Beberapa kali ponsel Singto berdering, ia tak punya tenaga meski itu hanya sekedar menggeser tubuhnya. Kepalanya sakit, ia merasa suhu tubuhnya juga naik. Fix ia demam parah, ini akibat ia berenang malam tadi padahal kondisi tubuhnya memang sudah tidak enak.
Hari ini seingatnya ia ada janji mentattoo seorang wanita, tetapi bagaimana bisa ia melakukan pekerjaannya jika membuka mata saja rasanya semua seperti berputar. Ia memilih untuk memejamkan matanya lagi dan semakin merapatkan selimutnya.
***
"Kemana sih anak itu" Tay kesal karena sudah beberapa kali menghungi Singto tetapi tak satupun panggilannya di respon.
"Jam berapa dia ada janji dengan klien?"
"Sehabis makan siang Phi"
"Hhhh.... Aku akan ke apartemennya, memastikan apa yang terjadi dengan anak itu"
"Okidoki Phi Tay"
Tay keluar dari studio dengan terburu-buru, sesampainnya di parkiran ia merogoh kantung celana dan tak mendapatkan kunci motor miliknya, ia terus mencari sampai seseorang menepuk pundaknya.
"Kau mencari apa Phi?"
Tay mengamati Krist yang sedang memegang sebuah kunci, bibirnya menarik senyum dalam.
"Kau sibuk?"
"Ehm... Tidak juga, hari ini aku sebenarnya libur tetapi ada beberapa jenis kopi baru yang masuk jadi aku akan memeriksa"
"Itu bisa kau lakukan nanti kan?"
Krist mengangguk "Bukan hal urgent kok Phi, memang ada apa?"
Tay merangkul pundak Krist, menggiring pria itu ke arah mobilnya "Buka pintu mobil mu"
Dahi Krist berkerut dalam.
"Cepat"
Krist menekan tombol alarm mobilnya dan Tay masuk dengan tenang ke dalam mobil "Kau mau apa di dalam mobil ku?"
"Cepat masuk Nong"
Ia hanya menuruti perkataan Tay dan duduk di sebelah kursi penumpang yang di duduki Tay dengan nyaman.
"Jangan hanya memperhatikan wajah ku, cepat nyalakan mesinnya"
"Gimana-gimana?"
"Nyalakan mesinnya dan antar aku ke satu tempat"
Krist menepuk kening lembut, jika hanya ingin minta antar tak perlu serumit itu kan memberi instruksinya.
Mereka sudah meninggalkan area parkir dan memasuki jalanan Bangkok yang agak macet siang ini "So kita akan kemana Khun Tay?"
"Apartemen Bellagio" Tay menjawab tanpa mengalihkan wajahnya dari ponsel.
Terserah saja lah, Krist hanya berkonsenstrasi mengendari mobilnya.
"Sudah mau sampai ya?" Tanya Tay setelah selesai dengan ponselnya.
"Tinggal melewati satu gedung lagi setelah itu sampai"
Mobil Krist memasuki apartemen yang ia yakin bukan apartemen milik Tay, Krist pernah berkunjung ke tempat pria itu. Dan jika Tay pindah tempat tinggal ia pasti akan menghubungi Krist untuk membantunya.
"Parkir di basement saja Krist"
Krist memutar mobilnya ke arah basement dan memarkirkan mobil di dekat lift. Ia masih tak ingin bertanya apapun karena Tay juga sedang senyum senyum tak jelas sembari melihat ponselnya.
"Aku tunggu di sini saja Phi"
"Eh.. Tidak-tidak kau harus ikut aku"
"Aku tak ada urusan di sini jadi ku tunggu kau di mobil"
"Ikut Krist"
"Phi, aku tak tahu ini apartemen siapa dan lagi mungkin kau ada urusan pribadi"
"Aku datang kesini hanya untuk memastikan sesuatu, ayok cepat turun"
Ya.. Ya.. Phi Tay jika ditolak bisa nekat, bukan hanya menarik paksa bahkan ia bisa menggendong paksa dan itu membuat Krist bergidik ngeri memikirkan saat memikirkannya.
Mereka masuk ke dalam lift, Phi Tay dengan santai memasukkan password dan menekan tombol lift ke lantai yang mereka ingin tuju, apa ini apartemen barunya ya tetapi jika ia pindah mengapa tak memberi tahu ku.
Tay masuk begitu saja ke dalam apartemen diikuti Krist yang tetap bingung karena Tay tak memberitahu apapun.
"Kau duduk di ruang ini dulu, aku akan memastikan sesuatu"
Ia hanya mengikuti semua kemauan Tay, toh ia juga malas mencari tahu apa urusan Phi nya di tempat ini, apalagi jika itu adalah urusan pribadi, mungkin saja ini adalah apartemen kekasih Phi Tay.
Tay naik ke lantai 2 menuju sebuah kamar, ia memang diberi akses untuk keluar masuk dengan bebas di apartemen milik bosnya. Tay membuka kamar dan melihat sesisi kamar masih gelap gulita, ia menyalakan satu per satu lampu kamar dan melihat seseorang masih bergulung di dalam selimut tebal.
"Ternyata kau masih disini" Ia menghampiri ranjang Singto dan mencoba membangunkan Singto.
Saat Tay menepuk pipi Singto ia terkejut karena rasanya panas sekali, ia segera membuka selimut dan meraba kening serta tangan Singto yang sama terasa panasnya.
Krist yang sedang membaca sebuah majalah terkejut saat Tay tiba-tiba memanggilnya dari atas tangga.
"Krist bantu aku di atas sebentar"
Secepat kilat Krist bangkit dan menuju lantai dimana Tay memanggilnya, ia masuk ke dalam kamar dimana Tay juga masuk. Langkah Krist berhenti saat ia tahu siapa yang sedang berbaring di atas tempat tidur itu.
"Nong, kenapa hanya diam, tolong bantu aku"
"Bantu apa Phi?" Krist tetap tak bergerak karena ia tiba-tiba merasa awkward masuk ke dalam apartemen pria yang sikapnya belakangan sangat aneh.
"Kemari" Ia melangkah perlahan karena kakinya seperti terasa berat.
"Coba kau raba dia"
"Hah..."
"Maksud ku keningnya, apa hanya aku yang merasa dia demam"
Krist dengan ragu duduk di ranjang Singto disamping pria yang sedang berbaring dan tak membuka matanya, ia menggerakkan jemarinya ke kening Singto.
"Oh Tuhan..." Dia juga meraba pipi dan bagian leher pria itu "Ia demam tinggi Phi, apa di tempat ini ada thermometer?"
"Aku akan chek di kotak p3k dekat dapur, kau tolong tunggui dia sebentar siapa tahu dia bangun"
Meski rasanya aneh berada di kamar orang asing, tetapi atas dasar rasa kemanusiaan tinggi Krist tetap mematuhi keinginan Tay untuk menunggui Singto.
Tay keluar kamar untuk mencari obat-obatan yang mungkin saja dibutuhkan Singto setelah ia terbangun.
"Kau bisa sakit juga ternyata" Krist bermonolog dengan suara rendah untuk mengurangi keheningan di kamar ini. Ia hanya memperhatikan Singto yang lemah tak juga membuka mata.
"Jangan menyentuh leher ku"
Mata Krist melotot sempurna saat tiba-tiba sebuah suara mengagetkannya.
"Hah?"
"Jangan sentuh leher ku sebelum kau jadi milik ku, aku takut tak bisa menahan diri"
Krist kaku.. Ia paham semua kalimat yang diucapkan Singto, sebagai pria dewasa ia tak bodoh, ia pasti telah menyentuh bagian paling sensitif pria ini.