Chapter 2

1.2K 256 36
                                    

Tidak ada yang lebih menyenangkan di senin pagi selain mangkir dari apel yang selalu diadakan setiap dua minggu sekali. Yuki adem ayem duduk di ruang lab beserta tiga temannya yang mulai dari kelas satu semua orang juluki sebagai partner in crime. Nikita Nastiti, si garang yang lebih sering dipanggil Titi. Lalu dua cowok berbeda tinggi badan, Mahadewa Ongko Yasa Nhoer dan Jumadil Akhir alias Adek. Aslinya Adi, tapi anak-anak keterusan memberi imbuhan K. Eh, jadinya kok manggil Adek. Memiliki teman hanya itu-itu saja, Yuki benar-benar tidak becus bahkan seringkali mengompori agar berbuat yang tidak-tidak. Alasannya, selagi mereka masih muda harus senang-senang dong. Menikmati hidup, kapan lagi?

"Asli, si Stefan memang ganteng banget. Tapi judesnya bikin pengen ngehajar." Yuki hanya tersenyum tipis mendengar cibiran Titi yang tengah menstalker Facebook Stefan resek, sok kecakepan, dan astagfirullah. "By the way, bersyukur banget hari ini karena elo punya inisiatif sembunyi di sini Ki."

"Why?"

"Gue belum sarapan abisnya, hehe."

Tampang Titi yang seperti itu sangat mudah ditebak, Yuki hanya bisa menggelangkan kepala bersama Adek sedangkan Yasa memilih tiduran dengan bertumpu pada kakinya yang menekuk. "Lain kali sarapan, kalau maag lo kambuh bisa berabe."

"Iya, zheyenggg."

Ini sudah hampir lewat setengah jam lalu, lalu asap-asap mengepul yang diciptakan Adek tidak kunjung menghilang lantaran cowok berbadan luar biasa tinggi itu terus saja merokok sejak apel pagi dimulai. "Gue kira masih lama, tahunya itu jam dinding kok jarumnya nggak muter."

Boleh tertawa tidak sih?

"Goblok! Jamnya mati Dek." Titi menyahuti gumanan Adek main-main.

"Ya udah, cabut yokk. Sudah jam masuk ini."

"Bentaran napa Ki? Paling-paling juga sekarang si Stefan lagi waiting buat cari anak-anak yang nggak ikut apel."

Nah, justru ini yang sejak tadi Yuki tunggu.

"Nggak."

"Kok enggak?"

"Nurut saja, gue jamin kita nggak bakal dapat masalah."

"Serius?"

"Dua rius."

Sebenarnya baik Titi maupun Adek kurang yakin dengan ucapan Yuki, berasa bunuh diri kata mereka. Tapi deh, apa salahnya dicoba? "Gue ngeri."

"Bangunin gih Yasa, tidur mulu tuh anak."

"Maklum, katanya semalam abis begadang sama Abangnya."

"Ngapain?"

"Toilet di rumahnya mampet, jadi deh tuh dia sama Abangnya nguras tinja."

"Anjayy, jijik." Mulut Titi yang ceplas-ceplos sudah menjadi ciri khas.

Yuki tersenyum tipis sembari melakukan peregangan, lalu doi yang pertama kali keluar dari ruang laboratorium Sains itu. Wajar jika Stefan sering mendampratnya, salah Yuki sendiri seolah sengaja memancing. Semua orang bertaruh jika satu nama yang paling dicari Dima Oktara Stefano pagi ini hanyalah Miyuki Sanae, dua manusia dengan tabiat dan latar belakang berbeda. Dimulai ketika masa orientasi, Yuki dikenal sangat populer diantara para anak cowok rupanya sudah cukup menarik perhatian Stefan. Akan tetapi, semakin lama borok Yuki ketahuan juga dan Stefan sama sekali tidak menyukai itu. Dia kan perempuan, seharusnya bisa menjaga sikap.

Dasarnya Yuki yang selalu ngaco, Adek merasa salah langkah menuruti. Melihat bagaimana penampilan Stefan membuatnya memijat dahi sembari memegangi bahu Yasa yang masih belum seratus persen sadar. "Mampus, ada Stefan!"

Annoying VibesWhere stories live. Discover now