PART DIISI KEMBALI
*
*Selama perjalanan ke sekolah, pikiranku melayang ke mana-mana. Bahkan, aku hampir menabrak seseorang karena tidak fokus mengendarai motorku. Aku memasuki kelas dan terus menghadap ke depan tanpa mempedulikan orang-orang yang melewatiku. Aku duduk di bangku dan terus merenung. Dan nampaknya, itu membuat teman sebangkuku kebingungan.
"Kamu kenapa, Galang?" Sudah kuduga, dia pasti akan menanyakan itu.
"Tidak apa-apa," jawabku bohong dan terus menatap ke depan.
"Apa ... masalah ayahmu lagi?" Ya, aku memang sedang memikirkan kejadian kemarin.
"Hm."
"Apa? Apa yang terjadi?"
Aku tidak ingin menjawab, dan nampaknya dia mengetahui hal itu karena aku hanya diam saja.
Dia mengembuskan napasnya. "Ya sudah. Kalau kamu tidak mau cerita juga tidak apa-apa," ucapnya lagi.
"Hari ini bisa temani aku ke suatu tempat?" Kali ini, aku sengaja mengatakannya. Aku memang ingin mengajaknya ke suatu tempat.
Keningnya berkerut. "Ke mana?"
"Nanti juga kau pasti tahu." Dia berpikir sebentar, dan akhirnya mengangguk.
"Oke."
***
Aku pergi ke rumah Salsha untuk mengajaknya ke tempat yang sejak tadi aku rencanakan. Ketika aku sampai di sana, aku sedikit terkejut melihat rumahnya yang sangat besar dan indah. Sangat berbeda dengan penampilannya yang cupu. Aku melihat Ibunya yang keluar rumah bersamanya, dan aku berusaha bersikap sebaik mungkin.
"Ibu, aku pergi dulu ya?" Salsha mencium punggung tangan kanan sang Ibu.
Ibunya melirik ke arahku, dan aku hanya memberi senyuman. "Teman kamu ternyata tampan juga, sayang. Siapa namanya?"
"Namanya Galang, Bu."
"Kalian sekelas?" Salsha mengangguk.
"Oh, ya sudah. Hati-hati, ya," pesan Ibunya. Salsha pun pergi menuju ke arahku dan naik ke mobil. Aku juga ikut masuk dan duduk di kursi kemudi.
"Sebenarnya kita mau ke mana?"
"Kau juga akan mengetahuinya nanti."
"Kamu tidak membunuhku lagi, kan?"
"Bisa diam dulu tidak?" Kalimat itu keluar dari mulutku karena pikiranku masih kacau. Dia langsung menutup mulutnya rapat-rapat dan melihat ke arah jendela.
Aku menelusuri jalanan yang hampir di padati kendaraan. Tak sampai lima menit, mobilku sampai di sebuah toko bunga. Aku keluar dan meminta Salsha untuk ikut masuk ke dalam toko. Kami memasuki toko tersebut, dan memilih sebuah buket bunga.
"Kalau orang yang paling kita sayang ulang tahun, sebaiknya diberi bunga apa?" tanyaku pada Salsha.
Dia berpikir sebentar sambil memandangi bunga-bunga yang dijual. Saat dia menemukan bunga yang dicari, dia menghampiri bunga tersebut dan menunjukkannya padaku.
"Bagaimana kalau yang ini?"
Aku berjalan ke arah bunga itu dan memperhatikannya. "Kenapa kau memilih bunga ini?"
"Ya ... aku tidak tahu. Hanya saja, lily adalah bunga favoritku."
Aku pun memutuskan untuk membeli bunga itu. Setelah membayar, kami keluar dari toko dan kembali memasuki mobil. Sebelumnya, aku menyimpan buket bunga itu di bagasi mobilku. Aku mengendarai mobilku menuju tempat tujuan yang sebenarnya. Kurang dari sepuluh menit, aku sampai di sana.
Aku dan Salsha masuk ke dalam pemakaman. Ya, aku ingin menemui makam Ibuku. Setelah menemukannya, aku berjongkok di pinggir kuburannya dan meletakkan sebuket bunga tadi di atas gundukan tanah milik Ibuku.
"Selamat ulang tahun, Bu," ucapku sambil memandang kuburan itu.
"Yang ke empat puluh lima tahun, ya?"
"Oh ya, aku membawakan bunga buat Ibu. Ibu suka?" Aku tersenyum. Aku dapat merasakan, Salsha baru saja memegang bahu kananku.
"Maaf, selama Ibu masih hidup, Galang belum bisa membahagiakan Ibu. Galang selalu menyusahkan Ibu."
"Tapi sekarang Galang sudah besar, Bu. Galang sudah sadar bahwa memiliki keluarga yang lengkap dan harmonis adalah hal yang paling indah."
"Tapi sayang, semuanya sudah terlambat. Dan itu semua karena penyihir jahat itu, Bu."
"Dia sudah membuat Ayah tidak mengenaliku, dan aku sangat tidak suka itu."
"Apa menurut Ibu, Ayah bisa kembali seperti dulu?"
Salsha mengelus punggungku. Aku menunduk sambil menarik napas panjang. Aku kembali tersenyum sambil menatap batu nisan Ibuku.
"Sudahlah, Ibu juga tidak akan menjawab. Aku pergi dulu ya, Bu. Semoga Ibu bahagia di alam sana."
Aku bangkit dengan mata yang berkaca-kaca. Salsha ikut bangkit dan memandangiku dengan tatapan sendu.
"Jadi ... dia adalah Ibumu?" Aku hanya membalasnya dengan anggukan pelan.
"Dia meninggal sejak aku duduk di kelas sepuluh. Ibuku dibunuh oleh penyihir jahat itu karena dia ingin merebut Ayahku."
"Aku sempat berpikir, kenapa dia mencintai Ayahku? Kenapa tidak orang lain saja?"
"Semenjak kedua orangtuaku tidak ada lagi di sampingku, aku mulai merasa kesepian dan kekurangan kasih sayang."
"Dan mulai saat itu juga, aku membuka lembaran baru dalam hidupku. Aku menyiksa dan memakan manusia setelah kejadian itu. Dan kesepian adalah temanku sampai sekarang."
Keadaan hening selama beberapa detik. Setelah itu, Salsha lah yang berucap.
"Aku tidak menyangka, ternyata orang kejam seperti dirimu punya masalah keluarga yang sangat berat. Dan kamu mampu menghadapinya dengan menutupi semuanya dari teman-temanmu."
"Asal kau tahu, kau adalah satu-satunya teman yang mengetahui masalah keluargaku," balasku sambil menatapnya.
Tiba-tiba, hujan turun dan membasahi tubuh kami. Salsha melepas kacamatanya karena air hujan yang menutupi pandangannya. Aku menatap wajahnya selama beberapa detik. Kemudian, aku menarik tangannya keluar dari pemakaman menuju mobil. Kami berdua basah kuyup, Salsha bahkan memeluk tubuhnya sendiri karena kedinginan. Aku melepas jaketku dan memberikannya kepada gadis itu.
"Terima kasih." Dia mengambil jaketku dan memakainya.
"Ngomong-ngomong, kapan kita akan membunuh penyihir itu?" sambungnya.
"Tunggu saat aku bertemu dengannya lagi. Aku tidak tahu di mana dia tinggal sekarang," jawabku sambil terus memandang lurus ke depan.
"Apa kamu yakin seratus persen bahwa kamu akan bertemu dengannya lagi?"
"Tentu saja. Waktu itu, aku melihat dia mengambil buku mantra di kamar yang ada di rumahku. Salah satu lembaran buku itu terjatuh ke lantai dan dia tidak mengetahui hal itu. Aku yakin, dia pasti akan mencarinya," jelasku panjang lebar.
Dia tidak menjawab. Dia kembali menatap ke depan. "Sebelumnya, aku tidak menyangka bahwa lelaki cerdas sepertimu adalah seorang psikopat."
"Dan aku juga tidak menyangka bahwa gadis cupu sepertimu adalah seorang penyihir cantik."***
TBC!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Psycopath [END]
Mystery / Thriller[END] WARNING!! CERITA INI MENGANDUNG UNSUR KEKERASAN , SERTA KANIBALISME DAN TIDAK DIPERBOLEHKAN UNTUK ANAK-ANAK DIBAWAH 13 TAHUN!! ************ Apa yang kalian pikirkan jika mendengar kata psycopath??? Mungkin kalian akan berfikir jika psycopath...