Suasana begitu meriah hari ini. Jamuan diadakan guna merayakan pernikahan seorang Raja Altair yang begitu disegani oleh banyak Kerajaan besar. Terlebih sang istri merupakan putri mendiang Raja Lucian yang cukup ditakuti.
Bukan rahasia lagi jika kematian Raja Lucian menjadi konsumsi heboh sampai detik ini. Banyak yang mengatakan Raja Lucian saat itu diserang oleh Kerajaan Wings, berhubung kedua Kerajaan ini tidak pernah akur, maka orang-orang menganggapnya begitu. Pernikahan dengan Raja Delano membuat khalayak mengasumsikan jika tali ikatan ini dibuat untuk menopang Kerajaan Lucian dengan tujuan melawan Kerajaan Wings.
Berita ini membuat Thanasa begitu murka, mendecih dengan isu yang berhasil disebar oleh Delano. Benar-benar licik. Andai saja jika segelintir orang itu tahu kalau yang membunuh Ayahnya adalah suaminya sendiri saat ini.
"Putri, para petinggi dan Raja-Raja menunggu kemunculan mu diperjamuan."
Membuka mata usai menenangkan diri dari beberapa menit yang lalu, Thanasa bangkit dan digiring oleh Xenya ke perjamuan.
Mereka yang mengikuti selebrasi terlihat sangat menikmati acara yang disediakan. Begitu pengantin wanita memasuki ruangan, semuanya terpesona.
Cantik, sangat cantik.
Anggun menapaki lantai, pergerakan Thanasa tak lepas dari pandangan semua orang. Begitu sampai disinggasana, ia duduk disamping Delano.
Saat melewati Tristan tadi, ulu hatinya teriris. Menampik itu jauh-jauh, ia bersikeras memantapkan perasaan untuk tidak goyah dan bersumpah tidak akan meneteskan air mata. Apalagi untuk mereka yang berkhianat. Tidak ada ampun.
Tujuan wanita itu sangat jelas.
Balas dendam.
"Yang mulia, tidak disangka rumor Putri Thanasa yang cantik bagai bidadari itu memang benar adanya. Bahkan sangat cantik. Anda beruntung memiliki istri secantik Putri Thanasa." Pernyataan dari Raja Grey tampak disetujui oleh yang lain. Mereka ikut memuji dan tertawa gembira.
Melihat tampang para pria itu membuat Thanasa muak. Dasar penjilat. Walau mereka tulus mengatakan Thanasa cantik, sesungguhnya mereka tidak lebih dari penjilat. Thanasa paham betul mereka hanya mencari perhatian dari Delano untuk menjalin aliansi.
Senyum indah sebisa yang Thanasa pamerkan, ia mulai angkat suara. "Hamba tidak berani, kalian terlalu melebih-lebihkan. Pada awalnya saya cuma gadis biasa-biasa saja."
Tristan memperhatikan seluk beluk ekspresi adiknya, tentu saja laki-laki itu sangat tahu kapan ketika Thanasa jujur, berbohong atau berpura-pura. Seperti sekarang, senyum Thanasa itu palsu.
"Selain cantik, ternyata Putri Thanasa juga sangat rendah hati. Benar-benar beruntung Raja Delano memilikinya."
"Ya kalian semua sangat benar, aku sangat beruntung memiliki dia sebagai istri ku."
Omong kosong. Thanasa mengumpat dalam hati. Rasanya ingin sekali mulut manis Delano ia sobek. Gerah, sangat gerah mendengar tuturan sang suami barusan.
Diujung sana, Raja Mos Cov memandang Thanasa dengan begitu haus. Arak demi arak tersuguhkan melewati kerongkongannya. Panas sekali.
***
Rakyat bersorak sorai dibawah sana, Delano dan beberapa tamu pentingnya berdiri diatas balkon yang langsung mengarah alun-alun. Lapangan khusus yang dibangun untuk menghadirkan rakyat berkontribusi dalam kegiatan Kerajaan.
"Hari ini, dengan sangat bangga aku mengumumkan penobatan Ratu Altair atas perintah Baginda Raja Delano akan dimulai!" Zurich, penasehat Kerajaan Altair berbicara dengan lantang dan tegas. Ia juga merupakan salah satu tangan kanan Delano.
Tambah riuh kala ucapan Zurich selesai. Sudah lama Altair tidak mempunyai seorang Ratu, wajar jika rakyat begitu bahagia mendengar kursi Ratu yang kosong akan segera di isi.
"Kepada semua rakyat Altair, kalian akan menjadi saksi dalam penobatan Yang mulia Ratu. Maka dengan ini, penobatan akan dimulai!"
Thanasa menuju balkon melihat ke bawah. Ribuan rakyat menaruh harapan yang besar untuk dirinya. Sayang mereka tidak tahu jika Thanasa tidak berminat sama sekali menjadi Ratu.
Mahkota di bawa oleh seorang pelayan, benda yang dihiasi berlian tersebut sangat memukau. Delano mulai mengangkat dan memasangkannya kepada Thanasa. Lagi-lagi Thanasa hanya bisa menahan emosi, menundukkan kepala dihadapan Delano, hukumnya adalah haram.
Terpasang, si gadis menegakkan kembali kepalanya. Terdiam sejenak, lalu mulai berbicara.
"Aku, Ratu Altair. Thanasa Altair dari Kerajaan Lucian, hari ini... aku adalah Ratu Altair dan Ratu kalian. Mulai hari ini, aku berjanji akan selalu mendampingi Raja Delano ikut membangun Altair."
Aura keratuan Thanasa keluar. Sangat tegas dan berwibawa. Kian berdecak kagum, suara rakyat semakin huru-hara.
***
Kembali keperjamuan, Delano tampak asik disana.
Sedangkan Thanasa, ia berdiri dibelakang Kerajaan Altair menangisi penderitaan. Xenya sempat menemani gadis itu, namun Thanasa mengusir dan bilang hanya ingin sendiri.
"Ayah, maafkan aku." Mengutuk, Thanasa kecewa. Dia sudah berjanji tidak akan menangis, nyatanya tidak seperti itu.
"Putri, kau dan Delano tampak tidak semesra yang terlihat. Aku menerka-nerka ada apa sebenarnya dengan hubungan kalian." Suara bariton dibelakang langsung memalingkan tatapan Thanasa.
Raja Mos Cov.
Lancang sekali pria itu berani memanggilnya dengan kedua tangan yang menyilang, seolah-olah dia bukan siapa-siapa.
Mos Cov mendekati Thanasa yang tidak bergeming dari tempatnya. Sesungguhnya Thanasa tidak bisa berpikir jernih untuk sekarang. Begitu terlarut kesedihan hingga sadar senyuman jahat Mos Cov mengembang. Lalu...
Sreet
Baju Thanasa ditarik sampai robek.
"Jahanam, apa yang kau lakukan!"
Plaak
Tamparan Thanasa memicu Mos Cov kian berani berbuat lebih. Ia merampas kasar mahkota Thanasa membuang kesembarangan arah hingga rambut sang Putri terurai berantakan. Kemudian bajunya dibuka paksa. Thanasa mencoba melawan dan berteriak untuk melepaskan dirinya. Mos Cov seperti setan, tidak peduli dengan penolakan Thanasa, pria itu mulai merobek balutan pakaian Thanasa.
"Aku ingin lihat apakah Delano sikeparat itu masih mau menerima dirimu hasil bekasan dari ku hahaha." Tangan Thanasa dipelintir ke belakang, Mos Cov mencium aroma rambut Thanasa. Wangi, sangat wangi. Mos Cov makin kacau dan tambah liar.
Tercium bau minuman dari tubuh pria itu, Thanasa mual dan disaat yang sama ia sangat takut.
"Lepaskan! Brengsek!" Cairan bening menetes terus. Sambil sumpah serapah, gadis itu tidak terima dengan kehidupan malangnya.
Criiit
Cipratan darah menyeruak membasahi gaun Thanasa dan rumput.
"Bajingan!"
Delano menghunuskan pedangnya berkali-kali ke punggung Mos Cov, pria itu jatuh tak sadarkan diri. Delano tidak berhenti, ia membabi buta menusukkan pedang terus-menerus ke arah Mos Cov yang diyakini sudah tidak bernyawa.
Pemandangan ngeri itu disaksikan oleh banyak orang, banyak Raja yang ketakutan melihat adegan yang berlangsung tersebut.
Pengawal Kerajaan Mos Cov datang. Arnold dan Tristan mencegat aksi Delano, pria itu brutal.
Menyapu pandangan semua orang, memperhatikan mata mereka satu-persatu.
"Ku peringati kalian semua, jika ada yang berani mengganggu Ratu Altair. Kalian akan menerima akibat yang lebih kejam dari ini!" Tegas Delano menciptakan barier ketakutan.
Menghampiri Thanasa yang menangis tersedu-sedu, agak kecewa ketika Thanasa menolak.
"Pergi! Pergi! Dasar brengsek, lepaskan aku!"
"Ini aku. Hei!"
Menyadari kehadiran Delano, entah kenapa membuat Thanasa lega dan langsung menghamburkan diri dalam pelukan Raja Altair itu.
Delano menggendong Thanasa menuju kamar mereka.
"Bubarkan acaranya."
"Baik Yang mulia."
***