Author Pov
Jevin yang sedari tadi diam dan terlarut membaca buku pun mendongakkan kepala saat merasa sosok yang sedari tadi ada disampingnya kini sudah tak ada,dan untuk kesekian kalinya Ia merutuki dirinya karena merasa bodoh sekali telah mengabaikan pertanyaan sederhana yang dilontarkan oleh Bru beberapa saat yang lalu.
Itulah kebiasaannya saat sedang membaca buku,Ia tak akan menjawab ataupun merespon orang lain yang dirasa menganggu konsentrasi membacanya,dan mereka akan pergi dengan jengkel karena menyesal telah bertanya padanya.
Kecuali Bru,entah kenapa Bru selalu sabar saat mendapati respon acuhnya,tapi melihat situasi yang saat ini terjadi,sepertinya Bru sudah berada diambang batas kesabarannya,karena kini gadis itu bahkan nekat pergi tanpa dirinya.
Astaga kemana dia,
Jevin memutuskan untuk menyusuri jalan yang sekiranya akan dilewati gadis itu,sudah lumayan jauh Ia menyusuri sekitar taman tapi tak juga Ia menemukan gadis itu.Je khawatir,benar-benar khawatir,dan untuk kesekian kalinya Ia kembali merutuk pada dirinya sendiri.
Saat Ia ingin berbalik untuk kembali,matanya menangkap sosok Bru namun tak terlalu jelas karena jaraknya yang lumayan jauh,Je pun memutuskan untuk menghampiri dan memastikannya,saat sudah hampir dekat dan sosok tersebut semakin jelas dipandangannya,Ia menghela nafas lega,benar saja itu Bru.Bru-nya baik-baik saja.
Saat Ia sudah beberapa langkah dihadapan Bru,Ia melihat ada yang aneh dari wajah gadis itu,dia terlihat seperti ketakutan.Kemudian matanya menangkap sosok lelaki dibelakang Bru,lelaki itu seperti tak asing baginya,dan benar,Ia mengenalnya,saat itu juga timbul rasa tak suka dan amarah dalam dirinya,ingin sekali Ia menghajar lelaki itu,tapi saat matanya menatap sosok Bru yang terdiam ketakutan,Ia pun menghampiri gadis itu dan menggenggam tangannya.
Dapat Ia rasakan gadis itu tersentak karena sentuhannya,tapi hanya sesaat untuk kemudian Ia kembali tenang,Jevin menatap mata gadis itu,terlihat sekali gadis itu ketakutan,Je mengelus tangan yang digenggamnya untuk memberi ketenangan,memberitahu pada Bru bahwa semua akan baik-baik saja.Hingga gadis itu bertanya
"Je?" suaranya bergetar,sepertinya Ia sungguh ketakutan.
"Je,i'm affraid." Lanjutnya,lirih.
"don't," Jevin mengeratkan genggamanya dan matanya beralih ke sosok lelaki dibelakang Bru yang sedari tadi menatapnya dengan dingin.
"Ada aku."
Jevin pun maju untuk melindungi gadis itu dibelakang punggungnya,genggamannya tak pernah lepas dari Bru,matanya masih terus menatap sosok lelaki yang menyebabkan Bru ketakutan.
"Well,"ucap lelaki itu,masih menatap Je dingin.
"Senang bisa bertemu denganmu lagi,Ken.Apa kabarmu hmm?"lanjutnya,tersenyum miring.
Je diam dan acuh,tapi matanya tak pernah lepas dari sosok itu,Ia sungguh ingin sekali menghajarnya jika saja tak ada Bru.
"Sepertinya kalian lupa denganku,"matanya menatap Bru yang terlihat masih ketakutan.
"Hei,Nella,It's me,Rio.I really miss you."Ucapnya sembari berjalan mendekati Je dan Bru,tapi baru selangkah Ia mendekat,Je menghentikannya.
"Go hell,"Ucapnya dan menarik Bru berjalan menjauh dari Rio,dia sudah benar-benar bersabar untuk tidak menghajar Rio beberapa saat yang lalu,dan Ia tak yakin akan mampu menahannya lebih lama lagi.
Sesampainya di halaman rumah Bru,Je mendudukan Bru dengan perlahan di kursi panjang yang ada di halaman,Ia menekuk lututnya dihadapan Bru,Ia ingin memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja.Karena sepanjang perjalanan menuju rumah,Bru hanya diam,tak seperti biasanya.
"Bru,"Ucapnya setelah beberapa saat hening.
"Aku tidak apa-apa Je,i swear." Bohong,Je tahu gadis itu berbohong.
Tapi Ia tak ingin memaksa Bru,mungkin Ia butuh ruang agar lebih tenang tanpa harus dibuntuti pertanyaan.
"Sorry,"Ucap Je,Ia melihat dahi gadis itu berkerut bingung.
"Untuk apa?kamu gak salah Je,ini-" belum selesai Ia bicara,ucapannya sudah dipotong oleh Je
"Aku mengabaikanmu,lagi."Bru terdiam,tak lama kemudian Ia tersenyum simpul.
"Aku sudah terlalu sering diabaikan Je,jadi tak apa.Yang tadi itu,aku gak marah sama kamu,aku cuma kesel aja.Sepuluh tahun aku kenal sama kamu,Je.Sosok kamu yang selalu setia jadi sahabat aku sudah cukup untuk membuat aku senang,terlepas dari kamu yang pendiam dan tuli,hahaha." Gadis itu tertawa,Je tersenyum.
"Sekarang masuk,istirahatlah."Ucap Je sembari menuntun Bru memasuki rumah,Ia mengetuk pintu,tak lama kemudian pintu terbuka dan menampilkan sosok Eyang .
"Eyang,"ucap Je menyalami Eyang,Eyang tersenyum menatapnya dan matanya beralih ke Bru.
"Ah Bru,akhirnya kamu pulang.Bru sudah makan nak,Jevin kamu sudah makan?" Jevin mengangguk sembari tersenyum tipis.
"Sudah Eyang.Eyang sendiri sudah makan?"Ucap Bru
"Sudah sayang,ayo masuk,kamu harus istirahat."
Bru mengangguk,namun tak langsung menuruti Eyangnya,
"Sebentar ya Eyang,Bru mau ngomgong sama Jevin"
"Yasudah,Eyang masuk dulu ya." Eyang meninggalkan Bru bersama Jevin.
Bru meraba dan menghadapkan tubuhnya ke arah Jevin.
"Apa lagi?"Tanya Je.
"Aku lupa,tadi aku mau bilang,terimakasih Je,terimakasih sudah mau nemenin aku hari ini,walaupun kamu cuma diam waktu aku cerita dan cuma nyogok aku pakai minuman,terimakasih."ucap gadis itu tersenyum lantas beranjak masuk ke dalam rumah dengan tongkatnya tanpa menunggu respon dari Jevin.
"Bru,"Langkahnya terhenti mendengar Jevin memanggilnya,belum sempat Ia menjawab Jevin sudah melanjutkan kata-katanya.
"Janji untuk tidur nyenyak."Lanjutnya
Itu bukan pertanyaan,tapi itu perintah.
Setelah itu Ia mendengar suara derap langkah yang menjauh,Jevin pulang.
Bru tanpa sadar tersenyum dan terdiam cukup lama sampai terdengar suara Eyang memanggilnya,menyuruhnya masuk.Ia pun masuk ke dalam rumah dengan senyuman yang masih terpatri di wajahnya.
Aish,Si Senyap itu,tengil sekali.Batinnya.
Semoga aku bisa Jevin,berjanji untuk tidur dengan nyenyak,aku takut .
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Yaudahlah ya, gak ngerti gapapa,aing nteu maksa :)
Enjoyyyyy
YOU ARE READING
Brunella
RandomMenatap dengan berbeda, melihat yang sama namun tak sewarna. Mencoba bahagia, hanya karena harus bahagia. Gadis biasa, yang membuatnya berbeda hanya karena dengan terlunta-lunta ia menapaki takdir dengan membuat warnanya sendiri.