"Aku ingin punya pacar."
"Tidak boleh."
"Aku ingin berkencan."
"Tidak perlu. Hanya membuang-buang waktu."
Percakapan itu bukan hanya sekali di ulang oleh kedua sahabat ini. Ryu Ae Ra dan Kim Nam Joon.
Seperti kaset rusak. Percakapan ini diulang-ul...
"Aku antar pulang saja, ini sudah larut." ujar Seok Jin saat Ae Ra bicara bahwa dia ingin segera pulang ke flat.
Gadis itu langsung menggeleng cepat, "Hajimayo oppa! Aku bisa sendiri. Terimakasih traktirannya, selamat malam!" serunya lalu berlari terburu-buru kearah halte bus.
"Jangan lari-lari! Kau baru saja menelan semangkuk udon, nanti sakit perut!" peringat Seok Jin dengan raut wajah khawatir melihat Ae Ra berlari pontang-panting seperti sedang dikejar waktu.
Laki-laki itu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum ketika Ae Ra mengangkat ibu jarinya di udara dari kejauhan.
Ae Ra harus segera pulang kalau tidak mau dilacak Namjoon. Sahabatnya itu tidak pernah main-main dengan ucapannya. Jika dia bilang lacak maka dia akan melakukannya. Karena Namjoon menyambungkan Gps di ponsel Ae Ra dengan miliknya.
"Aku menyambungkan Gps di ponselmu pada ponselku. Karena kau sering hilang, aku bisa tau kalau nanti kau nyasar." ujar Namjoon saat selesai makan malam di flatnya dan Eun Gi.
Ae Ra mengernyitkan alisnya sedikit tidak setuju, "Kalau begini aku tidak punya privasi lagi-"
"Aku punya banyak urusan. Bukan hanya terus-terusan memeriksa keberadaanmu saja."
Dan akhirnya Ae Ra menyetujuinya. Tanpa sadar dia melupakan kerugian lainnya saat gps ini masih tersambung. Seperti saat ini, Namjoon memanfaatkannya.
Gadis itu duduk disalah satu bangku bus yang tersisa. Dia melihat jam di layar ponselnya. 21.56. Sebentar lagi jam sepuluh malam. Dia tidak akan sampai flat tepat waktu.
Ae Ra menghela nafas beratnya. Lalu tidak lama setelah itu ponselnya berdenting.
Namjoon :4 menit lagi kau kulacak.
Ae Ra :Sudah di Bus.
Namjoon : Bukti.
Ae Ra :
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Namjoon :Aku tunggu di halte.
Ae Ra tidak membalas lagi. Dia menyandarkan kepalanya disisi jendela. Diam-diam menyukai cara Namjoon berupaya menjaganya selalu. Laki-laki itu tidak pernah melupakan keberadaanya meskipun sudah dekat dengan gadis lain.
Seolah mengurus Ae Ra sudah menjadi kebiasaannya. Dia tidak pernah absen mengantar Ae Ra pergi ke kampus, tidak pernah lupa membawakan Ae Ra makanan untuk makan malam, dan tidak pernah lupa melarang Ae Ra berhubungan dengan laki-laki yang menurutnya asing.
10 menit kemudian dia sampai di halte dekat flat. Tempat dia biasa turun jika naik bus. Ae Ra langsung menemukan Namjoon ketika dia turun. Laki-laki itu membawa sebuah plastik berukuran sedang di genggamannya.
"Namjoon-ah," panggilnya yang membuat Namjoon langsung mengangkat kepalanya setelah larut asik dengan ponselnya.
"Eoh, dari mana saja?" tanya laki-laki itu sambil melangkahkan kakinya menuju arah jalan pulang ke flat.
"Dari Mall, jalan-jalan biasa." Ae Ra mengeratkan kunciran rambutnya yang mulai mengendur. Dan tiba-tiba karetnya putus begitu saja.
"Yah putuss." desisnya yang mengundang Namjoon untuk kembali menoleh kearahnya.
"Kenapa?"
"Karetnya putus."
Laki-laki itu menghela nafasnya lalu merogoh saku jaket yang ia pakai. Mengambil sesuatu disana dan menyodorkannya pada Ae Ra.
"Ini," ujarnya dengan sebuah karet berwarna biru di tangan.
Ae Ra tersenyum lalu mengambilnya, "Gomawo," kata gadis itu.
Namjoon hanya balas tersenyum, selanjutnya mereka hanya meneruskan langkah mereka.
"Itu apa?" tanya Ae Ra sambil menunjuk plastik putih yang sedari tadi ditenteng Namjoon.
"Panekuk. Eun Gi minta tolong belikan ini tadi." jawabnya. Laki-laki itu mendekatkan tubuhnya dengan Ae Ra, lalu merangkul gadis itu dengan erat.
"Hya waegeurae?" Ae Ra menatap heran Namjoon yang masih merangkul tubuhnya yang kata Bomgyu kurang tinggi.
Laki-laki itu menggeleng dengan senyum menghiasi wajahnya.
"Ae Ra-ya, kau tau tidak-"
"Tidak. Kau kan belum beritahu."
"Mau mati dari lantai berapa? Aku bersedia mendorongmu dengan suka cita."
Ae Ra mendorong pelipis Namjoon dengan tatapan sebal. Laki-laki itu memang sering sekali sembarangan bicara.
"Lanjutkan," kata gadis itu setelah merampas plastik dari tangan Namjoon. Dia mengambil satu panekuk dari sana lalu melahapnya.
"Hari ini aku menemani Se Yeon tampil di sebuah caffe," lanjut Namjoon dengan senyum yang kembali muncul menghiasi wajahnya.
"Tampil apa? Balet?"
"Tidak. Salsa."
"Jinjja? Aku baru tahu dia menekuni tarian seperti itu juga."
"Tentu saja Cello, bodoh."
"Oke, anggap saja otakmu setara dengan Albert Einstein."
Namjoon memutar kedua bola matanya malas. Dia menghentikan langkahnya di sebuah kedai kecil yang menjual panekuk yang tadi dia beli.
"Ahjumma, aku mau 5 lagi." pintanya yang langsung di turuti oleh bibi penjual. Dia memang harus membelinya lagi, karena jika Ae Ra sudah merampas makanan dari tangannya maka tidak akan dikembalikan lagi.
"Lalu bagaimana? Apa permainannya Bagus?" tanya Ae Ra disela-sela kunyahannya.
"Tentu saja. Baru kali ini aku betah menonton pertunjukkan Cello." jawab Namjoon bersemangat.
"Itu karena kau sudah bucin, Bapak tua."
Namjoon mendengus sebal. Laki-laki itu lalu mengapit pipi penuh lemak bayi milik Ae Ra gemas dengan satu tangannya. Hal itu membuat Ae Ra susah bicara dan ingin sekali menjambak rambut Namjoon seperti biasanya.
"HYAAAA!" teriak Ae Ra tidak jelas.
"Mwo? Mworago? Anak kecil seperti ini mana mengerti soal bucin. Otakmu itu taunya hanya makan, tidur, dan bertengkar dengan Hanbin." cerocos Namjoon sambil menggoyangkan kepala Ae Ra ke kanan dan ke kiri. Iseng.
"Sinting!" Ae Ra mendorong jidat Namjoon dengan telunjuknya seiring umpatan yang ia keluarkan. Gadis itu memeletkan lidahnya bermaksud mengejek sahabatnya lalu berlari bersama panekuk yang ia rampas tadi ke arah flat.
"HYA RYU AE RA!"
Namjoon segera membayar panekuk yang ia pesan tadi pada Bibi penjual lalu menyusul Ae Ra berlari kearah flat.
Sementara gadis itu sibuk melayangkan berbagai cibirannya sambil berlari. Tidak memperhatikan jalan yang dia lewati. Gadis itu terus berlari lurus sementara flat mereka belok kanan.
Namjoon menahan tawanya lalu belok ke kanan, tidak lagi mengikuti langkah Ae Ra yang sudah salah jalan. Hal itu tentu saja membuat Ae Ra bingung.
Gadis itu berhenti saat Namjoon sudah ada di mulut lorong yang belok kanan.
"HYA KIM NAMJOON! KAU MAU KEMANA?!" teriaknya. Ae Ra melambaikan tangannya agar Namjoon mengikutinya.
"KAU YANG MAU KEMANA?"
"PULANG LAH! KEMANA LAGI!"
"FLAT KITA LEWAT SINI BODOH!"
Ae Ra melotot. Lalu melihat kebelakang, dan mendapati perumahan lain yang jelas sekali bukan arah jalan pulang yang sering dia lewati. Gadis itu kembali menatap Namjoon yang masih menunggu di mulut lorong dengan senyum meremehkannya.
"AH IYA! AKU LUPA!" ujar Ae Ra langsung nyengir bodoh. Gadis itu berlari lagi menghampiri Namjoon.
"Bukan lupa, tapi memang bodoh dari sananya." komentar Namjoon.
"Kau lebih bodoh karena berteman dengan orang bodoh."