Ketiga

18 5 0
                                    

Esoknya aku terbangun. Hal pertama yang aku lakukan adalah mengecek hp. Melihat apakah ada notifikasi dari Sagara. Dan ternyata, memang ada. Sempat takut waktu mau baca pesannya. Tapi, sebelum itu aku ingin mandi dulu. Rasanya aku masih belum berani membaca pesannya itu. Apalagi kan aku baru bangun tidur, aku tidak ingin suasana hatiku berubah ketika membaca pesannya. Jadi kupikir waktu mandi adalah waktu untuk mempersiapkan diri.

Setelah beberapa menit. Aku keluar dari kamar mandi. Sudah memakai baju biasa dengan rambut yang kucepol keatas. Tau-tau ada Ira di dalam kamarku, membuatku bingung kenapa ia datang ke kamarku sepagi ini.

"Ngapain kesini?" tanyaku langsung menuju topik.
"Ada Kak Sagara."

Ah! Paling Ira cuma iseng. Anak itu kan emang suka ngerjain orang. Aku tidak boleh gampang percaya sama dia.

"Masih pagi juga udah ngomong yang enggak-enggak. Udah sana pergi, aku lagi gak mau diganggu."

Ira sewot, "Ih! Orang dibilangin bener-bener malah kagak percaya. Yaudah biar kak Sagara aku suruh kesini sendiri, mau?"

Kayaknya Ira tidak dalam posisi bohong deh. Soalnya hidungnya tidak kembang-kempis. Kebiasaan Ira kalau lagi bohong ya gitu, tapi kalau sekarang sepertinya ia berkata jujur.

"Kalau kamu bohong, seminggu ini gak bakal kakak jemput lagi."
"Oke. Tapi kalau aku benar jujur, kakak harus jadian sama Kak Sagara!"
"Eh,"

Ini kok jadi bawa-bawa Sagara sih.

"Apaan sih! Ngatur-ngatur kehidupan cinta orang."
"Ya biarin. Salah sendiri gak percaya sama adiknya sendiri."
"Yaudah sana bilang ke Sagara lima menit lagi aku turun."
"Hm," balasnya sembari keluar dari kamarku.

***

Sepagi ini bersamaan dengan suara burung pipit yang berciut di taman kompleks. Aku berjalan bersama Sagara untuk yang pertama kalinya sejak pertengkaran kami dua minggu yang lalu. Kami hanya berjalan. Kata Sagara;

"Aku mau lihat anak kecil main di taman. Tapi aku butuh teman. Boleh kan kamu menemaniku?"

Sagara yang dulu, kembali lagi. Mungkin ia sudah tak marah lagi padaku. Tapi ah entahlah! Aku masih bingung untuk menebaknya.

Disinilah kami berdua. Di area taman bermain. Duduk diantara kebahagiaan anak kecil yang asik sama permainannya. Sebetulnya, di dekat rumahku, ada sebuah taman. Aku menyebutnya taman kompleks, soalnya banyak tetanggaku yang sering main kesana. Tiap pagi sampai sore selalu ramai pengunjung. Mungkin karena taman itu indah dan banyak pedagang kaki lima yang juga ikut meramaikan taman itu.

Dan dulu, kami juga sering bermain disini. Biasanya tiap pulang sekolah waktu SMP. Kan, waktu itu jam pulang SMP-ku siang. Jadi, banyak waktu luang untuk kubuat main bersama Sagara.

Tempat favorit-ku dulu tuh di ayunan dekat pohon rindang diujung taman. Di waktu siang ayunan itu sangat nyaman ditempati. Apalagi, dibuat untuk membicarakan hal-hal lucu bersama Sagara. Rasanya seperti aku ingin disana terus sampai hari berganti lagi.

"Kamu ingat? Dulu kamu suka beli permen di tukang itu," katanya sambil menujuk pedagang permen yang lagi dikerumuni banyak anak.

"Oh iya? Aku gak ingat, aku ingatnya kesini cuma buat main ayunan sama kamu."

Aduh! Memang payah sekali ingatanku ini. Di taman ini aku ingatnya hanya memori yang berkesan versi aku. Jadi mungkin memori 'suka beli permen' itu tidak berkesan. Makanya aku tidak mengingatnya.

"Iya, bahkan kamu sering merengek padaku untuk membelikannya."
"Benarkah? Aduh, aku sampe segitunya ya dulu?"
Sagara tertawa kecil, "Tapi aku senang. Kamu tahu kenapa?"
"Kenapa?"
"Karena lihat kamu senang, aku jadi ikut senang."

Tuh kan, Sagara nyebelin! Gini ini yang bikin aku jadi takut untuk kehilangan dia.

"Sagara?"
"Hm?" balasnya tanpa menatapku. Fokusnya mengarah ke anak kecil yang rebutan mainan jungkat-jungkit dijauh sana.
"Aku minta maaf."

Ia menoleh padaku, menatapku lekat-lekat. Tatapannya yang penuh arti membuatku tidak bisa berkata-kata lagi.

"Kamu nggak salah, Nja."
"Tapi aku menyakiti hatimu."
"Bagus itu."
Aku terkejut, "Kok bagus?"
"Biar aku makin kuat untuk mengejar cintamu."

Ya Ampun Sagara!

"Aku serius nih," kataku yang hampir kesal ke dia.
"Aku juga."
"Kamu gak marah sama aku?"
"Cuma orang yang berpikiran sempit aja yang bisa marah, Nja."
"Kamu sendiri gimana?"
"Ya aku gak marah lah," balasnya santai.
"Terus kok kamu gak ngehubungi aku seminggu ini? Aku juga gak pernah ketemu kamu di sekolah, jadi kupikir kamu marah."

Ia mencubit pipiku gemas, "Kamu gak jauh beda sama yang dulu, selalu menyimpulkan secepat itu."
"Ya kamu cerita dong biar aku gak salah paham begini."

"Nja, gak selamanya yang menjauh itu karena marah. Selama ini aku menjauh ke kamu karena ada konflik antara aku dan keluarga. Aku memilih untuk menjauh dari sekolah,teman-teman supaya aku bisa tenang."
"Kenapa kamu gak minta bantuan aku aja?"
"Konflik itu bersamaan sama kejadian waktu pulang sekolah kemarin."

Jadi waktu aku bilang gitu ke Sagara, posisinya dia lagi terpuruk karena masalah keluarga? Kenapa kamu setidak tahu itu, Nja! Kenapa?? Padahal kamu itu teman dekatnya sejak SMP.

"Aku gak ingin kamu jadi merasa bersalah ke aku. Soalnya ini bukan sepenuhnya salah kamu, Nja. Ini kesalahanku juga. Gak seharusnya aku memaksamu untuk membalas perasaanku. Aku minta maaf untuk waktu itu."

"Nggak, Sagara. Kamu gak perlu minta maaf. Yang seharusnya minta maaf adalah aku. Aku yang terlalu gak peka sama keadaan sampai aku gak tahu kalau sahabatku sendiri lagi punya masalah, dan bodohnya aku bicara gitu ke kamu."

Sagara menyentuh tanganku. Menggenggamnya erat seolah menyalurkan energi positif kedalam pikiranku.

"Sekarang masalahnya sudah clear. Jadi, kamu jangan menganggap ini sebagai beban. I'm fine right now! You should happier."
"I'm so sorry. I don't know about you feel later."
"No problem. Can you smile for me?"

Kalau sudah begini aku jadi merasa sedikit lega. Awalnya yang kukira bahwa Sagara marah sama aku karena perkataanku waktu itu ternyata salah. Ia bahkan tidak ada rasa kesal sedikitpun ke aku. Ia juga tidak membenciku gara-gara tingkahku yang sudah keterlaluan terhadapnya.

Dan aku berterimakasih kepada Tuhan, karena sudah memberikan seseorang seperti Sagara di hidupku. Aku bersyukur bisa memiliki Sagara walaupun cuma sebatas teman yang tidak lebih dari itu.

***

PART KETIGA GIMANA GUYS MENURUT KALIAN??

love, NR

SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang