5th Attack

259 28 15
                                    

I'm a mad men, in the trenches

Leave you broken, and defenseless

I'm a car crash, on the highway

Better stay down, under my chains

Nothing's gonna kill me, nothing's gonna stand in my way

-Adam Jensen-

Yunnan, China.

Eloy berlutut di depan Wang. Pria tua yang sedang menikmati secangkir teh itu kontan dibuat terkejut. Ia menunduk, mengangkat bahu Eloy dan memintanya berdiri. Kini keduanya saling bertatapan. Wang mengamati bola mata Eloy yang berwarna hitam.

"Apa lensa kontaknya membuatmu tidak nyaman?"

Eloy tersentak. "Sama sekali tidak," katanya pelan. Ia mengigit bibir bawahnya, bergerak gelisah. "Aku ingin minta maaf soal apa yang dilakukan Victor dan Aceruz di sekolah, seharusnya aku menjaga mereka lebih baik." Dia menunduk, kedua tangannya terkepal.

Wang tersenyum, memberikan usapan lembut pada rambut kelam Eloy. "Kau tahu, Loy. Jangan pernah menundukkan kepalamu untuk kesalahan yang tidak kau lakukan." Perkataannya membuat Eloy mengangkat wajah, menatap pria tua itu dengan tatapan heran. Wang tersenyum, membuat keriput di dekat matanya semakin jelas. "Sekarang, aku akan bertanya dan kau harus menjawabnya. Apa kalian ingin tetap bersekolah?"

Eloy tertegun, sama sekali tidak menyangka kalau kakeknya akan mengajukan pertanyaan demikian. Ia meneguk ludah. "Aku akan bertanya pada mereka, kami harus mendiskusikannya."

Wang menggeleng. "Mereka pasti setuju dengan keputusanmu. Kau selalu ingin yang terbaik bagi mereka, bukan?"

Eloy mengangguk. Dia selalu menginginkannya.

"Kalau begitu, kau bisa membuat keputusan untuk mereka. Apa kalian ingin tetap bersekolah?"

Eloy menggeleng, tidak ada keraguan sama sekali. "Tempat itu sangat tidak cocok bagi kami. Mereka akan menghancurkan semuanya di sana." Eloy meringis di akhir kalimatnya, membayangkan berapa besar kerugian yang harus dibayar akibat, kerusakan yang mereka buat. Kemudian membayangkan Aceruz dan Victor yang sangat sulit duduk diam, yang lainnya juga tidak bisa dibilang tenang.

Uh, ide yang sangat buruk.

Wang terkekeh halus. "Aku mengerti," katanya. "Hanya saja, satu hal membuatku penasaran." Wang menatap Eloy, bocah itu mulai terlihat tidak nyaman. Namun, Wang terlalu penasaran untuk tetap diam. "Bagaimana kau dan adik-adikmu bisa sekuat itu?"

Eloy sudah menduga pertanyaan itu, di hari pertama mereka tinggal bersama saja mereka sudah kesulitan menyembunyikan tenaga mereka yang terlalu berlebih. Kakek Wang bahkan nyaris jantungan saat melihat Yeressia yang membawa dua panci berisi air panas tanpa perlu melapisi tangannya dengan sarung tangan kain, atau Victor yang membawa tiga karung berisi bahan makanan tanpa kesulitan sama sekali. Padahal, karung itu mungkin lebih berat bagi Victor sendiri. Terlebih, mereka masihlah anak-anak. Eloy sudah menduga Wang akan bertanya padanya —kekuatan mereka jelas menimbulkan banyak pertanyaan dan akan lebih aneh kalau Wang tidak bertanya sama sekali— Namun, Eloy bingung harus memulai ceritanya dari mana. Anna tidak mengatakan apa pun soal merahasiakan latar belakang mereka dari Wang atau sebaliknya. Wanita itu hanya memberi Eloy sebuah benda yang bernama ponsel, katanya akan ada yang menghubungi jika mereka dibutuhkan.

Eloy sempat berpikir kalau ponsel itu benda sihir yang bisa mereka gunakan untuk berkomunikasi, yang kemudian disambut dengan tawa menggelegar Tan. Bocah itu sampai menangis karena merasa lucu, melemparkan sederet hinaan akan kepolosan Eloy dan teman-temannya.

S I E T ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang