Libur Sabtu dan Minggu dihabiskan dengan rebahan oleh gadis pendatang dari Amerika yang hobinya dulu adalah belanja bersama teman-teman di new York. Tentu berbeda dengan di negeri kelahirannya ini, ia belum memiliki kawan yang bisa diajak melelahkan diri dengan menguras tenaga serta uang karena keliling-keliling mall.
Untunglah waktu cepat berlalu hingga menginjak hari Senin. Dimana sepekan sekali akan diadakan upacara bendera, ini adalah hal baru bagi siswi pindahan tersebut.
Azka berdiri tegak di barisan terdepan bersama Elsa, teman baru yang bersifat pendiam. Sebenarnya bukan karena ia terlalu bersemangat hingga ingin berada di barisan terdepan, melainkan jiwanya menggebu-gebu melihat Danish menjadi pemimpin upacara.
Sang ketua OSIS terlihat tampan nan gagah berdiri tegak memberikan komando kepada seluruh siswa agar mengikuti upacara dengan baik. Ia mampu meredam keributan dengan sekali perintah sebelum para guru hadir di lapangan.
Upacara bendera berlangsung dengan khidmat hingga selesai kurang dari satu jam. Seluruh siswa memasuki kelasnya masing-masing untuk diadakan kegiatan belajar mengajar. Beberapa dari mereka ada yang nekat pergi ke kantin, tetapi sepertinya takdir melarang mereka melakukan pelanggaran, anggota OSIS bergerak menyusul para pelajar yang berbelok ke kantin.
Berbeda dengan teman-temannya yang sudah loyo, Azka masih antusias memperhatikan Danish yang kini tengah beristirahat di depan ruang guru. Bahkan ia berani menyapa laki-laki itu ketika berjalan melalui sekumpulan OSIS. Dengan membawa sebotol air mineral, ia menghampiri Danish dengan ditemani Elsa.
"Hai." ucapnya sembari tersenyum.
"Hai." Danish beranjak dari duduknya. "Mau ke kelas?"
"Iya, bareng yuk." sahut Azka.
"Hhh." dia nampak ingin menolak, tapi tak tahu caranya.
Berbagai hal membuatnya ingin menghindar dari Azka, tetapi satu jawaban ummi semalam membuatnya penasaran hingga harus menelisik hidup perempuan bule dihadapannya.
"Danish?" Azka menatapnya, tetapi ia memalingkan pandangan.
Di sisi lain ada seorang remaja muslimah yang memperhatikan dua insan tersebut. Ekspresinya tak suka melihat Azka yang terus mendekati Danish. Dia adalah Nuha, perempuan yang sangat dekat dengan Danish sejak memasuki SMA.
Nuha Afida adalah seorang gadis berwajah tirus dengan kulit putih nan bersih, matanya sipit dan alisnya tipis, hidung menjulang serta bibir tipis yang merah akan membuat sebagian manusia mengira dirinya keturunan China. Ia menduduki jabatan sekretaris OSIS dan menjadi siswa berprestasi kedua setelah Danish.
Katakan saja muslimah ini adalah incaran kaum Adam di sekolah. Tetapi kebanyakan dari para pelajar SMA GARUDA mengadakan desas-desus kedekatan Nuha dan Danish adalah sebuah hubungan spesial lebih dari persahabatan, padahal si cowoknya pun tak memiliki perasaan apa-apa pada lawan jenis yang menjadi partner belajar serta tugas organisasinya ini. Namun perasaan tak bisa ditujukan pada sembarang insan sesuka si cewek, takdir telah menuliskan agar ia memendam cinta pada sang pria.
Dengan langkah terburu-buru Nuha ikut menimbrung dekat Danish.
"Danish ke kelas bareng yuk! Kita kan satu kelas." ujarnya.
Tak ada kecurigaan apapun dalam hati Azka dan Elsa, mereka tersenyum akan kehadiran Nuha.
"Ya udah, ayo Azka, Elsa, kita juga se-arahkan?" Danish bertanya.
"Ah iya, ayo." Dalam batinnya Azka ingin berteriak saking bahagianya bisa beriringan dengan cowok manisnya.
Entah kenapa Azka seperti terhipnotis bahkan semenjak pertama kali bertemu Danish di bandara kala itu. Dengan langkah yang pasti ia ingin mengejar senyum yang dimiliki laki-laki itu. Setidaknya, Danish dapat membuat Azka beristirahat sejenak dari pencarian sahabat masa kecilnya, Fattah. Rasanya ia telah menemukan tawa pangeran Fattah-nya dalam diri yang berbeda, yaitu Danish sang ketua OSIS.
Azka mensejajarkan langkah dengan Danish dan Nuha, berbeda dengan Elsa yang memasang wajah cemberut hanya membuntuti dari belakang. Mereka masih berjalan di wilayah koridor menuju kelas 11.
"Danish, pulang sekolah ad-"
"Kita ada kumpulan OSIS gak sih?" jelas sekali Nuha sengaja memotong perkataan Azka.
"Nggak ada, deh." sahut Danish singkat.
"Kamu kan gak sibuk nih, mau gak nanti bantu aku mengerjakan PR matematika?" Azka nyerocos sebelum Nuha berbicara lagi.
Danish berpikir dahulu. Sebenarnya ia tidak ingin terlalu akrab dengan Azka, tetapi ada yang harus ia tuntaskan atas sikap aneh Umminya terhadap perempuan ini kala itu.
"Boleh, di perpustakaan aja ya." jawab Danish.
"Aku juga mau ik-"
"Awas! Minggir!"
Tiba-tiba teriakkan kompak tiga laki-laki mengejutkan mereka. Ketiga pemuda tengah dikejar-kejar dari arah belakang oleh Fatih and the geng. Segera Danish dan kawan-kawan memberi jalan untuk mereka yang ketakutan dikejar Fatih.
"Minggir gue bilang!"
Entah sengaja atau tidak, Fatih menabrak Danish yang sudah berdiri di pinggir. Laki-laki itu pun mengaduh sembari memegangi lengan bagian atasnya.
"Danish, tangan kamu sakit ya?"
Tepat ketika dua gadis di samping Danish mengkhawatirkannya, didepan mereka Fatih menghentikan langkah kemudian melirik ke belakang. Ia mengurungkan niatnya untuk terus berlari bersama para sahabatnya. Kakinya berbalik arah menghampiri Azka yang masih mengobrol.
"Azka!"
Tentu perempuan itu terperanjat mendapat bentakan dari Fatih. Bukan hanya Azka, bahkan Danish, Nuha dan Elsa pun agak terkejut melihat wajah Fatih yang merah padam. Sorot matanya bak ancaman laser api yang akan melahap musuh.
"Wa wa why?" Azka ketakutan.
"Ayo ke kelas!" Pria itu menggenggam erat pergelangan tangan Azka.
"Kenapa sih?"
"Ini juga gara-gara Lo ya!"
"Stop Fatih!" Danish menengahi, "aku tahu ya kelakuan kamu kalau lagi emosi kayak gini!"
"Terus? Lo mau apa? Mau keluarin jurus ketua OSIS Lo itu?" Fatih menatap Danish.
"Maksud Lo? Bukannya karena emang Lo yang susah diatur?!"
Fatih menanggapinya dengan menunjukkan kepalan tangan tepat di wajah Danish. Emosinya meletup-letup hampir meledak di kepalanya. Lain hal dengan Danish yang tampak tetap tenang.
"Gak usah muna!" pekik Fatih
"Jaga ya omongan Lo!"
Sungguh adegan menegangkan yang tak terkira, Danish meraup kerah baju Fatih. Lama kelamaan amarahnya tersulut juga oleh si kapten basket. Fatih pun semakin mengeratkan pegangannya pada lengan Azka.
Tiga gadis diantara mereka kebingungan dengan percekcokan dua insan pemilik perilaku berlawanan tersebut. Tak ada orang lain di sekitar koridor, jika memanggil guru pun sama saja menjerumuskan mereka ke dalam hukuman.
"Stop it!"
Elsa mengambil alih lengan Azka, kedua bola matanya ditujukan pada Danis dan Fatih bergantian. Melihat perdebatan ini, Elsa merasakan deja vu. Karena beberapa tahun belakangan, ia pernah melihat kejadian yang mungkin lebih mengenaskan dari sekarang.
"Kalian berdua! CHILDISH!" kata Elsa penuh penekanan.
Sejurus kemudian ia mengajak Azka untuk memasuki kelas mereka yang tinggal beberapa langkah lagi. Tak lupa ia menarik ujung baju seragam Fatih agar ikut dengannya. Pria itu pun diam saja diperlakukan seperti itu oleh gadis yang nampak memiliki sedikit teman.
Nuha geleng-geleng kepala tidak menyangka terhadap sikap Elsa pada dua laki-laki populer itu, apalagi Fatih yang terkenal nakal dan dingin. Elsa menanggapi keduanya dengan berani, berlainan sekali dengan sifatnya yang pendiam itu.
"Danish, tenang ya. Sabar." Nuha beralih pada temannya yang sedang mengepalkan jari jemarinya.
Danish tak menanggapi perkataan Nuha, ia melenggang dengan langkah lebar-lebar meninggalkan perempuan itu.
Gak tahu pas ngetik bagian ini, bikin bingung juga ya muter-muter?
Okay, lain kali ana revisi bagian ini.
Terima kasih sudah membaca
Jangan lupa vote ya😀😁😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Temaram (On Going)
Teen Fictionبسم الله الرحمن الرحيم Aku mencari mu bersama kerinduan yang membebani. Ditemani pemandu setia ku tapaki setiap tanah yang dulu kita jelajahi. Dimanakah engkau sahabat kecil? Masih ingatkah kau pada diri ini? Gadis yang kau sebut si tuan putri manis...