Hari ini ibu Liyana mengunjungi Hana dan Radit kerumah mereka.
"Radit mana Han?"
Ibu Liyana bertanya kepada Hana saat melihat Hana duduk sendirian diruang tengah.
"Radit sakit ma"
"Sakit apa?"
Ibu Liyana langsung berdiri dan berjalan menuju kamar Hana dan Radit.
"Radit, Hana badan Radit panas sekali, hidungnya juga mengeluarkan darah, kita harus membawanya kerumah sakit"
"Iya ma, tadi mas Radit hanya bilang pusing"
"Sekarang kamu keluarkan mobil, kita bawa Radit kerumah sakit"
Hidung Radit masih saja mengeluarkan darah. Hana menjadi semakin tidak tenang menyetir mobil. Wajahnya sangat cemas, ia tidak sanggup menatap wajah suaminya yang lemah dan pucat. Ibu Liyana tidak kuasa menahan tangis. Hana begitu cepat melajukan mobilnya.
Jalanan semakin padat. Tapi Hana dengan lincahnya mencari celah untuk jalan. Sesekali ia menengok kebelakang. Ibu Liyana terus berdoa sambil mengganti tissue untuk penyumbat darah di hidung Radit.
"Kamu pasti kuat mas, kamu harus kuat"
Hana menarik nafas dalam-dalam. Dadanya begitu sesak, dia mencoba untuk berkosentrasi mengemudi, dia harus cepat sampai dirumah sakit.
Sesampainya dirumah sakit, dokter segera melakukan pemeriksaan. Setelah banyak melakukan pemeriksaan, Hana tidak yakin dengan diagnosa dokter. Karena dia tidak percaya Radit menderita penyakit. Hana meminta dokter untuk mengulang lagi pemeriksaan. Hasil itu tetap mendianogsa jika Radit terkena penyakit kanker darah.
Hana merasa nadinya terhenti, dia menghirup nafas dalam-dalam, tak percaya dengan apa yang dia lihat. Dokter memberikan pengobatan antibiotik dan tranfusi darah untuk melawan infeksi penyakit dan menghancurkan sel-sel leukemia dan mengganti ke sel-sel induk yang lebih sehat. Dokter menyarankan pengobatan umum yaitu kemoterapi atau terapi radiasi. Tetapi Hana menolaknya.
Tanpa perawatan, kanker biasanya berakibat kematian dalam waktu singkat. Sedangkan perawatan dapat memperpanjang kelangsungan hidup dan dapat memperbaiki kondisi pasien beberapa waktu.
Dengan menarik nafas panjang. Hana tertunduk dan menyerahkan hasil pemeriksaan kepada ibu Liyana. Ibu Liyana membaca cermat dan matanya berair.
"Ma, ini bohongkan?"
Mata Hana merah berkaca-kaca, ibu Liyana memegang kedua tangan Hana, mata mereka saling melihat satu sama lain.
"Ma, ini mimpikan? Tidak nyata "
Ibu Liyana mengalihkan pandangannya ke lantai menahan air mata yang jatuh. Ia tidak tega melihat Hana terluka lagi. Hana berjalan keluar ruangan, tapi ibu Liyana menahannya.
"Kamu yang sabar nak"
Ibu Liyana memeluk anaknya itu dengan erat.
"Mama tahu kamu sangat terluka"
"Hasilnya bohongkan ma"
"Kita serahkan saja kepada Allah. Semoga dokter dapat memberikan pengobatan yang terbaik"
"Radit itu baik-baik saja ma"
"Mama juga tidak ingin Radit sakit, tapi kenyataannya Radit itu sakit"
Hana melepas pelukan ibunya itu dan bergegas keluar dari ruangan. Ibu Liyana hanya bisa menatap Hana dari jauh. Ia merasakan kesakitan Hana yang teramat dalam itu.