Para Kunyuk Utama

64 14 15
                                    

Para Kunyuk Utama

❤ ⊱┄┄┄┄┄┄⊰ ❤


Hembusan napas yang pendek-pendek terdengar dari sebelahku, berasal dari makhluk yang sama terkaparnya denganku di atas lantai beton ini. For your information, aku dan keempat temanku baru saja menjalankan rencana berolahraga kami yang setelah 1362 kali sebelumnya hanya berhasil menjadi wacana. Kami sedang berada di lapangan indoor SMA Bhareswara--yang pastinya adalah sekolah kami berlima. (Ya iya lah sekolah kami, masa sekolah tetanggaku? Yah, kecuali aku dan tetanggaku bersekolah di sekolah yang sama, tapi sayangnya kenyataannya tidak demikian.)

Omong-omong, aku dan makhluk di sebelahku yang rasanya hampir mati ini sudah masa bodoh dengan fakta bahwa kami tengah bermandikan keringat dan lantai beton ini kotor dan aku baru saja mencuci rambutku pagi tadi. Seluruh tungkaiku sudah mau patah rasanya. Ditambah dengan angin yang tak berhembus sama sekali sore ini, lapangan indoor sekolah kami rasanya tidak jauh berbeda dengan oven yang sering Mama pakai untuk membuat kue.

"Sumpah, panas banget, Nya," ujar makhluk yang terbaring di sebelah kananku ini.

Perkenalkan, sohib terdekatku sejak SMP--kayaknya--dan teman sebangkuku sekarang. Jen Anggraeni, kelas 12 IPA, anggota OSIS bidang Kominfo, dan ... apa lagi ya? Tidak ada lagi yang perlu diperkenalkan dari seorang Jen kecuali fakta bahwa ia adalah orang yang menjerumuskanku dalam dosa ghibah. Badannya sedikit lebih tinggi daripada aku--sampai-sampai kalian tidak akan menyadarinya jika tidak benar-benar memperhatikan--, tetapi IQ-ku pastinya lebih tinggi daripada Jen.

"Pengamen lampu merah yang belom makan tiga minggu juga tau di sini panas banget, Jen," sahutku sarkastik dengan mata yang masih terpejam, berusaha menyerap semua kesejukan dari lantai beton yang kotor ini.

"Apa lo?!" celetuk Jen galak begitu cowok di sebelah kiriku--yang keadaannya hanya sedikit lebih baik daripada kami karena dia terduduk dan bukannya terkapar--meloloskan kekehannya mendengar jawabanku.

"Ih, sensi," sahut cowok itu sambil tetap tersenyum meledek.

Dia adalah Keenan Wiryamanta, teman terdekat Alva di kelasnya selain Banu. Dua nama ini akan segera kuperkenalkan setelah Keenan, jadi kalian sabar saja. Keenan juga merupakan siswa kelas 12 tentunya, serta bersama dengan Jen menjadi budak program kerja--alias proker--OSIS. Kalau aku tidak salah ingat, Keenan bertanggung jawab di bidang Olahraga. Dibanding Alva dan Banu, sudah jelas Keenan yang paling waras, paling pintar, dan paling kalem. Perlu kalian tau bahwa Keenan juga merupakan cowok yang (lumayan) diidam-idamkan oleh para siswi karena wujudnya yang harus kuakui lumayan good looking. (Well, sebenarnya sangat good looking.) Anggota Penggila Keenan terdiri atas para siswi yang seangkatan, angkatan bawah, bahkan angkatan atas alias para alumni SMA Bhareswara.

Beda halnya dengan Keenan, teman dekat Alva yang satunya--alias Banu--semacam berbeda 180 derajat dengan Keenan. Ia adalah cowok yang sekarang tengah mengikatkan kedua sepatunya di kedua tiang net bulu tangkis yang baru saja selesai kami gunakan.

Bukan hanya kalian yang bertanya-tanya. Aku pun mengira-ngira apa motif gila dibalik tindakan Banu kali ini. Ya ampun, sepatu itu kan bekas dikenakan oleh sepasang kaki yang bau keringat!

Oke. Poin pertama, Banu jorok. Tidak bersih, tidak higienis, tidak rapi. Itu sudah jelas.

Poin kedua, Banu Samudra Wibowo bukan tipe orang yang bisa kalian bayangkan penampakannya--iya, biarkan saja kusebut penampakan--hanya melalui namanya. Karena kenyataannya, Banu tidak sekalem dan sekeren namanya. Ia adalah yang paling berandalan dari yang paling berandalan, yang paling usil dari yang paling usil, dan yang paling nekat dari yang paling nekat. Jika tiga sekawan--Alva, Banu, dan Keenan--diurutkan tingkat kewarasannya, maka Keenan akan jadi yang paling waras, Alva yang masih bisa kutoleransi tingkat kewarasannya, dan Banu akan jadi yang paling tak bisa kupahami isi kepalanya. Karena ketidakwarasan Banu, aku berusaha sekuat tenaga untuk menjaga sisa-sisa kewarasan yang masih ada di kepala Alva agar tidak direnggut oleh Banu. Informasi terakhir soal Banu, ia juga tergabung dengan ekskul basket bersama Alva dan rambutnya cepak ala-ala pemain street ball.

Love is a VerbWhere stories live. Discover now