24. Air Mata Berlinang

1.4K 250 11
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



•••


  Mingyu menangis dengan keras. Kedua tangannya bergetar. Lututnya goyah. Dia hanya bisa terduduk sambil menangis. Isakannya memenuhi ruangan, membuat Dokyeom, Hoshi, dan Yoora juga ikut menangis.

  "Kenapa...?" tanyanya sambil terisak. Dia menjambak rambutnya sendiri. Air matanya mengalir sangat deras. Tak pernah Mingyu menangis sekeras ini seumur hidupnya.

  Dia tak percaya dia telah membunuh sahabatnya sendiri. Dia memegang tangan Wonwoo sambil terisak-isak.

  "Maafin gue..." lirihnya pilu.

  Dokyeom berlutut di samping Mingyu. Dia memegang bahu Mingyu, lalu menepuknya pelan. Dokyeom menghapus air matanya sendiri. Wonwoo juga sahabatnya. Tak mungkin Dokyeom tidak merasa sedih.

  "Relain dia, Gyu," kata Dokyeom. "Kita harus tetap bergerak."

  Mingyu menghapus air matanya. Dia kemudian bangkit dibantu oleh Dokyeom. Hoshi dan Yoora berjalan lebih dulu, disusul oleh Dokyeom.

  Mingyu memandang jasad Wonwoo untuk terakhir kali. Kemudian, dengan tatapan kosong, Mingyu mengikuti Dokyeom.

"Kata Wonwoo, boneka itu punya pola," kata Dokyeom. "Kalo tadi dia di lantai atas, kemungkinan sekarang dia lagi ada di lantai bawah."

Mingyu diam saja.

"Masalahnya, kita gak tau dia ada di bagian mana sekarang," kata Hoshi.

"Mending kita ke sayap kiri aja," usul Yoora. "Kalo tadi dia di lantai atas, berarti sekarang dia baru menjelajah lantai bawah bagian kanan."

Mereka memutuskan untuk pergi ke sayap kiri. Sejauh ini tak ada bunyi statik. Mereka terus berjalan. Mingyu berjalan di paling belakang. Tatapannya kosong. Dia masih berduka atas kepergian Wonwoo.

"Eh tunggu bentar," kata Dokyeom. Mereka semua menghentikan langkah. "Gue kok punya pemikiran aneh, ya?"

"Apaan?" tanya Yoora.

"Kan boneka itu udah tau tadi Wonwoo ngikutin dia," kata Dokyeom. "Dia gak mungkin ngerubah polanya kan?"

Semua langsung terdiam.

"Anjir, tumben lo pinter!" kata Hoshi. "Bisa gawat kalo dia beneran ngerubah polanya."

Tanpa mereka sadari, ada sesuatu yang mengikuti mereka.

"Yaudah, kita terus aja lah," kata Yoora, berusaha untuk berpikir positif.

Tiba-tiba, terdengar bunyi statik dari hp Mingyu dan Dokyeom. Mereka terkejut, hanya Mingyu yang masih nampak melamun. Mereka sedang berada di lorong, sehingga tak tahu dari mana asalnya bunyi tersebut.

"Mundur atau maju nih?!" tanya Dokyeom dengan panik.

"Gatau gue anjir!" sahut Hoshi tak kalah panik.

Tiba-tiba, muncullah Hanako dari depan mereka. Mereka berjalan mundur. Mingyu masih melamun, pandangannya tetap kosong.

Hanako segera mengincar Mingyu. Dia berlari ke arah Mingyu. Melihat hal itu, Dokyeom segera mendorong Mingyu. Lelaki itu terjatuh. Dia kemudian tersadar.

Hanako masih mengincar Mingyu. Sial, Mingyu tak punya senjata. Hanako berjalan mendekati Mingyu, sementara lelaki itu berjalan mundur.

Di mana air garamnya? Mingyu rasanya ingin berteriak frustrasi. Bagaimana bisa dia melupakan air garamnya? Dengan nekat, Mingyu menendang Hanako, lalu segera berlari.

Mereka keluar dari lorong. Namun Hanako belum menyerah. Dia malah berlari mengejar mereka. Dia masih mengincar Mingyu.

Mingyu sudah terpojokkan ke dinding. Apalagi dia tadi sempat tersandung. Di saat seperti ini, Mingyu sempat-sempatnya melakukan kecerobohan. Tipikal Mingyu.

Dokyeom secara diam-diam mengambil kesempatan untuk menyemburkan air garam ke wajah Hanako. Sementara Mingyu hanya bisa berpindah dengan bergeser.

Dengan cepat, Hanako menyerang Mingyu.

Namun Hoshi tak kalah cepat. Dia langsung menendang Hanako dari hadapan Mingyu. Karena marah, Hanako berlari ke arah Hoshi sambil mengacungkan pisaunya.

Begitu mendapat kesempatan, Dokyeom segera menyembur wajah Hanako dengan campuran air dan garam dari mulutnya.

Hanako goyah, lalu dia berjalan mundur. Belum sempat Dokyeom berteriak "Kami yang menang!" Hanako menyerang Hoshi, lalu segera kabur.

"HOSHI!" teriakan Yoora menyadarkan Dokyeom dan Mingyu.

Hoshi memegangi perutnya yang tertusuk oleh pisau Hanako. Yoora segera berlutut di samping Hoshi. Dia mengangkat kepala Hoshi ke pangkuannya. Yoora menangis.

"Hoshi..."

Hoshi kesakitan. Matanya menutup sebentar, kemudian terbuka lagi untuk menatap Yoora.

"M-maaf, gue gak bisa...nepatin janji buat menjaga lo...sampai akhir..." Hoshi masih kesakitan. Dia mengerang. Yoora menggenggam tangan Hoshi.

"Hoshi..." Yoora menangis terisak-isak. "Jangan tinggalin gue. Kita pasti bisa keluar dari sini berdua."

Hoshi menggeleng kecil. "Sebentar lagi...gue jadi penjaga," kata Hoshi susah payah. "Kalian...cepet pergi."

Mingyu dan Dokyeom hanya bisa diam. Mingyu kembali meneteskan air matanya. Dokyeom tak tahu harus berbuat apa. Sedangkan Yoora menangis tersedu-sedu.

"Gue gak mau ninggalin lo," kata Yoora. Hatinya sakit sekali melihat Hoshi sekarat seperti ini. Dia ingin menyelesaikan permainan ini bersama Hoshi. Dia ingin Hoshi tetap hidup sampai permainan berakhir.

Yoora memegang pipi Hoshi. Air matanya turun sampai membasahi pipi Hoshi. "Jangan tinggalin gue, Hoshi..."

Hoshi memaksakan sebuah senyum. Dia memegang tangan Yoora yang berada di pipinya. "Gak papa...Ra...kalian harus menangin permainan ini...gue gak papa."

Yoora menelungkupkan wajahnya ke dada Hoshi, lalu menangis tersedu-sedu. Tidak, Hoshi tidak ingin Yoora menjadi sedih seperti ini. Dia ingin Yoora bisa selamat dari sini.

Walaupun Hoshi tak bisa berada di sisi Yoora lagi.

"Gyu...Kyeom...saat gue jadi penjaga...langsung bunuh gue," pinta Hoshi.

Yoora semakin menangis. Mingyu dan Dokyeom berlutut di samping Hoshi. Dengan berat hati, Dokyeom mengangguk. Dia kemudian mencari pisau, lalu kembali ketika mendapatkannya.

Mingyu sudah pasrah. Dia tidak ingin membunuh Hoshi. Yoora pun hanya bisa menangis.

Mata Hoshi tiba-tiba memutih. Dia sudah menunjukkan tanda-tanda berubah. Dengan berat hati, Dokyeom menusuk dada Hoshi menggunakan pisau tadi. Dokyeom kemudian mencabut pisau itu, sementara Hoshi tak bergerak lagi.

Yoora memeluk tubuh Hoshi. "Selamat jalan, Hoshi..."

Yoora melepaskan pelukannya. Hatinya sakit sekali. Kakinya goyah. Raganya melemah menyaksikan kepergian Hoshi.

Mingyu menarik Yoora, lalu memeluk gadis itu untuk menenangkannya. Yoora tak berbuat apa-apa, hanya menangis.

"Ayo guys," kata Dokyeom dengan pelan.

Mingyu melepaskan pelukannya pada Yoora, lalu mengisyaratkan Yoora untuk mengikutinya. Yoora kemudian melangkah pergi meninggalkan Hoshi, dengan air mata yang berlinang.

[i] HIDE AND DIE • SEVENTEEN✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang