Sore itu...
Raffa tiba-tiba datang ke rumah untuk mengajakku berkeliling komplek. Alasannya hanya satu, ia bosan. Begitu katanya.Aku mengiyakan saja ucapan Raffa. Karena akupun merasakan bosan yang tiba-tiba melanda.
Setelah meminta izin kepada raffa untuk bersiap sebentar, aku akhirnya keluar kamar dengan pakaian yang sudah rapi dan tas rajut yang ku sampirkan di pundak. Kemudian menggampiri Raffa yang sedang duduk di sofa ruang tamu sambil berbincang dengan mama. Raffa memang sudah akrab dengan keluargaku.
"Yuk Raf!" ajakku ketika sudah dekat.
Raffa menengokkan kepalanya kearah dimana aku berdiri. Kepalanya mengangguk lantas berdiri, lalu berjalan keluar rumah setelah berpamitan kepada mama.
Setelah sampai di halaman depan, aku segera menaiki ducati biru yang sudah siap dikemudikan raffa, kami akhirnya mulai berkeliling komplek.
Ngomong-ngomong soal raffa, dia adalah temanku. Bisa dibilang teman dekat, karena memang begitu faktanya. Awalnya, kami bertemu tak sengaja saat Masa Orientasi Siswa di SMP. Aku tak mengira pertemuan itu membawa kami sampai sedekat ini sekarang. Bahkan, SMA kami sama dan selalu berada dikelas yang sama.
Raffa berdekhem singkat,membuatku tersadar saat sedang melamun. Raut wajahnya berubah seketika. Aku tahu, mungkin saat ini raffa sedang punya masalah. Selalu seperti ini.
"Raf?" panggilku sedikit kencang agar raffa bisa mendengar dengan jelas.
"Hmm," gumamnya.
"Lo lagi ada masalah, ya?" Aku kembali bersuara. Terdengar Raffa menarik nafas panjang. "Nay, lo tahu apa yang membuat gue kayak gini." ucap Raffa terdengar lelah.
Aku mengerutkan dahi, tak mengerti dengan ucapannya barusan.
"Lo, berantem lagi sama om Rehan?" tanyaku
Raffa kembali menarik napas panjang. Terdengar ia seperti sudah begitu lelah.
"Bukan," balasnya
"Ya terus?" tanyaku tak sabaran
"Lo yakin, belum bisa ngelupain dia, Nay?"
Aku terdiam mendengar ucapan Raffa. Kenapa Raffa tiba-tiba bertanya soal itu padaku?
"Ke-kenapa lo tanya itu, Raf?" tanyaku terbata
"Kalo gue bilang gue suka lo, gimana, Nay?"
Aku kaget bukan main mendengar ucapan Raffa. Aku terdiam, memilih tak menjawab pertanyaan Raffa. Setelahnya, kami hanya menikmati perjalanan sambil berkutat dengan pikiran masing-masing.
🌧🌧🌧
Setelah diantar pulang kembali oleh raffa, aku segera pergi ke kamar. Membersihkan badan dan setelahnya siap membantu mama didapur. Sudah sejak SMP aku melakukan ini. Kata mama, hitung-hitung belajar kalau-kalau nanti ngekos saat masuk ke universitas. Aku mengiyakan saja. Toh, aku juga ingin mandiri.
Aku memotong-motong sayuran. Menu makan hari ini adalah capcai. Salah satu makanan favorite-ku.
Ketika sedang memotong wortel agar ukurannya menjadi lebih kecil, aku tiba-tiba terdiam. kembali teringat ucapan Raffa tadi sore.
Aku tak menyangka Raffa akan mengucapkan itu padaku. Pasalnya, ketika seperti tadi , biasanya Raffa bertengkar dengan ayahnya.
Raffa sering bercerita perihal masalah seperti itu padaku. Bahkan terkadang aku sampai bosan mendengarnya.
Tapi, Raffa adalah orang yang selalu ada saat aku dalam titik terlemah. Saat aku punya banyak masalah yang tak bisa dipahami orang lain, dia langsung memahami yang kurasa. Jadi, tidakkah aku salah jika merasa heran bercampur geli ketika tiba-tiba Raffa bicara dia menyukaiku? benar-benar tidak masuk akal.
"Nay," tepukkan di bahuku membuat aku tersadar. Ya tuhan, ternyata sejak tadi aku melamun. "Kamu kenapa? Ada masalah?" tanya mama.
"Eh, enggak kok ma, Naya gak papa" jawabku menjadi sedikit salah tingkah.
"Kalo gitu, cepetan motong wortelnya, keburu malem," ucap mama. Aku mengangguk, kemudian kembali berkutat memotong-motong wortel yang sempat tertunda.
🌧🌧🌧
Setelah selesai membantu mama memasak dan dilanjut dengan makan malam, aku duduk di sofa ruang TV. Menyaksikan acara kartun anak kecil yang juga aku gemari. Tidak salah, bukan?
Ketika sedang asyik-asyiknya menonton TV. Tiba-tiba Handpone-ku berbunyi. Aku segera mengambilnya dan mendapati pesan dari Raffa.
Raffa~
Nay, lupain aja ucapan gue tadi sore, ya.
Maaf kalo gue lancang.Aku membaca pesan itu berulang kali. Kemudian mengetikkan balasan untuk Raffa.
Ranaya~
Eh, iya Raf, gapapa.
Gue juga gak nganggep perkataan lo serius, kok.
Mana mungkin kan lo suka sama gue, HahaJelas, itu adalah sebuah kebohongan besar. Bagaimana bisa aku tak menghiraukan itu. Ucapan Raffa selalu melintas di otak-ku seperti kaset rusak. Seingatku, tadi dia juga mengucapkannya secara frontal dan tak ada tanda-tanda dia sedang bercanda.
Aku mematikan handphone tanpa melihat balasan Raffa. Kemudian beranjak mematikan TV dan segera masuk ke dalam kamar.
Aku butuh istirahat untuk bisa menenangkan fikiranku. Semoga saja ketika aku bangun besok pagi aku melupakan semuanya seperti apa yang Raffa katakan di chat tadi.
🌧🌧🌧
Alohaaa..
Ketemu lagi sama jodohnya Sutan Zico xDBtw, selamat bertemu dengan Raffa^^
Di cerita ini, setiap part gak lebih dari 700-800 kata. Aku sengaja, biar enjoy bacanya:)
Jangan lupa vote + komen!
Semoga suka:))
Love,
Frdh_sn❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Angan di bawah Hujan
Teen FictionAda tiga alasan yang membuatku sulit menyukai orang lain. 1. Aku masih menunggu dia. 2. Aku masih berharap dia kembali. 3. Aku masih tak bisa membuka hati. Ya, hampir semuanya tentang dia. Karena sejatinya, aku belum bisa melupakan sosok yang pernah...