3.gundah

17 5 7
                                    

Bukankah cinta pertama selalu gagal?

--

Setengah hati, Hanan telah mengakui hatinya kini terisi. Meski ragu bahwa ia sedang jatuh cinta, namun ini baru pertama kali nya Hanan jatuh hati.

Mengingat senyum manisnya hari itu membuat Hanan tersenyum sendiri, mematut dirinya di cermin yang memang terlahir tampan.

Hanan jadi berfikir, ia harus merubah kebiasaan nya dari mulai hari ini. Hanan harus punya sesuatu yang bisa menarik perhatian sang Cinta Pertama.

Oke, namakan saja Salju.

Bukankah Hanan membutuhkan salju untuk hidupnya?

Hari minggu ini begitu berbeda untuk Hanan, jika biasanya Hanan menghabiskan waktu liburnya untuk menonton film naruto, kali ini Hanan malah sibuk menata hatinya yang menghangat efek senyuman salju yang masih membekas dalam fikiran nya.

Ternyata begini rasanya jatuh cinta, sungguh menggelikan namun menyenangkan.

Hanan tak berharap lebih, karna Hanan masih merasa ia belum pantas untuk memiliki pacar atau pun sekedar menyatakan perasaan.

Hanan rasa menyukai salju dalam diam saja sudah cukup.

Pernyataan bahwa dirinya lebih muda dari salju, membuat Hanan semakin ragu bahwa salju akan jadi miliknya suatu saat nanti.

Yang Hanan tau ia harus fokus sekolah sambil menarik perhatian salju, agar setelah lulus sekolah nanti Hanan bisa sukses, jika Hanan sukses salju pasti mau bersama Hanan meskipun Hanan lebih muda dari gadis itu.

Ya setidaknya itu yang Hanan fikirkan.

Sayangnya Hanan tidak mengerti resiko salju di tikung orang, ya meski tak pantas disebut menikung sih.

Ketukan pintu menyadarkan Hanan dari lamunannya di cermin yang sedari tadi ia tatap, yang mengetuk pintu sudah hapal betul bahwa sang pemilik kamar tidak akan menyahut, maka wanita paruh baya memasuki kamar anak bungsu nya.

"Hanan, mama bikin pie kesukaan kamu dan Adnan lho!" Lani-ibu dari Hanan dan Adnan- pun tersenyum manis, Lani tipikal wanita yang tak banyak bicara tapi Lani murah senyum dan bisa berinteraksi dengan lancar dengan orang di sekitarnya.

Hanan mengangguk patuh, lalu membuntuti sang ibu pergi ke dapur setelah tersenyum manis.

"Gimana enak?" Tanya lani senang melihat anaknya lahap memakan pie mini buatan nya.

Hanan mengangguk antusias, ia begitu menyayangi ibunya. Hanan tipe anak yang patuh dan penurut meski Adnan juga begitu, namun Hanan memiliki watak lebih lembut.

Adnan juga bukan anak pembangkang, namun Adnan lebih memiliki watak sedikit keras dan berwibawa tipe pemimpin yang baik.

Lani mengusap rambut Hanan dengan lembut. "Jangan di abisin ya pie nya,Adnan juga suka pie nya."

Seketika Hanan sedikit cemberut mendengar mama nya menyebut nama Adnan, Lani memilih tersenyum lalu meraih cucian piring yang jaraknya hanya 7 langkah dari belakang Hanan.

"DIA kemana ma?" Tanya Hanan dengan wajah datar menekan kan kata ganti untuk sang kakak.

"Oh katanya Adnan mau ngembaliin buku temen nya, kakak mu itu lucu dulu waktu SMP pernah bawa perempuan ke rumah sampe mama marah marah, tapi sekarang pas mama minta dia kenalin pacar ke mama, dia ga pernah bawa perempuan. Aneh" Lani tersenyum geli mengingat tingkah Adnan yang menurutnya lucu.

Lani, ia antusias bercerita tentang keluarganya.

Hanan yang masih sibuk mengunyah pie, menghela nafas,
"Ya orang dia ga punya pacar ma."

          

Lani langsung mengelap tangannya yang basah, lalu menghampiri Hanan dengan tatapan sulit diartikan.

"Serius kamu gak pernah liat kakak kamu jalan sama perempuan?"

Hanan menggeleng, Lani menghela nafas kecewa lalu memilih pergi membuka pintu karna suaminya pulang.

Karna merasa tak mau berbagi makanan dengan Adnan, Hanan membawa sepiring pie -yang isinya tak utuh karna dimakan Hanan tadi- ke dalam kamar tidurnya dan mengunci pintunya lalu melahap pie mirip dengan anak kecil yang baru di belikan mainan.




-

Adnan mengetuk ngetuk ujung sepatunya di depan perpustakaan, menunggu Velin yang masih asik di dalam perpustakaan yang menurut Adnan membosankan.

Jari jari Adnan menari-nari di atas layar persegi panjang yang hanya berukuran 6 inchi, ia merasa bosan. Sudah 4 kali Adnan memenangkan game football yang ada di handphone -nya, namun Velin masih saja sibuk di perpustakaan.

Sementara di balik rak buku fisika yang berderet, Velin cekikikan sendiri sambil sesekali melirik ke arah luar -tempat dimana Adnan duduk-
Sambil bergumam dalam hati
Rasain, emangnya enak aku suruh nunggu, suruh siapa rese ngembaliin buku aja pake ngajak jalan segala. Cih. Tapi gapapa deh, aku puas udah ngerjain dia.

Velin tersenyum tipis sambil menatap buku yang ia baca.

"Ko lama?" Adnan menggerutu dengan nada ketus saat baru sampai di hadapan Velin.

"Ya suruh siapa kakak nungguin aku, aku kan niatnya ke sekolah di hari libur tuh buat baca buku bukan buat jalan sama kakak" Velin tersenyum penuh kemenangan.

"Mau gue bakar buku lo?" Adnan mengancam yang membuat Velin tak terima.

Orang tuh dimana mana kalo ngajak jalan romantis lah ini marah marah mana maksa pula

Velin menutup bukunya secara kasar lalu menyimpan kembali di rak buku dengan bibir yang tak berhenti di cebikan.
Adnan jadi merasa bersalah melihat Velin yang sepertinya kesal padanya.

Sabar sabar Vel,dia itu manusia es lo harus maklumin.
Kira kira begitu lah Velin menenangkan hati nya yang sedang emosi, Velin tidak marah tapi ia merasa tak terima dengan perlakuan tidak romantis yang ditunjukan Adnan.
Eh memangnya dia siapa?

Velin berjalan cepat menuju gerbang sekolah menghiraukan Adnan yang berjalan di belakangnya.

Begitu Velin sampai beberapa meter dari gerbang, Adnan menarik pergelangan tangan milik Velin membuat pemilik nya kaget lalu menoleh datar.

"Motor gue di situ" Tunjuk adnan pada motor matic berwarna hitam yang baru kali ini di pakai nya.

Velin mengangguk lalu berjalan menuju motor hitam milik Adnan.

Setelah berada disamping motor Adnan, Adnan menyodorkan helm berwarna putih dengan corak kupu kupu.

Velin hampir saja menyemburkan tawanya jika tidak ingat kalau Velin sedang dalam mode ngambek.

"Helm siapa" Tanya Velin dengan wajah yang di buat sedatar mungkin.

"Kakak" Jawab Adnan sambil memakai helm nya.

Sebenarnya Velin masih ingin bertanya lebih lanjut, bertanya mengapa Adnan bawa helm dua helm cewek pula yang satu.

Namun pertanyaan nya ia telan bulat bulat takut takut Adnan menjawab nya singkat lagi.

Velin jadi bingung, Adnan mengajaknya jalan tapi dia cuek begitu lalu tujuannya apa? Kalau bukan buat pendekatan, bukannya geer, tapi bukankah biasanya seperti itu?

Lagian Velin tidak merasa punya urusan lain dengan Adnan, Adnan juga bukan teman Velin. Velin tak merasa berkenalan resmi dengan Adnan

Adnan mematikan mesin motornya, Velin yang tak mengerti pun tetap turun dari motor sambil melepas helm nya.

Namun sialnya helm nya tak bisa terbuka, jujur saja Velin tak begitu mahir membuka kunci helm di rumah saja ia selalu meminta helmnya di bukakan kakak nya.

"Ayo!" Seru Adnan yang mengurungkan langkahnya karna melihat Velin yang masih diam di tempat.

"Bentar kak." Velin masih berusaha membuka kunci helm nya, sampai menempelkan dagunya di leher hanya untuk melihat kunci helm yang kini di pakainya.

Jika sudah begini rasanya Velin ingin menangis meminta bantuan Adnan rasanya malu tapi mana mungkin Velin terus memakai helm nya ke dalam Mall, memotong kepalanya juga ia tidak mau ia masih ingin punya kepala.

Adnan menyingkirkan tangan Velin, lalu mengambil alih untuk membuka kan kunci helm yang Velin gunakan

Merasa kesulitan, Adnan memangkas jarak antara ia dan Velin sedikit mengangkat dagu Velin sesekali mata Adnan mencuri pandang ke mata Velin yang sedikit berkaca kaca.

"Ck,cengeng." Adnan berdecak dan memutus pandangan nya setelah berhasil membuka kunci helm yang di pakai Velin.

Sedetik kemudian Adnan berjalan ke dalam Mall di ikuti Velin di belakangnya.

Adnan membawa Velin di salah satu cafe tempat burger di jual, Adnan memilih tempat duduk di ujung dekat jendela yang menghadap keluar.

Setelah duduk, Velin jadi bingung sendiri mau memesan makanan pun Velin tak membawa uang , jika Adnan memesankan makanan untuknya pun bagaimana kalau Adnan menagihnya sewaktu mau bayar? kan bisa gawat kalau begitu.

"Mau makan apa?" Tanya Adnan membuka menu dilengkapi gambar yang terlihat menggiurkan.

Mau burger double cheese tentunya Velin menjawab dalam hati, ia masih sadar diri kalau pun Adnan mentraktirnya.

Velin menggeleng sambil tersenyum.

"Mau ice cream?" Tanya Adnan saat matanya tak sengaja melirik  stand ice cream yang lumayan ramai pengunjungnya.

Lagi lagi, Velin menggeleng.

"Tunggu" Ujar Adnan lalu pergi.

Velin hanya kebingungan dan memilih menurut menunggu sambil memainkan benda persegi panjang nya yang berukuran 6,2 inchi.

15 menit,tapi Adnan belum kembali.

Velin jadi takut Adnan menjahilinya lalu pulang meninggalkan velin.

Namun ketakutannya tentunya salah Adnan bukan tipikal orang kurang kerjaan.

Adnan datang membawa sebuah ice cream rasa raspberry menggiurkan lalu meletakkan nya tepat di depan Velin.

"Eh?" Velin jadi bingung sendiri.

Perasaan tadi Velin menggeleng kan, bukan mengangguk?

"Dimakan" Adnan tersenyum manis lalu memainkan handphone nya.

"Tapi kak,aku ga minta"ucap velin masih merasa tak enak.

"Siapa yang bilang lo minta?" Adnan terkekeh kecil.

"Tapi...

Adnan menunggu jawaban Velin.

"Aku ga bawa uang" Velin nyengir polos membuat Adnan menyemburkan tawa nya yang jarang.

Velin tak mengerti, yang penting Velin harus menyimpan rapat rapat tawa Adnan yang langka dalam memori nya.

Adnan tertawa begitu lepas, hatinya menghangat harinya kini kembali berwarna. Adnan rasa velin itu gadis yang tulus, ia harus mendapatkan nya

-

8 maret, 2019

Salam manis ,

caramel

AdnanWhere stories live. Discover now