Ini roti sama saladnya dimakan dulu," tegur Ryan, lelaki itu memang dari tadi selalu membujuk dan mengingatkan Ara untuk makan.

Melihat reaksi Ara yang nampak malas, Ryan segera berucap,

"Kamu harus makan, biar kita lancar lombanya. Jangan sampai nanti pas lomba kamu sakit atau kenapa-kenapa, kan gak lucu,"

Lagi dan lagi, Ryan selalu menuntutnya ini itu dengan embel-embel perlombaan. Ara tidak suka itu.

"Apa perlu aku suapin?"

Ara hanya menggeleng malas tanpa menjawabnya lagi, entah mengapa dia tidak terlalu bersemangat di perjalanan kali ini.

"Gak perlu, aku bisa sendiri,"

Telinga Ara sudah lelah, ia mengambil sekotak makanan di tangan Ryan, lalu segera memakannya dengan lahap. Tidak ingin mendengar ocehan Ryan lagi.

"Nah gitu dong, kan cantik, aku suka," ujar Ryan manis sambil mengacak gemas puncak kepala Ara yang tertutup kain kerudung.

Ara menghentikan makannya, merasa janggal dengan ucapan dan perlakuan Ryan barusan.

"Nah gitu dong, kan cantik, aku suka,"

"..Aku suka,"

"..Aku suka.."

Ryan menoleh, menyadari perubahan ekspresi Ara. "Eh nggak gitu. Maksud aku, aku suka kamu makan lahap kaya gini, biar kamu bisa fit pas nanti lomba. Biar kita bisa juara, banggain nama sekolah kita,"

Ara hanya tersenyum tipis, hatinya merasa miris mendengar ucapan Ryan barusan.

"Oh iya,"

Lelaki itu nampak menyerahkan sekotak kecil berwarna biru muda, warna kesukaan Ara.

"Ini apa?" Alis tipis Ara naik salah satu, tangannya belum menerima kotak kecil yang diberikan Ryan.

"Ada deh, kamu buka nanti aja pas udah sampai puncak, ya," Ryan menaruh kotak itu di jari lentik Ara tanpa permisi.

"Semoga kamu selalu bahagia setelah ini," ujar Ryan lembut, ketulusan dari ucapannya terlihat jelas.

          

oOo

"Oke, aku mandi duluan ya, Kak. Bye bye," ujar Bella melangkah masuk ke dalam kamar mandi dengan bersemangat.

Bella adalah salah satu adik kelas yang cukup dekat dengan Ara, bisa dibilang paling dekat dengannya. Padahal mereka baru saja berbincang, tepatnya sejak mereka berdua jadi teman sekamar, tapi keduanya bisa langsung akrab. Sifat Bella yang ceria dan mudah bergaul itu membuat Ara merasa nyaman bersamanya. Bahkan gadis itu memintanya untuk dipanggil Bebel, bukan Bella. Katanya nama itu terdengar lebih cute.

Ara mulai merapikan barang-barangnya di kamar villa. Ngomong-ngomong, di kamar ini tidak ada AC ataupun kipas angin dan semacamnya. Disini hanya ada jendela dan balkon yang langsung menampilkan view puncak dan menyalurkan udara dari luar yang cukup dingin, apalagi sekarang sudah menunjukkan pukul lima sore.

 Disini hanya ada jendela dan balkon yang langsung menampilkan view puncak dan menyalurkan udara dari luar yang cukup dingin, apalagi sekarang sudah menunjukkan pukul lima sore

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Oh iya,"

Tiba-tiba Ara teringat sesuatu, yaitu sebuah kotak kecil warna biru pemberian Ryan tadi sewaktu perjalanan berangkat. Ia mengambil kotak itu di selipan tas gendong miliknya, lalu segera membukanya.

Setelah dibuka, terdapat sebuah ipod berwarna silver, yang begitu klasik. Ipod itu nampak sudah usang, seperti sudah pernah dipakai. Di sebelahnya, diselipkan secarik kertas yang Ara ketahui adalah tulisan tangan Ryan.

 Di sebelahnya, diselipkan secarik kertas yang Ara ketahui adalah tulisan tangan Ryan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Akhir-akhir ini, aku sering melihatmu nampak murung. Wajah dan ekspresimu selalu diliputi kekesalan. Dan jujur saja, aku tidak senang melihatmu seperti itu. Aku lebih senang melihat wajahmu yang dulu, saat dimana awal kita bertemu. Wajah yang berseri-seri dan dipenuhi dengan kebahagiaan. Aku hanya ingin kamu kembali seperti dulu, kembalilah menjadi dirimu yang sebenarnya. Ngomong-ngomong, ini ada sebuah pemberian kecil, peninggalan berharga dari Almarhumah adikku, dia selalu tersenyum, dan itu mengingatkanku padamu. Tolong kamu jaga dan rawat ipod ini, sama seperti adik perempuanku dulu menjaga dan menyayangi barang kecil ini. —Dari Ryan, untuk Kirana Amanda,"

Sudut bibir Ara tertarik ke atas, menunjukkan senyum manis di bibirnya. Senyum yang selalu membuat hati orang lain terasa tenang saat melihatnya.

MatchmakingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang