Bibi Shin terlihat gelisah sambil terus mondar-mandir kesana kemari di ruang keluarga, perasaannya belum bisa tenang semenjak Yerin pergi secara tiba-tiba dari rumah setelah membuka paketan yang ia berikan. Bibi Shin tak mengerti apa yang salah dengan isi dari paketan itu, yang kemudian membuat Yerin sontak melesat pergi tanpa menghiraukan panggilannya.
Taehyung baru saja datang beberapa menit yang lalu dan pria itu langsung masuk ke kamarnya seperti biasa tanpa bertanya apa Yerin ada di rumah atau tidak. Ya, memang seperti itu biasanya, dan itu tak membuat Bibi Shin heran sama sekali. Tapi sekarang situasinya berbeda, Yerin pergi dari rumah.
Bibi Shin hanya menatap kearah kamar Taehyung dilantai dua, berharap tuannya itu turun dan menanyakan apa Yerin ada dirumah? Apa Yerin sudah makan? Atau... Apa Yerin sekarang baik-baik saja? Ya, meski sepertinya mustahil tapi Bibi Shin sangat menantikan momen itu, terlebih malam ini.
Namun satu jam berlalu tidak ada tanda-tanda Taehyung akan keluar dari kamarnya, dilantai dua sana nampak sepi seolah tanpa penghuni karena Taehyung tetap berada dalam kamarnya. Sudah masuk jam makan malam, biasanya Taehyung keluar untuk makan malam bersama Yerin, tapi kali ini Taehyung belum juga keluar.
Merasa tak sabar, akhirnya Bibi Shin memutuskan untuk menghampiri kamar Taehyung. Seperkian detik wanitu separuh baya itu hanya diam menghadap pintu dihadapannya, meski dengan sedikit ragu akhirnya Bibi Shin mengetuk pintu itu dua kali. Taehyung langsung keluar dari balik pintu kamar itu setelah bunyi ketukan pintu itu terdengar mengusiknya yang tengah menata rambut. Taehyung baru selesai mandi.
"Ada apa, Bibi? Makan malamnya pasti sudah siap, ya?" Taehyung tersenyum kemudian menutup pintunya sebelum ia melangkah pergi. "Ayo, Bibi. Aku sudah lapar."
Dalam langkah mereka menuruni tangga, Taehyung nampak santai berjalan mendahului Bibi Shin yang tak bisa sedikit saja menyembunyikan wajah cemasnya, tapi bodohnya Taehyung justru tak sadar akan hal itu.
Taehyung menatap dapur yang nampak kosong, tak ada sosok Yerin yang biasanya berdiri diseberang meja, atau tengah sibuk mengangkat masakannya dari wajan. Di meja itu juga hanya ada semangkuk sup ayam, sepiring kimchi dan juga nasi. Bibi Shin memasaknya dengan buru-buru tadi, tak ada menu lain.
"Yerin-ssi belum pulang bekerja?" tanya Taehyung sambil menarik kursi makannya, kemudian duduk disana.
"Nyonya—"
"Tak apa. Aku lapar, sup ayam pun tidak masalah."
"Nyonya belum pulang, Tuan." Jelas Bibi Shin.
"Ya, aku tau."
Bibi Shin menarik napasnya, sebenarnya gemas dengan dirinya sendiri yang tak bisa berbicara dengan benar. "Sebenarnya tadi nyonya sudah pulang, namun ia pergi secara tiba-tiba setelah membuka sebuah paket yang aku berikan."
"Paket? Paket apa?"
"Aku tidak tau pasti, tapi paket itu aku terima siang hari ini. Kotaknya berukuran kecil, ah tapi tidak juga terlalu kecil. Nyonya pergi begitu saja setelah melihat isi dari paket kiriman itu, hingga detik ini nyonya belum juga pulang. Aku sudah mencoba menelponnya, tapi nomornya tidak bisa dihubungi."
Taehyung terdiam, nampak tengah mencerna apa yang baru saja bibi Shin katakan.
"Tuan, bukankah akan lebih baik jika Tuan, ah tidak, maksudku kita pergi untuk mencari nyonya? Aku sangat mengkhawatirkannya. Tidak baik wanita hamil keluar pada waktu malam hari seperti ini, akan sangat berbahaya untuknya, Tuan."
Taehyung mengurungkan niatnya untuk mengambil sumpit untuk kemudian memakan makanan itu. Ia justru melirik jam dinding di ruangan tengah, perasaannya ikut berubah cemas ketika melihat jarum jam menunjukkan pukul sembilan malam.
"Aku akan mencarinya, Bibi tunggu saja disini. Aku akan menghubungi Bibi jika terjadi sesuatu."
"Ah, satu lagi, ku mohon jangan katakan pada anggota keluarga siapapun tentang masalah ini, aku tidak ingin mereka khawatir dan berpikiran yang tidak-tidak."
"Baik Tuan."
Taehyung mengangguk, kemudian memutar tubuhnya berniat untuk pergi namun bibi Shin menahannya.
"Ta-tapi tunggu sebentar, Tuan."
Taehyung menoleh untuk mendengarkan apa yang ingin bibi Shin katakan.
"Karena nyonya langsung pergi begitu saja setelah melihat paketan itu, mungkin Tuan bisa mencari nyonya ke tempat jasa pengiriman barang di wilayah ini atau kalau tidak, mungkin ke suatu tempat rahasia, yang mungkin, Tuan tau dimana itu. Semoga nyonya segera ditemukan." Jelas bibi Shin tersenggal-senggal karena terlalu gugup dan takut mengungkapkan pendapatnya pada Taehyung.
"Ya, Bi. Terima kasih." Setelah itu Taehyung langsung melesat pergi, setelah sebelumnya ia lebih dulu mengambil mantelnya di kamar untuk melindunginya dari hawa malam yang mulai dingin.
***
Jung Yerin tertunduk lesu menyusuri jalanan setelah keluar dari tempat jasa pengiriman barang di daerahnya. Di paket itu tertulis dari jasa pengiriman mana barang itu dikirim, ia langsung mencari tahu dengan mendatangi tempatnya tapi pegawai disana bilang kalau mereka hanya menerima paket itu dari cabang daerah lain untuk mengirimnya langsung ke alamat Yerin. Mereka juga memberikan alamat tempat pengiriman itu. Jika Yerin ingin tahu siapa pengirimnya, maka ia harus mendatangi tempat itu.
Ia sudah mencoba menghubungi nomor ponsel yang tertera dibungkus coklat paket itu berulang kali, namun nomor itu tidak aktif. Yerin tidak menyerah sampai disitu, ia bertekad untuk mengunjungi tempat pengiriman barang dari cabang desa Yeonshipri dipinggiran kota Seoul untuk mencari tahu siapa orang yang sudah mengirim paket itu. Ia harus menaiki bus kurang lebih satu jam untuk sampai kesana.
Ia terkejut bukan main ketika membuka isi paket itu yang berisi kalung milik ibunya. Kalung itu disimpan oleh ayahnya semenjak ibunya meninggal, sempat diberikan padanya ketika ia berulang tahun ketujuh belas namun kalung itu hilang ketika ayahnya pergi delapan tahun silam. Kemungkinan besar kalung itu ada pada ayahnya. Namun malam itu, kalung itu ada padanya. Hal pertama yang ia pikirkan ketika melihat kalung itu adalah ayahnya, ia sangat yakin bahwa yang mengirim kalung itu adalah ayahnya, tak mungkin orang lain karena memang hanya ayahnyalah yang menyimpan kalung berinisal 'JR' milik ibunya itu.
Yerin menangis lagi menatap kalung itu, tak ada yang berubah dari kalung itu sejak terakhir kali ia melihatnya beberapa tahun silam, masih sama persis cantiknya.
"Appa, aku tau ini kau, tapi kenapa kau malah bersembunyi dariku?"
"Bogoshippeoyo, Appa... ( aku merindukanmu, ayah)"
Yerin mengusap air mata yang mengalir membentuk sungai kecil dipipinya sebelum ia menaiki bus tujuan Yeonshipri yang baru saja tiba. Sepanjang perjalanan ia hanya menangis merasakan kerinduan yang teramat dalam kepada ayahnya, ia hanya berharap besar agar dapat bertemu dengan ayahnya setelah ia mencari tau alamatnya. Ia juga sesekali masih berusaha menelpon nomor itu, meski tak pernah sekalipun aktif.
Ketika bus itu sampai di desa Yeonshipri, ia harus kembali berjalan kaki untuk menuju tempat itu. Rasa pegal dikakinya tak mengurungkan sedikitpun niatnya, ia terus saja berjalan lurus menyusuri trotoar jalan. Ia sempat bertanya kepada orang yang berpapasan dengannya tentang dimana tempat jasa pengiriman barang itu, dan perempuan yang saat itu menggendong satu orang bayi itu dengan baik mau mengantarnya hingga kesana.