Lima

75 10 0
                                    

Rapat BKLDK Nisaa pada pekan ini ternyata selesai sebelum adzan ashar berkumandang, membuat Eka pamit lebih awal daripada biasanya.

Alasannya tentu saja bukan karena ia sedang berusaha untuk menenangkan hati Uwanya, melainkan karena ia akan bergegas ke rumah Teh Kemala untuk mengantarkan surat permohonan kerjasama dan proposal yang harus segera disampaikan kepada AangPrinting.com.

Kedatangan Eka ke rumah Teh Kemala pasti langsung disambut oleh Kalila yang sedang menemani Iklima bermain di depan rumah.

Suara cempreng Kalila selalu menjadi ketukan pintu Eka yang mampu membuat Teh Kemala keluar untuk menyambut kedatangannya.

“Assalamualaikum Teh.”

“Waalaikumussalam Ka, ada apa kok tumben kesininya sore? Kalila, Ummi minta tolong diambilkan keranjang air dan kue di dalam ya.”

“Kuenya yang mana Ummi? Yang coklat bunga-bunga atau yang keripik singkong atau yang keripik pisang buatan Ummi kemarin?” Kalila mengeja kue dengan tingkah imutnya.

Teh Kemala menggenggam wajah Kalila gemas, “Semua toples kue yang ada di atas meja depan dibawa ke sini ya.”

“Siap Ummi.”

Eka hanya bisa tersenyum melihat Teh Kemala yang pasti kewalahan menghadapati kecerewetan Kalila setiap hari.

Walaupun cerita dari Teh Kemala katanya Kalila adalah Kakak yang bertanggungjawab dan bisa memahami adiknya yang masih berusia satu setengah tahun.

Berbeda dengan Ammar, anak pertamanya yang saat ini tinggal di asrama sekolah, bersuara hanya ketika ditanya saja.

“Kalila semakin cerewet aja, pasti aktif banget ya Teh di sekolahnya?”

“Bukan aktif lagi, kadang aku suka nggak enak sama gurunya, karena Kalila tuh susah berhenti cerita. Di rumah aja, dia berhenti pamer suara cemprengnya itu kalau udah tidur.”

“Penerus Umminya, hihihi. Ohiya Teh, jadi maksud kedatangan aku itu…”

“Ummi… ini airnya banyak tapi sedotannya nggak ada, kemarin sedotannya dimainin Dek Iik dan nggak tahu disimpan di mana lagi.”

Teh Kemala dan Eka tersenyum kembali melihat tingkah gemas Kalila, anak perempuan yang masih enam tahun ini memang susah untuk tidak menggemaskan.

Tubuh kecilnya terlihat begitu keberatan membawa keranjang air.

“Yasudah biar Ummi yang cari sedotannya ya, dan biar Ummi juga yang ambil kuenya. Sekarang Kalila temenin Dek Iik main lagi ya soalnya Ummi mau bicara sama Tante Eka.”

“Okey Ummi.” Kalila mengkat jempolnya sekilas sebelum kembali menemani adiknya yang sedari tadi asyik sendiri.

“Sebentar ya Ka, aku ambil sedotannya dulu.”

“Padahal nggak apa-apa Teh, aku cuma sebentar aja kok di sini.”

“Iii nggak apa-apa. Kemarin aku bikin keripik pisang terus ditaburin coklat bubuk, kamu harus coba. Sebentar dulu ya ceritanya, iklan lagi.”

Tidak sampai satu menit, Teh Kemala sudah kembali dengan senampan toples kue. Kakak tingkatnya ini memang jagonya bikin kue, berbeda dengan dirinya yang cukup angkat tangan soal urusan masak-memasak.

Menurutnya menjahit adalah kemampuan yang paling ia bisa, tidak perlu repot-repot menambahkan bumbu apapun.

“Sambil dicicipi kuenya Ka. Jadi kamu ke sini karena betul-betul ada perlu?”

“Iya Teh. Masa ya, sekarang itu Abah Grafika nggak kayak dulu yang selalu menerima proposal yang kita kirim, aturan barunya itu hanya satu proposal yang diacc per bulan.

Dan kemarin pas anak-anak datang ke sana ternyata Abah Grafika sudah mengacc satu proposal, itu artinya kami nggak punya peluang buat bikin spanduk di sana.”

Teh Kemala masih menyimak sambil mencicipi kue buatannya sendiri.

“Eh ternyata anak-anak sudah punya option baru yang katanya BKLDK Rizaal pun cukup sering disponsori oleh percetakan itu, AangPrinting.com nama percetakannya.”

“Ohiyaaa itu percetakannya teman suami Ka, terus-terus?”

“Ya terus tujuan aku ke sini buat minta tolong Teh Kemala supaya proposal acara kita ini sampai ke AangPrinting.com itu, hihihi.”

Teh kemala berhasil menangkap maksud Eka, balasan senyumnya berbeda. Teh Kemala tahu betul apa maksud adik tingkatnya itu.

Sikap yang sudah menjadi sebuah kebiasaan anak-anak kampus di BKLDK Nisaa ketika donator atau media partner yang dihampirinya ini adalah seorang ikhwan yang mengkaji Islam, pasti mereka mundur dan mencari jalan pintas lain selain berinteraksi secara langsung.

“Anggarannya berapa Ka? Percetakannya baru loh, jadi dana yang turun nggak akan begitu besar kalau anggarannya kecil.”

Eka membuka ritsleting tas ranselnya, lalu mengambil proposal yang sudah disampul rapi dengan warna merah muda.

“Kita hanya butuh backdrop photobooth ukuran sedang dan satu banner acara Teh, mudah-mudahan sih anggaran kami yang nggak terlalu besar itu cukup untuk mendapatkan dua kebutuhan kami tadi, hihihi.”

Teh Kemala mengangguk-anggukkan kepala sembari membuka lembaran demi lembaran proposal yang tidak terlalu tebal.

Belum terlihat kesimpulan dari wajah Teh Kemala berkenan atau tidak untuk dimintai tolong, namun Eka sudah yakin Teh Kemala pasti mengatakan iya.

“Aku sampaikan dulu ke suami ya Ka, kalau beliau bersedia ya tinggal tunggu saja langkah berikutnya. Yang pasti kalian harus sudah punya desainnya.”

“Ahyaaa kalau itu sudah tinggal kirim Kak.”

Perasaan Eka menjadi sedikit lebih tenang setelah beberapa waktu yang lalu agak kecewa karena sempat kehilangan kesempatan untuk menyempurnakan acaranya.

Seolah banner dan backdrop photobooth adalah salah satu jantung acaranya yang ketiadaan dua hal itu akan membuat acaranya terasa hambar dan menjadi kurang indah dipandang ketika terunggah di instagram.

“Dicicipi dulu kuenya Ka, sekalian nanti bawa pulang. Bakal jadi masalah lagi nggak?”

Eka ikut tersenyum mendengar pertanyaan itu, teringat kue-kue pemberian Teh Kemala yang selalu menjadi pembukaan Uwanya untuk mengomeli dirinya yang tidak pandai membuat kue serupa.

“Nggak apa-apa Kak, buat di sini aja. Sebenarnya dibawa juga nggak apa-apa sih, cuma nggak enak aja tiap ke sini jadi ngerepotin, bukan karena takut diomelin Uwa.”

Teh Kemala masuk ke dalam untuk mengambil kue di toples yang baru lalu memasukannya ke dalam kantong kecil agar siap dijinjing oleh Eka.

Sementara di luar, Eka sudah siap dengan tas ranselnya yang sudah berada di punggung, kali ini ia akan mengambil shalat ashar di rumah.

🍁🍁🍁

Jadikan tulisan ini sebagai pahala investasi untuk saya dengan hanya mengambil manfaatnya jika ada. Jika tidak ada, maka segala ketidak-bermanfaatannya jangan diambil sedikit pun.

🍁🍁🍁

〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰

⬇⬇⬇

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 07 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Wanita Matahari & Pria dari PersimpanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang