"Pada hal-hal menyakitkan yang terjadi, hingga akhirnya mampu kau lewati, terlalu banyak pelajaran hingga akhirnya rasa sakit itulah yang justeru memberimu kekuatan untuk terus bertahan."
By : Bilqis Rasya
__________________________________
Pagi itu Itachi sudah bersiap pergi karena ada panggilan dari tim sepak bolanya. "Jii-san aku pergi, mungkin aku pulang larut karena latihan di luar kota," pamitnya segera berlalu.
Madara tersenyum meremehkan. "Suami macam apa dia tidak memberi istrinya morning kiss setiap pagi, padahal tiga tahun tinggal di Inggris, tapi sejak menikah, dia tak pernah melakukannya padamu."
"Mo ... morning kiss?" ulang Hinata dengan pipi yang memerah.
"Itu ciuman di kening yang biasa dilakukan suami pada istrinya saat mereka akan pergi kerja, tapi lihat apa yang sudah si bodoh itu lakukan?" ujarnya sewot sambil menatap Hinata yang tersipu, "dia berlalu begitu
saja, dasar tidak romantis.""Jii-san, sudahlah. Hari ini Itachi-kun harus cepat-cepat pergi."
"Anata."
"Eh?"
"Seharusnya kalian saling memanggil sebutan Anata."
Gadis itu berlalu, wajahnya sudah merah digoda habis-habisan. Mendadak ia meringis kesakitan saat menuju ke dapur. Perutnya agak mulas. Jangan-jangan ini sudah kontraksi. Bukankah usia kandunganku sudah 9 bulan? Hinata mengingat-ngingat sesuatu. Menurut buku yang ia baca, tanda-tanda melahirkan di awali dengan sakit perut yang terus berkala. Biasanya akan memakan waktu 48 jam bagi ibu hamil anak pertama mereka. Hinata mengabaikan rasa sakit itu dengan mengerjakan pekerjaan rumah.
🍓🍓 Muzukashii no Ai 🍓🍓
Semakin lama, rasa sakit di perutnya terus bertambah sakit dan sering. Gadis itu berbaring untuk mengurangi rasa sakit. Tengah malam Hinata terbangun dari tidurnya, ia merasakan perutnya semakin mulas. Gadis itu pun meringis kesakitan. Mungkin sebentar lagi dia akan melahirkan. Kontraksi yang ia alami semakin hebat dan nyeri. Hinata sudah tak tahan.
"I-Ita-Chi-kun," panggilnya sambil menahan sakit. Ia hampir menangis.
Itachi tak berkutik, karena dia sudah terlelap sejak pulang dari latihan klub sepak bola yang cukup menguras tenaga. Dengkuran halus keluar dari mulutnya.
"Itachi-kun!" Kembali Hinata mengguncang tubuh suaminya.
Perlahan Itachi membuka matanya yang terasa berat lalu memandang istrinya. "Kenapa? Ini masih tengah malam," ujarnya sambil menguap karena masih mengantuk.
"Perutku sakit sekali," jawabnya menangis karena menahan sakit yang tak main-main.
Mata ltachi langsung terbuka lebar. Rasa kantuk yang menyerangnya mendadak lenyap dan berganti rasa cemas. Mungkinkah dia akan
melahirkan sekarang?"Sakit!" teriak Hinata tak tahan, gadis Hyuuga itu meringkuk susah.
"Iya ... iya ... kita ke rumah sakit
sekarang," jawab Itachi panik akan situasi yang dihadapinya saat ini. Dia menelpon pihak rumah sakit dan meminta ambulans supaya datang ke rumahnya sekarang dengan cepat. Setelah itu dia membantu Hinata turun dari tempat tidurnya dan segera menunggu ambulan datang.Selang beberap menit kemudian ambulans datang lalu membawa mereka ke rumah sakit terdekat. Di dalam ambulans Hinata menjerit-jerit kesakitan membuat Itachi jadi stres.
Pria Uchiha itu tahu, dia harus siap menghadapi situasi seperti ini. Seharian tadi, Itachi latihan sepak bola dengan timnya yang akan di kirim ke kota Busan dua pekan lagi. Itachi tergabung dalam klub sepak bola Akatsuki yang merupakan klub terbagus nomer satu di Jepang.
Sungguh Itachi sangat lelah usai latihan tadi dan butuh istirahat, tapi hal itu tak memungkinkan karena situasinya sekarang berbeda. Istrinya akan melahirkan.
Kami-sama, tolong selamatkan keduanya.
15 menit kemudian mereka sampai di SONE Hospital, dan Hinata langsung dibawa ke ruangan bersalin.
Itachi terlihat frustrasi duduk sendiri. Dia berdiri lalu berjalan ke sana ke mari bak setrikaan baju. Berkali-kali dia menggigit ujung kukunya. Pikirannya kacau. Sungguh seperti bukan dirinya saat ini. Padahal dia jarang sekali menunjukkan sisi kekhawatirannya, tapi melihat dan mendengar Hinata menjerit kesakitan membuatnya cemas bukan main.
Selang beberapa menit
kemudian, seorang dokter dengan wajah yang tak bisa diprediksi keluar. Itachi segera mendekatinya."Uchiha-san, selamat ... Anda sekarang menjadi seorang ayah. Putra Anda lahir dengan selamat, dia sehat dan tampan seperti Anda."
"Istriku?" tanya pria itu khawatir.
Dokter itu melanjutkan kata-katanya tanpa memedulikan pertanyaan Itachi, "silakan masuk ...."
"... aku tanya bagaimana keadaan istriku, bukan bayinya!" potong Itachi gemas.
Dokter itu menatapnya iba. "Maafkan kami Uchiha-san, kami sudah berusaha, tapi Kami-sam
berkehendak lain. Kami gagal menyelamatkan ibunya. Maafkan kami." Dokter itu membungkuk 90 derajat tanda penyedalan.Kaki Itachi terasa lemas. Dia jadi linglung. Dia bahkan tak mendengar saat tim dokter memanggil namanya berulang-ulang.
"Uchiha-san!"
Itachi tetap bisu meski berkali-kali dipanggil hingga akhirnya sebuah jambakan keras terasa menyakitkan di kepalanya. "Aaakkh!"
Itachi terlonjak kaget. Kepalanya terasa sakit dan berdenyut-denyut akibat sebuah tarikan yang luar biasa keras. Dia menatap tim dokter yang menatapnya sambil tersenyum aneh.
"ANATA, KENAPA KAU DIAM SAJA! CEPAT TURUN DARI AMBULANS!" Hinata berteriak seperti habis dicopet. Sudah kesakitan tapi suaminya itu dari tadi hanya bengong seperti orang bodoh di dalam ambulans. Gadis itu sudah dipindah ke atas brankar.
Itachi mengelus kepalanya yang berdenyut. Sakit memang, tapi melihat sang istri masih hidup dan berteriak-teriak kesakitan.
"ANATA!!"
Astaga ... kupikir tadi nyata, syukurlah. Itachi segera turun dan mengikuti tim medis mengantar Hinata ke ruangan bersalin. Dalam perjalanan menuju ruangan bersalin, Hinata mencengkram tangannya supaya tak ditinggalkan. Pemuda itu mengangguk, lalu berkata, "Aku
akan menemanimu. Jangan khawatir."15 menit kemudian ...
"Aakkhh!!" Hinata menjerit kesakitan saat proses persalinannya, dia tak pernah menyangka akan merasa sakit yang luar biasa. Umur gadis itu
masih 16 tahun tapi harus melahirkan secara normal. Itachi terus menggenggam tangannya
dan terus menyemangati agar tak menyerah."Tahan sebentar lagi Hinata, kau bisa," ujarnya seolah memberi kekuatan. Gadis itu menggeleng, "kau pasti bisa!"
Tim dokter yang menangani proses persalinan itu dengan sabar memberi petunjuk supaya Hinata mengikuti apa yang mereka suruh. Lucunya, jika Hinata berteriak, kadang Itachi juga ikut berteriak panik waktu sang istri menjerit kesakitan.