1. Pencuri di tengah wilwatikta

598 11 1
                                    


Pagi  yang  sibuk  di  Ibu  kota  Kerajaan  Majapahit, 

Wilwatikta.  Orang‐orang  berlalu  lalang  di  jalanan  yang 

hendak  berdagang  dan  mulai  menawarkan 

dagangannya.  Jalanan  pasar  yang  begitu  ramai 

memperlihatkan kesIbukan mereka. Ada yang berteriak‐teriak 

menawarkan  daging  dan  ikan‐ikan  segar,  kain‐kain  sutra  yang 

mahal, ada yang menawarkan hasil kebun dan

sawah mereka, dan  ada  pula  yang  menawarkan  barang‐barang  gerabah 

mereka.   Seorang  pemuda  berwajah  cantik  tampak  berjalan  pelan 

sambil  menimang‐nimang  kantung  uangnya  dan  menjinjing 

sekantung  beras.  Kantung  itu  terlihat  tidak  berat.  Matanya 

yang  bulat  berputar‐putar  melihat  dagangan  para  pedagang 

dengan  gembiranya.  Tiba‐tiba  matanya  berhenti  pada  satu 

benda yang  berderet  rapi  di  sebuah  meja  seorang  pedagang. 

Bibir  merahnya  menyunggingkan  senyum  tipis  yang  manis 

ketika  melihat  sebuah  tusuk  konde  cantik  berwarna  biru 

kehijauan yang berukir.

"Kau  mau  ini,  anak  muda?"  si  pedagang  yang  cekatan 

melihat  reaksi  pemuda  ini  tersenyum  sambil  mengacungkan 

tusuk konde tersebut.

"Cantik sekali ..., " gumamnya.

"Ini  tidak  mahal.  Hanya  ...  Heiii!  Kau  tidak  jadi 

membelinya?" 

Pedagang  itu  berteriak  ketika  si  pemuda  tidak 

menggubris  aksinya  yang  menawarkan  dagangannya.  

Senyum  ramahnya  serta  merta  hilang  bergantikan  cemberut 

di  bibirnya  ketika  melihat  pemuda  ini  mengurungkan  niatnya 

mendekati penjual hiasan kepala tersebut.  

Sementara  si  pemuda yang  melenggang  pergi  hanya 

membatin  "Itu  pasti  sangat  mahal,"  pikirnya.  Baru  saja  dia 

beranjak  dari  hadapan  penjual  hiasan  kepala  itu,  seseorang 

menabraknya  dan  membuat  kantung  berasnya  terjatuh 

berserakan di jalan.

"Ohhh ... berasku .... "  

Pemuda  cantik  itu  segera  memunguti  butiran‐butiran 

beras  yang  terjatuh  berserakan.  Tetapi  tangannya  terhenti 

ketika  sebuah kaki  sudah  menginjak‐injak  beras  yang 

berserakan  itu.  Kepalanya  mendongak  dan  melihat  seorang 

pemuda  berpakaian  pelajar  sedang  sempoyongan  karena 

mabuk. Pemuda ini menarik nafas panjang dan berdiri.

"Maaf  tuan  muda,  itu  adalah  beras  saya.  Jadi  mohon 

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 06, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Cinta Di Langit MajapahitWhere stories live. Discover now