Bab 8

4.1K 802 283
                                    

Jangan jadi pembenci orang lain jika dirimu sendiri jauh dari kata sempurna.

"Duh, tungguin dong. Jangan cepet-cepet jalannya," seru Zee di belakang Rafif saat mereka baru tiba di rumah laki-laki itu.

Langkah kakinya yang jauh lebih pendek dari pada Rafif membuatnya kesusahan untuk menyeimbangi langkah besar itu. Zee sangat tahu mereka sudah terlambat untuk acara berbuka puasa bersama. Karena siapa yang bisa nembak ternyata perjalanan dari rumah Zee ke rumah Rafif waktu-waktu menjelang berbuka puasa menjadi sangat ramai.

Ditambah lagi Zee memang harus menunggu ibunya kembali lebih dulu baru mereka bisa berangkat pergi. Sehingga itulah mengapa mereka baru sampai sekitar 15 menit setelah adzan magrib berkumandang.

"Assalamu'alaikum," salam Zee ragu-ragu.

Sosok Rafif entah sudah menghilang ke mana, hingga dia tinggal sendirian di sini. Namun yang Zee khawatirkan,  dia tidak benar-benar sendiri malam ini. Karena dari penglihatannya, mobil-mobil mewah yang berjajar rapi di halaman rumah besar ini menandakan bila banyak sekali tamu yang datang. Dan sudah pasti semuanya sedang berbuka puasa bersama di dalam.

Sebelum melangkah masuk perlahan-lahan pandangannya dia larikan ke arah pakaiannya saat ini. Jujur dia menyesal melepaskan kebaya yang dia pakai tadi pagi. Tahu jika ramai seperti ini, Zee pasti akan jauh lebih totalitas dalam penampilannya.

Namun karena sudah kecewa bercampur jengkel dan kesal, akhirnya hanya pakaian sederhana ini yang Zee kenakan.

"Woi, masuk," seru Rafif dengan segelas teh hangat di tangannya. Laki-laki itu terlihat bingung menanggapi gerak gerik Zee yang tidak juga melangkah untuk masuk.

"Lo mau jadi penunggu pintu terus?" Serunya lagi sambil mendekati.

Saat keduanya sudah saling berhadapan, seorang perempuan yang terlihat baru keluar dari kamar mandi tamu membuat Rafif dan Zee melirik secara bersamaan.

Tidak hanya Zee yang menatapnya kaget, namun juga Rafif melakukan hal yang sama. Apalagi saat manik mata itu langsung dia kenali pernah dia tatap sebelumnya. Hingga otaknya dipaksa untuk bekerja keras mengingat kapan dia melihat manik mata hitam gelap dengan tatapan tajam tersebut.

"Asif," ucapnya pelan, kemudian berlalu menuju ruang makan di mana semua orang tengah berkumpul

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Asif," ucapnya pelan, kemudian berlalu menuju ruang makan di mana semua orang tengah berkumpul.

"Eh, itu kakak lo?" tanya Zee ke arah Rafif yang masih terpukau. "Kok kayak teroris," sambungnya tanpa dipikirkan terlebih dahulu.

Namun sayangnya Rafif tidak menanggapi. Karena dia sendiri baru sadar, bukan hanya keluarganya yang berkumpul pada malam ini. Ada orang lain yang terlewat dari penglihatannya.

Apakah semua ini karena dia terlalu fokus atas rasa kesalnya terhadap Zee?

"Eh, eh... kok ditinggalin lagi? Boleh masuk enggak nih?" tanya Zee kembali namun sama sekali tidak dijawab oleh Rafif.

Imam Pilihan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang