Sementara

172 10 3
                                    

Votenya ya jangan lupa (:

❤❤

Setelah mendengar kabar mengenai Andra yang akan menikah lagi keluarga Sakila tak bisa diam begitu saja. Ini keterlaluan, berita besar seperti ini baru mereka dengar ketika acara pernikahan akan dilaksanan keesokkan harinya.

Sakil memang sengaja memberitahu keluarganya pada malam harinya sebelum hari pernikahan Andra. Jika dia mengatakan jauh sebelum hari pernikahan ke dua Andra, dia yakin jika keluarganya tidak akan tinggal diam. Dan benar saja, setelah mendengar kabar itu pagi harinya keluarga Sakil langsung berangkat pergi ke Jogjakarta dengan jadwal penerbangan paling pagi.

Sesamapainya di Jogja, mereka kembali dikejutkan ketika orang-orang yang berada di rumah keluarga Andra mengatakan jika Sakil jatuh pingsan. Hati Rianti—Mama Sakila bagai terkoyak sembilah pisau tajam. Rianti langsung menjerit, menangis dalam dekapan Hilman, sang suami dan tanpa tandang aling mereka kembali pergi menuju rumah sakit yang disebutkan oleh orang di sana.

Sesampainya di Rumah sakit, keluarga Sakil langsung menuju IGD ketika Reihan melihat Andra yang sedang berbicara dengan dokter di lorong rumah sakit tepat di depan pintu IGD.

“ANDRA!!!”

Ketika Rianti dapat melihat jelas wajah Andra yang mematung di hadapan dokter, Rianti langsung berteriak memanggil nama menantunya dan itu berhasil menyadarkan Andra dari lamunannya.

Andra terkejut begitu melihat mertuanya berada di sini. Seketika ekspresinya berubah seolah menyesali suatu hal. Dalam benaknya dia berpikir bagaimana jika saat Sakil memintanya untuk menikah lagi, dia langsung menghubungi mertuanya mungkin semua tidak akan terjadi seperti ini. Mungkin saja keluarga Sakil bisa membantunya untuk membatalkan permintaan dari sang anak sulung.

Jika saja sejak awal Andra memberitahu …

Plak

Mungkin dia tidak akan mendapatkan tamparan dari Ibu mertuanya.

Semua orang terkejut ketika sebuah tamparan keras mendarat di pipi kanan Andra. Dengan nafas tersengal Rianti sang pelaku menatap tajam Andra yang kali pertama ini Andra dapatkan dari Ibu mertuanya yang biasanya menatapnya dalam kelembutan penuh kasih sayang. Namun, yang bisa dia lihat dari mata tajam Ibu mertuanya, hanyalah sorot kemarahan dari seorang Ibu bercampur pandangan yang menyaratkan sebuah kekecewaan.

“Apa-apaan ini Andra?! Mama tidak percaya kamu bisa berbuat seperti ini. Apa yang kamu pikirkan dengan menikah lagi? Kenapa kamu tega mengkhianati Sakila?” cecar Rianti penuh dengan amarah dan terus menunjuk Andra seolah dialah orang yang patut disalahkan di sini.

“Tenang Mah, istighfar” pinta Hilman yang langsung menarik Rianti dan merangkulnya berusaha agar sang isteri bisa tenang.

“Bagaimana Mamah bisa tenang kalau puteri kita dikhianati sampai masuk rumah sakit.”

“Iya Ayah tahu. Tapi ini rumah sakit, tidak baik membuat keributan di sini. Lebih baik kita segera melihat keadaan Sakila.” Ujar Hilman penuh kesabaran. Mungkin suaranya masih seperti biasa, namun sejak dia dan keluarga datang. Hilman tak pernah menatap Andra, seolah enggan menatap sang menantu.

“Benar apa kata Ayah, Mah. Yang seharusnya kita pikirkan sekarang adalah Kak Sakil.” Tambah Rei yang juga memilih tak menghiraukan keberadaan Andra juga keluarga Andra yang lain. Bahkan dia sempat menatap tajam Rani yang membuat gadis yang masih mengenakan baju pengantin itu hanya bisa menunduk.

“Sakila. Putri Mamah,” desis Rianti pilu

“Mamah tunggu di sini ya, biar Rei yang tanya sama dokter.” Ujar Rei

“Sakila masih di ruang IGD, sebentar lagi akan dipindahkan ke ruang rawat. Dokter menyuruh kita untuk menunggu.” Jelas Burhan yang membuat Reihan mengurungkan niatnya.

Rianti mendengus menatap satu per satu anggota keluarga besannya yang berada di sini.

“Saya benar-benar tidak menyangka jika keluarga terhormat seperti Anda bisa melakukan hal seperti ini. Apakah ini karena puteriku belum memberikan kalian cucu sehingga dengan seenaknya kalian meminta Andra menikahi wanita lain?” tanya Rianti penuh penekanan membuat suasana kian mencekam. Tidak ada yang berani berbicara, semua terdiam. Bahkan Sari pun menundukkan kepalanya, dia masih syok dengan kabar dokter yang memberitahu jika saat ini Sakil tengah mengandung.

Dia merasa bersalah.

“Dan apakah setelah Andra menikahi wanita lain, wanita itu akan segera hamil? Belum tentu! Karena semua Allah yang mengatur. Bisa jadi wanita pilihan kalian ini yang bermasalah dengan kandungannya!” ujar Rianti seraya menatap tajam ke arah Rani yang terkejut mendengar ucapan Rianti, seolah sedang mengutuknya.

“Mah,” desis Hilman seolah mengingatkan isterinya untuk berhati-hati dalam bicara.

“Dan kamu Andra. Sungguh Mamah kecewa. Mengapa kamu lakukan ini pada Sakil? Di mana janjimu ketika kamu datang meminta Sakil pada Ayah? Apakah sebegitu berharganya seorang anak bagimu sampai kau berniat untuk mengkhianati Sakila?”

Andra hanya bisa diam membisu mendapatkan kemarahan dari Ibu mertuanya seolah di sini hanya dia yang pantas disalahkan.

“Maaf tante, tapi semua bukan kesalahan Andra.” Semua menatap Rani yang haru saja menyeruakan suaranya membela Andra.

Rianti berdecak menatap Rani penuh kebencian. “Diam kamu! Sebagai wanita seharusnya kamu bisa lebih memiliki perasaan. Apa kamu tidak memikirkan perasaan puteriku ketika bersedia menikahi suaminya? Sebagai wanita seharusnya kamu paham jika tidak ada satu pun wanita yang rela dimadu, yang ikhlas diduakan. Kamu boleh mencintai Andra sepuasmu tetapi kamu tidak berhak untuk merebutnya. Kecantikanmu kini semua sia-sia karena perlakuanmu.”

Kini Rani hanya bisa menunduk menahan isak tangisnya karena ucapan Rianti yang menusuk tepat pada ulu hatinya. Memang benar jika dia mencintai Andra juga benar jika dia menginginkan pernikahan ini meskipun menjadi ke dua. Tetapi, dia tidak ada satu macam niat pun untuk menyakiti perasaan Sakila. Sebelum dia benar-benar menerima tawaran Sari, dia sempat meminta Sakil untuk bertemu dan membicarakan tentang hal ini. Dan saat itu Sakil yang memang mengatakan ikhlas dan karena itulah dia melanjutkan rencana pernikahannya dengan Andra.

“Maaf. Lebih kita bicarakan ini nanti saja, sekarang lebih baik kita fokus pada kesehatan Sakil. Andra segera kamu urus administrasinya agar istrimu bisa segera dipindahkan ke ruang rawat.” Ujar Burhan menengahi perdebatan mereka.

Andra hanya mengangguk lalu dengan sopan ia undur diri untuk segera mengurus administrasi sang isteri sesuai permintaan dokter yang disampaikan pada Burhan karena pada saat itu Andra hanya terdiam, memikirkan isterinya yang katanya tengah hamil anaknya.

💘

Dalam diam Andra terus menggenggam jemari Sakila yang bebas dari infusan, melafalkan beberapa doa serta sholawat agar sang isteri dapat segera bangun. Sudah 3 jam Sakila tertidur, dokter mengatakan jika Sakil kurang istirahat. Walaupun begitu perasaan khawatir tetap dirasakan Andra, dia akan tenang jika isterinya sudah membuka ke dua matanya dan tersenyum padanya.

Andra tak mrnghiraukan kehadiran keluarganya yang juga saling diam, tak ada obrolan basa-basi layaknya besan pada umumnya. Mereka diam dengan pemikiran masing-masing. Rani pun berada di sana, masih mengenakan kebaya pernikahannya meskipun riasannya sudah perlahan memudar. Dia hanya diam di samping Sari. Sesungguhnya saat ini dia merasa takut juga merasa bersalah. Terlebih Rei yang sejak tadi menatapnya tajam membuat Rani merasa terintimidasi. Setelah mendapatkan penghinaan dari Rianti, Rani memilih bungkam.

“Sayang, bangunlah. Aku khawatir.” Bisik Andra seraya mengusap lembut pipi tirusnya yang membuat hati Andra getir, melihat keadaan Sakil yang seperti ini membuatnya merasa gagal menjadi suami.

“Sayang?” panggil Andra antusias ketika ia merasakan jemari Sakil bergerak. Ke dua matanya kini hanya fokus pada mata Sakil, menunggu kelopak itu terbuka.

Sakil masih mengerjapkan ke dua matanya, merasa asing pada keadaan tubuhnya yang terasa lemas tak berdaya. Setelah ia cukup kuat, secara perlahan Sakil membuka ke dua matanya membuat Andra langsung berdiri memanggil namanya dengan mengucapkan rasa syukur mengundang anggota keluarganya untuk mendekat. Kecuali Rani yang enggan untuk beranjak dari tempat ia duduk.

Sakil merasakan asing pada tempat ini, secara perlahan menatap satu persatu orang yang kini sudah mengelilinginya dengan raut wajah yang masih terlihat khawatir tak terkecuali Sari yang hanya menunduk di samping sang suami.

“Mamah, Ayah, Rei?” Sakil terkejut ketika ia berhasil mengenali satu persatu anggota keluarganya.

“Iya sayang, apa yang kamu rasakan sekarang? Pusing?” tanya Rianti yang berada di samping kirinya tepat di seberang Andra.

“Mamah kenapa ada di sini?” meskipun dirinya terkejut tetapi suaranya masih begitu lemah.

“Apa yang kamu bicarakan, tentu saja Mamah ingin menemui putri Mamah yang bodoh ini.” Ujar Rianti sedikit kesal mengingat jika dia merestui suaminya untuk menikah lagi.

Mendengar suara kesal dari sang Mamah, sontak saja Sakil langsung memalingkan wajahnya untuk menatap Andra dan juga mertuanya.

“Mas, kenapa Mas di sini? Seharusnya Mas menemani Mbak Rani, Mbak Rani sekarang isteri Mas. Tanggung jawab Mas, gak seharusnya Mas ada di sini.” Ujar Sakil

“Isteri Mas itu kamu, makanya Mas ada di sini.”

“Mas,

“Tidak ada pernikahan Sakil. Tidak akan pernah ada.” Tegas Andra yang membuat Sakil terkejut.

Dia menatap Andra juga mertuanya seolah ia meminta penjelasan. “Maksudnya?”

“Mas dan Rani tidak menikah. Alhamdulillah karena Risa menemukanmu pingsan di ruang kerja Mas.” Ujar Andra yang seketika merubah raut wajahnya, ia merasa sedih mengingat dirinyalah yang membuat Sakil tak sadarkan diri. “Maafkan Mas ya,”

“Asstaghfirulloh. Jadi ini karena Sakil? Mas, lebih baik sekarang Mas pulang, lanjutkan pernikahannya. Kasihan Mbak Rani, Sakil gak mau kalau Mbak Rani menanggung malu.” Ujar Sakila yang membuat semua orang terkejut. Begitu pula Rani yang langsung mendengak mendengar Sakil yang masih memedulikannya.

“Tidak akan. Mas hanya mau jadi suamimu.”

“Tapi hanya Mbak Rani yang bisa memberikan Mas anak.” Ujar Sakil frustrasi

“Kamu juga bisa, sayang.” Ujar Rianti kesal.

“Tidak Mah, ..

“Berhenti, Sakil. Sekarang lebih baik kamu istirahat, kamu masih terlalu lemah untuk berdebat dan juga,” Andra menggantungkan kalimatnya. Tangan kirinya terulur mengusap perut Sakil yang masih rata, dielusnya penuh suka cita. “Kasihan anak kita, dia juga butuh istirahat.”

Sakil terkejut mendengar ucapan Andra, dia menatap lekat ke dua manik suaminya. Begitu pula dengan keluarga Sakila yang amat terkejut.

“Maksud Mas Andra?”

“Nanti kita akan mengetahui kebenarannya. Yang jelas kamu tidak bisa lagi memintaku menikah demi mendapatkan anak karena anak-anakku akan lahir hanya dari satu Ibu, itu kamu.” Ujar Andra tersenyum seraya mengusap lembut wajah Sakil yang masih terdiam kaku. Dia butuh penjelasan yang lebih jelas tetapi Andra memintanya untuk segera istirahat, dokter akan memeriksa nanti sore.

Dan yang bisa Sakil lakukan hanya diam dan menurutinya.

💘

Setelah lama menunggu, sekitar pukul 4 seorang dokter wanita datang bersama perawat yang membawa sebuah alat ultrasonografi di kereta dorongnya. Dokter itu memperkenalkan dirinya sebagai dokter kandungan yang bernama Sintia. Dia yang ditunjuk untuk memeriksa Sakila.

Dengan perasaan yang penuh harap kini semua orang mendekat untuk melihat pemeriksaan Sakila sementara Andra yang sejak tadi tak pernah beranjak dari samping Sakila kecuali ketika dia menunaikan ibadah.

Perawat perempuan menyikap baju tidur Sakil sebatas bawah dada lalu menuangkan gel yang kemudian ia ratakan pada seluruh permukaan kulit pada perut Sakila. Setelah selesai, dia mempersilahkan dokter untuk memeriksanya. Dalam diam dokter Sintia memeriksa Sakila, dengan alatnya yang ia gerakan tepat pada perut sebelah kiri Sakila dari atas ke bawah, kanan ke kiri. Sementara fokusnya hanya tertuju pada layar monitor yang berawarna hitam bagi yang awam dengan alat medis.

“MassyaaAllah,” seru dokter Sintia yang mengundang keterkejutan dari semua orang yang berada di sini.

“Kenapa, dok? Isteri saya baik-baik saja, kan?” tanya Andra tak luput dari rasa khawatirnya.

Dokter Sintia menatap Andra lalu Sakila yang juga tampak cemas, lalu tersenyum manis. “Bapak dan Ibu bisa lihat, di sini ada dua titik. Selamat ya Pak, isteri Anda sedang mengandung anak kembar.” Penjelasan dokter Sintia yang menunjukkan ke dua titik yang berada dalam rahim Sakila membuat Andra terdiam membisu. Dia tidak percaya dengan apa yang sudah dijelaskan oleh dokter Sintia. Anak kembar?

Sementara seluruh keluarga yang juga mendengarnya langsung mengucap syukur penuh haru bahkan Rianti langsung menangis dalam pelukan suaminya.

“Mas …” bisikan lemah Sakil serta genggaman tangan Sakil yang teramat erat berhasil menyadarkan Andra kembali. Dia langsung menundukkan wajahnya kembali melihat sang isteri yang kini tengah menangis haru tak kuasa Andra pun langsung menitihkan air matanya.

“Kamu hamil sayang, kita akan mempunyai anak bahkan Allah memberikan dua karunia sekaligus. Terimakasih sayang.” Ujar Andra yang langsung memelum Sakila penuh haru, melupakan keluarga serta dokter dan suster yang masih berada di sini. Dia hanya ingin mencurahkan suka citanya kepada isteri tercintanya. Akhirnya penantian mereka terkabul.

“Alhamdulillah, terima kasih ya Allah. Mas mencintaimu, sayang. Sangat mencintaimu.” Bisik Andra yang hanya sanggup dibalas anggukan oleh Sakila.

“Selamat ya Pak atas kehamilan isteri Andra.” Ujar dokter Sintia, Andra langsung menengakkan kembali badannya menatap sang dokter. “Kondisi isteri Anda masih sangat lemah sehingga nyonya Sakila dianjurkan untuk bedrest total. Dan tolong jaga asupan makanan nyonya Sakila dan jangan sampai berfikiran yang berat karena itu bisa memengaruhi perkembangan janin terlebih isteri Anda saat ini tengah hamil anak kembar membutuhkan asupan yang extra.” Jelas dokter Sintia.

“Iya, dok. Saya akan menjaga isteri dan anak-anak saya dengan baik.” Ujar Andra begitu antusias yang sesekali kembali mengecupi puncak kepala Sakila yang saat ini tertutupi oleh kerudung merah.

“Jika putri saya dirawat di Jakarta, apakah bisa dok?” pertanyaan itu keluar dari mulut Rianti yang membuat suasana kembali hening, mereka yang ada di dalam langsung menatap ke arah Rianti yang kini tak lagi bersandar pada suaminya.

“Maksud Mama apa dengan dirawat di Jakarta?” tanya sang suami yang tak mengerti apa rencana dari sang isteri.

Andra yang seolah tahu, dia hanya menggenggam tangan Sakil dengan eratnya seolah mengatakan jika dia tidak ingin berpisah.

“Mama ingin menjaga anakku, sudah cukup dia terluka di sini. Mamah tidak bisa percaya dengan keluarga Dirgantara termasuk Andra. Jadi, Mamah putuskan untuk membawa Sakila pulang, Mamah sendiri yang akan merawatnya, menjaga cucu-cucuku. Putri kita akan aman bersama kita.” Jelas Rianti yang tentu saja membuat semua terkejut, termasuk Sakila sendiri. Sementara Andra hanya bisa diam tetap menggenggam jemari sang isteri.

“Mah, ... Sakil. Mas Andra suami Sakil, Mah tidak mungkin kalau Sakil ikut Mamah.” Ujar Sakil lemah

“Kenapa tidak mungkin jika Andra saja bisa menjadikan nyata pernikahan ke duanya. Tak peduli pernikahannya gagal atau tidak. Dan kalau kamu yang tidak pingsan, Mamah yakin saat ini kamu memiliki madu. Ya Allah membayangkan kamu memiliki madu ditengah kehamilan pertamamu, Mamah tidak bisa memaafkan.” Ujar Rianti yang tentu saja membuat keluarga Andra semakin menunduk merasa bersalah terutama Sari.

“Tenang Mah. Istighfar,” bisik Hilman

“Jadi, dok. Bagaimana jika putri saya dirawat di Jakarta?” tanya Rianti kembali tanpa memedulikan semua orang.

Dokter Sita yang tampak canggung karena berada ditengah permasalahan dua keluarga ini, berdehem pelan. “Tentu bisa, Bu. Tetapi tunggu sampai kondisi Ibu Sakil stabil, karena kondisinya saat ini masih terlalu rawan jika harus melakukan perjalanan jauh. Tungguh lusa atau tiga hari lagi.” Jelas dokter Sita

“Baiklah kalau gitu, lusa kita akan bawa pulang Sakil.” Jawab Rianti tak bisa diganggu gugat membuat semua orang hanya menghela dalam diam, tak ingin melawan Ibu yang sedang melindungi putrinya.

💘

Malam harinya, Andra masih mengenakan kemeja putihnya, jas hitamnya entah ia simpan di mana mungkin di kamar rawat Sakila. Andra ke luar untuk membelikan makanan untuknya dan juga keluarganya dan juga Apel yang diinginkan Sakil untuk menghilangkan rasa pahit yang dia rasakan.

Tepar ketika dia sudah berada di lorong di mana di sana terdapat kamar rawat Sakila, dia melihat Rei yang membawa koper yang ia tahu milik Sakila. Dengan cepat ia menghampiri Rei sebelum dia membuka pintu rawat Sakila.

“Rei.”

Mendengar namanya dipanggil membuat Rei mengurungkan niatnya untuk meraih ganggang pintu kamar rawat, lalu membalikkan badannya menghadap Kakak iparnya yang sejak tadi tak pernah ia sapa. Bahkan saat ini dia hanya berdiri dengan memandang datar Andra. Rei yang saat ini sudah berusia kepala dua sudah memiliki postur tubuh yang hampir menyamai Andra.

“Apa tadi kau ke rumah? Mengapa tidak memberitahu Mas, biar Mas yang ambil pakaian Sakil.” Ujar Andra.

Rei tetap bergeming sebelum menghembuskan nafasnya terdengar lelah. Mahasiswa yang saat ini seharusnya tengah menjalani koas di salah satu Rumah Sakit Jakarta harus meminta izin setelah mendengar kabar tidak enak dari sang Kakak.

Rei memilih duduk di salah satu kursi tunggu yang berada tepat di depan kamar rawat. Andra mengikutinya dalam diam, pria berbeda usia kini duduk bersampingan.

“Rei kecewa sama Mas.” Ujar Rei tanpa menatap ke arah Andra. Dia hanya menatap datar ke depan tepat pintu kamar rawat yang tertutup. Andra diam membiarkan Rei untuk bicara. Dia memaklumi atas rasa kekecewaan sang adik ipar padanya karena dia pun sama; kecewa pada dirinya sendiri.

“Rei pikir Mas akan benar-benar menjaga Kak Sakil seperti yang dulu Mas katakan saat ingin menikahi Kakak. Rei tahu ini adalah permintaan Kakak, tapi jika saja Mas bisa lebih tegas maka kejadian seperti ini tidak akan terjadi. Mamah marah sama Mas. Benar kata Mamah, andai Kak Sakil tidak ketahuan pingsan maka saat ini Mas memiliki dua isteri”

“Kenapa Mas harus menuruti permintaan Kak Sakil? Kenapa Mas tidak bisa tegas? Apa Mas juga menginginkan pernikahan ini? Aahh tentu saja, keinginan Mas untuk memiliki anak mungkin lebih besar dibandingkan tetap bersama dengan Kakakku.” Lanjut Rei penuh dengan nada kekecewaan.

“Jangan halangi kami membawa Kak Sakil pulang, untuk saat ini Kak Sakil lebih baik tinggal bersama kami. Seperti kata Mamah, kami belum bisa percaya lagi pada keluarga Mas.” Ujar Rei lalu berdiri dan melanjutkan niat awalnya, masuk ke dalam kamar rawat Sakil tanpa menunggu Andra berbicara sepatah katapun.

Andra termenung di tempatnya, menatap punggung Rei yang kini lenyap tergantikan dengan pintu yang kembali tertutup. Menghela nafas, Andra menjambak rambutnya kasar, memejamkan ke dua matanya kasar setelah menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi besi di sana.

Dalam hati dia membenarkan perkataan Rei, seharusnya dia bisa tegas menolak permintaan Sakil dan juga Ibunya. Seharusnya Andra tidak mengabaikan Sakil begitu saja dengan kemarahannya. Seharusnya dia tetap berada di samping isterinya dan lebih meyakinkan Sakila jika semua akan baik-baik saja tanpa harus ada pernikahan lain. Ya, seharusnya memang seperti itu. Tetapi apa daya semua telah terjadi. Apa yang terjadi takkan bisa terulang yang bisa ia lakukan sekarang adalah memperbaiki apa yang salah. Merebut kembali kepercayaan keluarga Sakila.

💘

Setelah selesai menunaikan ibadah sholat isya’ juga menyantap makan malamnya. Andra tetap berada di samping Sakila, menggenggam tangannya seolah dia tidak ingin terpisahkan. Bahkan ke dua netranya tak lepas dari paras ayu isterinya. Di ruangan ini hanya ada mereka berdua. Keluarga Andra sudah pulang selepas maghrib sementara keluarga Sakila sedang pergi ke luar sesuai permintaan Hilman yang merencanakan hal ini untuk memberi waktu untuk puteri dan juga menantunya. Awalnya Rianti menolak tetapi karena paksaan Hilman, Rianti pun mengalah.

Bayangan dia akan berjauhan dengan Sakila mulai terbayang, entah apa yang akan terjadi jika harus berjauhan kembali dengan Sakila. Dia ingin ikut tetapi pekerjaan takkan mungkin ia tinggalkan, dia memiliki tanggung jawab. Terlebih lagi Rianti belum tentu membiarkannya untuk ikut mengingat kemarahan serta kekecewaan yang sudah Rianti rasakan.
“Mas,” lirih Sakila yang mengejutkan Andra pasalnya yang Andra tahu isterinya tertidur.

“Kamu bangun? Apa aku mengganggumu?” tanya Andra. Sakila menggeleng kecil. “Mau sesuatu?” tanya Andra kembali

Sakila kembali menggeleng

“Mas,” kembali Sakila memanggilnya lirih

“Hmm? Apa sayang?”

“Maafkan Mamah ya,”

Andra terdiam sejenak sebelum tersenyum simpul dan kembali menggenggam erat tangan Sakila. “Tidak apa, Mas paham. Aku pantas mendapatkannya. Hanya saja, Mas tidak bisa membayangkan harus berpisah dulu denganmu terlebih dengan anak-anak kita.” Ujar Andra seraya melarikan tangan kanannya untuk mengusap perut Sakila yang masih datar di mana calon anak-anaknya bersemayam mencari perlindungan.

“Besok, Sakil akan mencoba,” Andra menggeleng menghentikan apa pun yang ingin diucapkan oleh Sakil.

“Tidak. Biarkan seperti ini, Mamah melakukan keputusan yang tepat. Kamu butuh suasana yang tenang demi kesehatanmu juga dengan anak-anak kita. Mas janji akan secepat mungkin menyusul kalian.” Jelas Andra kali ini mendaratkan kecupannya pada punggung tangan Sakila yang bebas infusan.

“Maafkan Sakil ya Mas, ini semua salahku. Andai saja aku menyadari kehadiran mereka semua tidak akan seperti ini. Mamah tidak akan marah.” Ujar Sakil

“Tidak sayang, kamu tidak salah apa pun. Seharusnya ketika kamu meminta kita untuk periksa Mas bersedia, saat itu kita sudah pasti akan mengetahui mereka.” Jawab Andra tersenyum

“Terima kasih Mas, untuk semuanya.”

“Mas yang seharusnya terima kasih untuk kebahagiaan ini.” Ujar Andra kembali tersenyum yang kali ini tertular pada Sakila.

Mereka tersenyum bersama saling menautkan jemari mereka. Melupakan jika lusa mereka akan berpisah untuk sementara.


To be continued ..



Sun, 23 December 2018 07.06 PM
Thu, 03 Januari 2019 05.59 PM
Bluelfairy

P E R F E C TTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang