Tidak ada apa-apa dipikiran Prisca saat ini selain pikiran horror serta merinding. Namun anehnya, suara teriakkannya tidak terdengar sendiri, melainkan ada suara lain terdengar. Suara laki-laki. Rupanya sosok yang baru menepuk pundak Prisca ikut berteriak .Prisca pun segera berhenti berteriak setelah mendengar suara itu, ia yakin bahwa itu juga suara manusia dan bukan hantu. Prisca segera berbalik dan memandang laki-laki itu dan ternyata, "Davis?", kata Prisca terkejut sambil memandang sosok laki-laki yang nampak pucat di depannya itu, bahkan ia sampai memegangi dadanya seolah takut jantungnya akan keluar. "Ngapain lo disini?", tanya Prisca heran disertai dengan perasaan jengkel karena telah dibuat takut oleh laki-laki menyebalkan itu.
"Lo sendiri ngapain disini? Terus kenapa tadi teriak?", Davis balas bertanya.
"Ya gue teriak karena lo tiba-tiba nepuk pundak gue! Lo sendiri kenapa teriak?"
"Gue teriak karena kaget tiba-tiba lo teriak!", balas Davis dengan jantung yang masih berdegup kencang.
"Abis lo ngagetin gue!", kata Prisca kesal.
"Gue juga kaget", jawab Davis sambil menghela napas panjang. "Lo kok masih di sekolah sih? Ini kan udah malem", tanya Davis kemudian.
"Iya, soalnya tadi gue abis latihan. Terus...", Prisca tak melanjutkan kata-katanya. Seolah ia baru menyadari siapa yang sedang ia ajak bicara sehingga rasa ragu untuk mengatakan pada Davis tentang dirinya yang baru saja ketiduran di koridor pun muncul.
"Kok diem? Kenapa?", tanya Davis tegas.
"Uhm, nggak apa-apa kok", jawab Prisca kaku. Davis menatapnya lebih dalam seolah-olah tahu ada hal yang sedang disembunyikan oleh Prisca. Prisca berusaha untuk mengalihkan perhatiannya, namun mata Davis yang menatapnya seperti habis menangkap basah seorang pencuri membuat dirinya merasa tak nyaman. "Lo... nggak nyuri fasilitas sekolah, kan?", tuduh Davis tiba-tiba. Prisca pun langsung tersentak dengan tuduhan yang seenaknya itu. "Enak aja kalau ngomong! Emangnya gue maling, apa?"
"Ya abisnya lo kayak takut gitu jawabnya. Bisa aja kan lo abis ngelakuin kejahatan?", sergap Davis. Prisca kembali berpikir, ia masih ragu untuk berkata jujur, namun ia juga tak mau jika dirinya dituduh melakukan hal yang tidak ia lakukan. "Gue tadi nggak sengaja ketiduran abis latihan. Terus pas mau balik ternyata gerbang udah dikunci", aku Prisca dengan cepat untuk menutupi rasa malunya. Tentu saja karena ia yakin Davis akan menertawakannya sebentar lagi.
"Ketiduran? Kok bisa?", tanya Davis kaget.
"Ya nggak tahu! Gue aja nggak nyangka", jawab Prisca lirih.
"Hmm", gumam Davis singkat. Prisca segera menatap Davis dengan kepala penuh tanda tanya. Aneh. Kali ini tak ada cacian keluar dari mulut cowok kasar itu setelah mendengar cerita memalukan tentangnya. "Kenapa? Kok ngeliatin gue sampai segitunya?", tanya Davis heran. Prisca tak menjawab, ia hanya menggelengkan kepalanya sambil melemparkan pandangannya ke arah lain. "Makanya kalau abis latihan itu pulang, bukannya tidur di sekolah! Lo kira ini hotel?", ejek Davis sedikit kaku, ia segera mengeluarkan kata-kata kasarnya setelah menyadari apa yang terjadi hingga suasana canggung tercipta diantara mereka. Prisca kembali menatap Davis sambil berdecak kesal. "Lo sendiri kenapa masih disini?", tanya Prisca kemudian.
"Gue? Kalau gue mah jelas abis ngerjain tugas penting!", jawab Davis dengan congkak.
"Dih, tugas penting apaan lagi? Nakut-nakutin orang, maksudnya?", gumam Prisca.
"Emangnya elu? Gue tadi abis bantuin Pak Ari beresin ruang olahraga. Ini baru selesai. Pas mau balik gue liat lo, makanya gue kesini." Prisca mengangguk-angguk sarkastik seolah tak memercayai yang dikatakan Davis, lebih tepatnya ia tidak ingin percaya bahwa Davis telah berbuat baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
High School, I'm in Love
Teen FictionKisah romansa remaja. Prisca si gadis ceria yang selalu bertengkar dengan kakak kelasnya, Davis yang telah merusak hubungannya dengan cinta pertamanya, Alex. Dalam perjalanannya yang dilengkapi dengan kisah persahabatan dan mimpi dalam dunia teater...