Tidak ada yang menarik dari perjalanan kali ini, hanya seperti bepergian jauh biasa, bagi Ara. Suasana di bus cukup ramai, apalagi di barisan belakang. Karena hampir sebagian penumpangnya adalah adik kelas, jadi Ara tidak mengenalnya. Sebenarnya tadi cukup banyak yang mengajaknya kenalan, tapi hanya Ara menanggapinya dengan senyum seadanya, ia tidak ingin dicap sombong oleh kalangan adik kelas.
Ngomong-ngomong, hanya ada dua siswa dari kelas dua belas yang ada di bus ini, yaitu dirinya dan Ryan. Kalau Aldi dan Irra berangkat lebih lambat, karena mereka ikut bus kloter dua.
Hit you with that duru duru du!
Tetetetet teretetetet
Aye Ayeh!
Qilla hadzil ard
Matahfi masahad..
Hanya itu yang terdengar di telinga Ara sejak awal pemberangkatan, yaitu dentuman lagu-lagu Korea bercampur musik-musik gambus, serta teriakan para siswa. Ara memilih untuk mengalihkan pandangannya, diam menatap jendela yang menampakkan jalanan puncak yang mulai menanjak.
"Ini roti sama saladnya dimakan dulu," tegur Ryan, lelaki itu memang dari tadi selalu membujuk dan mengingatkan Ara untuk makan.
Melihat reaksi Ara yang nampak malas, Ryan segera berucap,
"Kamu harus makan, biar kita lancar lombanya. Jangan sampai nanti pas lomba kamu sakit atau kenapa-kenapa, kan gak lucu,"
Lagi dan lagi, Ryan selalu menuntutnya ini itu dengan embel-embel perlombaan. Ara tidak suka itu.
"Apa perlu aku suapin?"
Ara hanya menggeleng malas tanpa menjawabnya lagi, entah mengapa dia tidak terlalu bersemangat di perjalanan kali ini.
"Gak perlu, aku bisa sendiri,"
Telinga Ara sudah lelah, ia mengambil sekotak makanan di tangan Ryan, lalu segera memakannya dengan lahap. Tidak ingin mendengar ocehan Ryan lagi.
"Nah gitu dong, kan cantik, aku suka," ujar Ryan manis sambil mengacak gemas puncak kepala Ara yang tertutup kain kerudung.
Ara menghentikan makannya, merasa janggal dengan ucapan dan perlakuan Ryan barusan.
"Nah gitu dong, kan cantik, aku suka,"
"..Aku suka,"
"..Aku suka.."
Ryan menoleh, menyadari perubahan ekspresi Ara. "Eh nggak gitu. Maksud aku, aku suka kamu makan lahap kaya gini, biar kamu bisa fit pas nanti lomba. Biar kita bisa juara, banggain nama sekolah kita,"
Ara hanya tersenyum tipis, hatinya merasa miris mendengar ucapan Ryan barusan.
"Oh iya,"
Lelaki itu nampak menyerahkan sekotak kecil berwarna biru muda, warna kesukaan Ara.
"Ini apa?" Alis tipis Ara naik salah satu, tangannya belum menerima kotak kecil yang diberikan Ryan.
"Ada deh, kamu buka nanti aja pas udah sampai puncak, ya," Ryan menaruh kotak itu di jari lentik Ara tanpa permisi.
"Semoga kamu selalu bahagia setelah ini," ujar Ryan lembut, ketulusan dari ucapannya terlihat jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Matchmaking
Romance(13+) Kirana Amanda, biasa dipanggil Ara. Gadis periang berumur 18 Tahun, harus menjalani sesuatu hal yang mungkin sulit untuk dilakukan untuk orang lain seumurannya, Menikah. Farhan Gibran, pewaris tunggal dari keluarganya yang menuntutnya untuk m...