Mungkin jika dapat digambarkan, hanya ketegangan saja yang terjadi di meja makan ini. Mr. Collins dan Mrs. Collins sebisa mereka memancing kesenangan pada si tamu terhormat. Keduanya mencoba mengangkat topik ladang, gereja, uang, kuda, hingga membicarakan Ratu, namun Sebastian hanya memainkan pisau dan serbetnya tanpa menanggapi sama sekali. Henry masuk ke dalam ruangan dan merasakan kecanggungan yang luar biasa antara si tamu dan kedua orang tuanya.
"Di mana Isabella?" ujar Henry. Ia menaruh beberapa potong babi panggang di piring Sebastian.
"Aku di sini, aku datang." Isabella berlari memasuki ruang makan, namun menghentikan langkah saat Sebastian menatapnya dengan tatapan yang sama saat ia meninggalkannya malam tadi. Ia menarik kursi dan duduk berhadapan dengan Sebastian, namun tidak seperti biasanya, kali ini ia bahkan tidak menyapanya untuk sekedar basa-basi di pagi hari.
"Sangat membahagiakan melihat kalian berdua dapat duduk bersama seperti ini." Paman Louis tersenyum selagi pelayannya memasangkan serbet di lehernya, "bisakah kita membahas mengenai pertunangan kalian terlebih dahulu?"
"Ku rasa tidak, ayah" cegah Henry memahami kondisi di antara Isabella dan Sebastian.
"Oh anakku, tapi aku mendengar bahwa kau sudah meminta persetujuan Ratu akan pertunanganmu? Apa itu benar, Sebastian?"
"Ayah." Henry melirik Isabella, Sebastian, lalu kembali menatap ayahnya, "Suasananya sangat tidak mendukung. Ku harap kita bisa membahasnya lain waktu."
"Tidak apa, Mr. Collins. Aku masih bersedia membahasnya di jamuan makan pagimu." Akhirnya Sebastian membuka mulut, "Aku sangat berterima kasih atas penginapan yang Anda berikan padaku malam ini, dan untuk jamuan makan paginya ini sangat lezat." Paman Louis mengangguk semangat, setidaknya ia bisa mengajak si tuan muda ini berbicara setelah cukup lama mendiamkannya.
"Kekurangannya adalah aku tidak menyukai kamar yang kau pinjamkan untukku, kau tahu catnya begitu gelap, warna tirai hijau di mana hijau adalah warna yang aku benci dan halaman belakang rumahmu yang tidak terlalu luas."
"Sangat sempit." Imbuh William
"Ya, tapi anakmu yang bilang seperti itu Mr. Collins." Sebastian menepuk pundak William beberapa kali sebelum kembali pada pisau dan serbetnya, "sisanya, aku merasa terhormat bisa tinggal di Northingham Manor, Mr. Collins. Meskipun hanya semalam."
"Lalu bagaimana dengan orang-orangnya, Mr. Foster?"
Sebastian mencicipi teh yang baru saja di taruh Isabella di hadapannya, "Pelayanmu? Atau keponakanmu?"
"Mengapa tidak keduanya? Kritikmu akan membangun. Kami akan membenahi bila kau merasa tidak senang." Mrs. Collins tersenyum.
"Bibi kau tidak harus membenahi hanya untuk membuat orang ini senang." Kata Isabella memotong saat Sebastian baru saja akan menjawab. Pria itu langsung menutup mulut dan memberikan senyuman kepada Bibi Kate, Paman Louis dan tentunya Isabella.
"Aku bahkan tidak sabar untuk membawa Isabella ke Angerwood." Isabella mengernyitkan dahi dan menggeleng.
"Aku lebih suka Northingham Manor." Ketus Isabella
"Hanya karena kau belum pernah mengunjunginya."
"Maka lebih baik tidak."
"Itu akan menjadi rumahmu kelak, aku tidak menyukai penolakan semacam ini." Para pelayan yang mengantarkan makanan memutus perdebatan keduanya. Isabella bingung mengapa pria ini senang sekali menghancurkan hari seseorang, bahkan ia jauh lebih menyebalkan dari Henry. Ia tidak dapat ditandingi oleh siapa pun dalam perihal itu. Seorang pelayan wanita menghampiri Paman Louis dan menyerahkan satu surat yang langsung dibaca oleh si penerima.
KAMU SEDANG MEMBACA
Isabella and The Duke (On Hold)
Historical FictionIsabella Collins; Seorang wanita yang mandiri, periang, dan cukup beruntung bagi seseorang yang hidup pada masa industrialisasi Inggris. 1863 bukanlah tahun yang baik kecuali karena ia dipertemukan kembali dengan keluarga terhormatnya dan hidup dala...