49. Hopeless Love Homeless Love

1.3K 108 22
                                    

Suasana hari minggu siang itu di rumah sakit cukup sepi, di ruang VIP itu terbaring Nyonya Agatha. Sudah dua bulan Beliau dirawat karena mengalami komplikasi sejak divonis dokter 6 bulan yang lalu. Neratha menjaganya yang sedang tertidur, menanti Denata yang tak kunjung kembali. Dia izin keluar sejak dua jam yang lalu.

Di tangannya ia membaca dokumen pekerjaan, tapi pikirannya terbang, kembali ke percakapan-percakapan sebelum Nyonya Agatha tertidur tiga jam yang lalu.

"Nenek itu berharap masih sempat lihat dia nikah. Entah, masih akan ada waktu itu atau tidak. Kecewa dengan ayahnya, sudah cukup. Biarlah. Denata harapan nenek satu-satunya, dia mirip sekali sama ibunya."

Neratha seperti tertampar mendengar kalimat itu, walau sebenarnya Nyonya Agatha tidak pernah curiga atau mengetahui fakta hubungan antara dia dengan cucunya.

"Keras dan dingin. Menanggung semuanya sendiri, seakan-akan tidak ada orang lain di sisinya."

"Sudah tiga tahun ini masih tidak ada juga pria yang cocok untuk dia. Barangkali kamu bisa bantu dia menemukannya, Nak? Atau sekedar mengingatkan dia agar jangan terlalu keras pada dirinya sendiri."

Setetes air mata meluncur di pipinya yang mulus. Neratha mengelapnya pelan.

Sesuatu yang menyakitkan datang menghantam dadanya, membuat air matanya tidak ingin berhenti turun.

Apakah ia siap?

"Iya Nek. Akan saya usahakan."

Jawabnya.

***

"Ingat pesanku baik-baik."

Refan melangkah pergi dari kantin rumah sakit, meninggalkan Denata yang berwajah kusut. Masalah pekerjaannya belum selesai, ditambah neneknya yang sakit, dan sekarang kata-kata Refan semakin membebaninya.

Ia melangkahkan kaki kembali ke ruang VIP.

"Den? Darimana aja?"

Gadis cantik berambut ombak yang sedang berdiri melihat keluar jendela itu segera menoleh ketika melihat Denata masuk.

"Ngurus kerjaan bentar."

Denata tersenyum di tengah wajah pucatnya. Dia tidak memberitahu Neratha tentang kedatangan Refan, atas permintaan Refan sendiri.

"Kamu kecapekan ya? Pucat gitu."

"Kamu juga, kan?"

Denata mengelus pipi gadis yang berdiri di depannya ini. Gadis yang amat sangat dicintainya.

"Kita balik dulu yuk? Bentar lagi asisten nenek datang kok."

Ujarnya, matanya tak lepas memandangi wajah Neratha.

Neratha hanya mengangguk.

Mereka menuju basement rumah sakit. Sepanjang jalan Denata hanya diam, menatap ke depan. Pikirannya mengambang, teringat beberapa kata-kata Refan yang awalnya berniat menjenguk neneknya tapi malah berakhir dengan obrolan-obrolan panjang di kantin rumah sakit.

"Aku tau, Den, aku hutang budi sama kamu. Kalo gak ada kamu, aku gak mungkin bisa kayak sekarang. Tapi, justru karena hutang budi ini aku gak bisa biarin kamu terus menerus gak sadar. Den, kamu gak bisa terus-terusan sama Neratha. Terlepas dari perasaan aku ke dia, aku cuma gak mau kalian sama-sama terbuai dan lupa kalau kalian gak mungkin bisa bersatu dengan sempurna."

"Kalian masih bisa sama-sama kok."

Denata menggeleng.

"Cinta gak harus memiliki."

Nuansa Rasa PadamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang