Kubuka Dengan Goresan Luka
Seperti yang telah ditetapkan oleh semesta, bahwa aku dan kamu kini menjadi sepasang memori yang saling melupa akan kisah masa lalu yang pernah kita lalui bersama, baik dalam suka maupun duka. Kau yang hanya mau menerima hal baik tentangmu tanpa memperdulikan aku yang berdarah-darah demi menyenangkan nafsumu. Tanpa menghiraukan lukaku kala kau nampak tegap dengan seluruh keegoisanmu. Selip-selip kelicikan kau sembunyikan di balik topengmu yang mampu memanipulasi adam yang memandang paras rupawanmu itu. Namun mereka tak tahu, kalau sebenarnya mereka sedang terpikat oleh ular yang paling berbisa, dimana racunnya akan menghancurkan akal sehat kelak.
Meskipun aku telah memilikimu, kau masih saja enggan untuk menetap pada satu tempat untuk pulang. Aku telah menganggapmu sebagai ketetapanku untuk menorehkan rasa kasih dan sayang. Sebagai tempatku untuk meluapkan semua keluh kesah. Sebagai tempat peristirahatan setelah penat menguasai benakku. Namun semua nampak fana pada akhirnya. Harapanku sirna seketika. Kehadiranku hanya kau jadikan sebagai pupuk terbaik untuk tumbuhnya sosok yang sedang kau puja-puja sekarang. Tentu saja dia kan? Yang kini bersamamu setelah kau memutuskan untuk pergi menjauh dari dekapanku.
Bodohnya aku yang dengan mudahnya mau menerima segala kekuranganmu. Membukakan pintu hati yang tanpa sengaja kau ketuk. Padahal kau hanya bermaksud untuk menanyakan alamat yang ingin kau tuju, tapi aku malah menyuruhmu masuk ke dalam ruang dadaku lalu memohon dirimu untuk lebih lama menetap disini. Sayangnya mustahil. Nyatanya dirimu menganggapku sebagai halte untuk tempat singgah sementaramu sebelum angkutan umum membawamu, menawarkan tumpangan pada salah satu persinggahannya dan mengantarkanmu kepada tempat yang kau anggap sebagai rumah.
Aku masih berteduh dibawah rindangnya pohon beringin sambil meratapi rintik hujan yang jatuh bergiliran. Serta membawa segelintir pesan dari semesta untuk menjawab semua keresahanku. Tetes demi tetes mulai melapukan sekat-sekat egoku untuk segera membuka kesadaran. Keluguanku membuatmu dengan mudah menggoreskan luka terhadap nuraniku dan sebenarnya dirimu tak dapat kupeluk lagi. Tersiksa. Isak tangis mengiringi kepergianmu yang tiba-tiba. Jika suatu saat kita dipertemukan secara empat mata, ingin sekali aku menanyakan sebuah pertanyaan yang ingin meminta penjelasan sejelas-jelasnya. Mengapa kau begitu mudah memalingkan pandanganmu terhadap semua harap yang kita bangun bersama untuk masa yang akan datang? Apa karena aku terlalu melebihkan rasa cintaku padamu sehingga kau tak kuasa menampungnya lalu memilih pergi dariku?
Sadarilah. Inginmu telah menghancurkan akal budiku. Kau runtuhkan imanku dengan egomu. Tapi aku juga tak akan memaku lebih lama. Rasanya aku ingin menggerakan langkah kakiku untuk menjauh darimu. Kini hanya hening yang menjadi penghias hidupku. Ruang dadaku kosong. Suara celotehmu yang biasa kau lisankan dari tutur lembutmu itu sekarang bukan untukku lagi. Karena mereka memilih pergi dari amigdalaku untuk mencari pemilik asli.
Dalam hati diam-diam aku memungkiri segala kejadian yang telah terjadi. Tanganmu begitu erat menggenggam harapan yang kau anggap sebagai kepastian. Di tengah mendungnya taman kota yang menjadi tempat kali pertama kita bertemu dan saling bertukar nama. Dan sekarang menjadi tempatmu berikrar, mengungkapkan kesetiaanmu padanya. Secepat itukah kau melupakanku? Tapi sudahlah. Kau berhak mendapat semua itu. Dan aku juga memiliki hak demikian untuk melupakanmu. Melupakan seluruh kenangan yang tersisa. Sekarang aku putuskan untuk pergi dari mimpi yang kau miliki.
____________________________________
"Terima kasih atas semua lara yang kau beri.
Bersamamu, aku mulai memahami bahwa cinta itu bukan soal pandai dalam menjaga perasaan.
Tapi cinta itu tentang bagaimana cara kita untuk menerima kehilangan."
KAMU SEDANG MEMBACA
PAWANA
RomanceMemiliki bukan berarti kita telah memenangkan hatinya secara utuh. Akan ada suatu titik dimana kita benar-benar ditinggalkan olehnya. Kita semua pasti pernah salah dalam menempatkan cinta. Tapi percayalah, bahwa semesta selalu memberi wejangan kepad...