Happy Reading!
~Cemburu? Katakan saja!~
"Wah, bukankah penjelasan Prof. Albert benar-benar mengagumkan! Ah, seandainya aku bisa seperti dia," ungkap kagum Sena di samping Bang Chan.
Bang Chan tersenyum seraya mengacak rambut Sena pelan. "Perbanyak belajar, maka kau akan menjadi seperti dia," sahutnya. Sena ikut tersenyum seraya mengangguk.
Hari ini, adalah hari kedua Sena dan dokter lainnya berada di Paris. Mereka ke Paris untuk menghadiri pertemuan penting. Dan pertemuannya baru saja selesai. Sena sangat senang bisa ikut dalam pertemuan ini. Bertemu dengan beberapa dokter hebat di dunia, bisa menambah wawasan dan berbagi ilmu dengan dokter lainnya yang berasal dari negara berbeda. Sungguh, itu hal yang menyenangkan.
Jadwal mereka kosong setelah pertemuan, maka dari itu Sena dan teman-temannya sudah merencanakan acara untuk bersenang-senang. Mumpung sedang ada di luar negeri, manfaatkan waktu sebaik mungkin---karena besok malam mereka sudah harus kembali ke Korea.
Sena dibuat terkejut, saat Ai tiba-tiba datang dan langsung menyerobot menggandeng tangannya. Wanita itu juga ikut ke Paris. Ada enam orang yang ikut bersama Sena. Ai, Bang Chan dan tiga lainnya
"Siang ini kita makan apa? Ouh, aku benar-benar lapar," keluh Ai, sambil terus menggelayut manja di tangan Sena.
"Bagaimana jika Sajangnim yang memilih tempatnya? Aku rasa dia tahu segala hal tentang makanan luar!" Sena melirik Bang Chan di sampingnya.
Bang Chan tersenyum. "Ah, baiklah. Aku akan menunjukkan tempat makan paling enak di Paris!"
"Bagaimana jika Sajangnim juga yang traktir?" imbuh Ai membuat mata Bang Chan melotot.
"Traktir! Traktir! Traktir!" Sorak semuanya membuat Bang Chan hanya bisa menghela napas panjang.
"Baiklah, aku yang traktir!"
"Yeah! Sajangnim sarangheyo," seru semua koor sambil tersenyum senang.
***
"Sena-ah, apa kau berpacaran dengan sajangnim?" tanya Ai tiba-tiba saat mereka sedang bercermin di depan wastafel toilet wanita yang ada di restoran tempat mereka makan. Sena tersenyum lalu mengangguk, membuat Ai spontan melotot.
"Ya! Kau sudah gila? Bagaimana bisa? Suamimu, pak CEO kaya itu ...." Sena segera menutup mulut Ai dengan tangannya.
"Apa kau ingin semua orang tahu? Dia bukan suamiku, pernikahan itu palsu. Bukankah aku pernah cerita padamu? Aku dan pria mesum itu membuat kontrak pernikahan palsu," jelas Sena sedikit berbisik.
"Kontrak? Pernikahann palsu? Sepertinya kau tidak pernah bercerita hal itu padaku,"
"Benarkah?" Habislah Sena. Ia membongkar rahasianya sendiri. Seingatnya, ia telah mengatakannya pada Ai.
"Jadi kalian menikah kontrak?" tanya Ai memastikan.
Sena tidak menjawab.
"Benar begitu? Ya, padahal aku sudah senang kau menikah dengan orang kaya itu, usahaku dan Lucas kan jadi tidak sia-sia." Ai terlihat cemberut.
Sena mengerutkan dahi. "Lucas?"
Ai segera menutup mulutnya. Ia memukul kepalanya berulang kali sambil merutuki 'bodoh' pada diri sendiri.
Sena menatap Ai menyelidik. "Kau kenal Lucas? Apa hubunganmu dengan pria itu?" tanyanya penuh kecurigaan.
Ai dengan cepat menggeleng. Ia melirik Sena takut. "Aku tidak ...."
"Katakan padaku sebelum aku mencekikmu!" Ancam Sena membuat Ai mengkerut.
"Di--dia, pacarku!" seru Ai membuat mata Sena membulat sempurna.
"Kau pacaran dengan Lucas? Sejak kapan? Kenapa kau tidak pernah memberitahuku akan hal itu?"
Ai memainkan ujung bajunya sambil menunduk. "Kami berpacaran sudah sebulan sebelum insiden ciuman di cafe waktu itu. Aku juga terkejut saat melihatnya di sana. Sepulangnya kita dari cafe itu, dia sempat bertanya banyak tentang dirimu padaku. Pertama, aku mengira dia tertarik padamu. Jadi, waktu di rumah sakit setelah operasi kakek Tayeong aku sengaja berkata, jika kau pernah hamil anak Taeyong agar Lucas tidak lagi mengejarmu." Ai berhenti sejenak. Sena masih menunggu kelanjutan penjelasannya. Tatapannya begitu tajam dengan tangan dilipat di depan dada.
"Kau pernah berkata tidur sehotel dengan pria itu, jadi aku mencoba memanfaatkan kejadian itu untuk menjodohkan kalian. Lucas bertanya padaku apakah itu benar? Ia terlihat senang dan bilang jika itu jalan yang bagus untuk menjodohkan sahabatnya." Ai sempat terkekeh geli.
"Ternyata, dia punya niatan yang sama denganku. Menjodohkan kalian. Jadi, aku memberitahukan semuanya pada Lucas. Dia berkata untuk membiarkan sandiwara anak haram itu terus berlangsung sampai Taeyong mau menikahimu. Kami berkerja sama untuk menjodohkan kalian. Dia yang membantuku mengedit foto kalian waktu itu. Tapi tanpa kami ketahui, ternyata kalian punya rencana sendiri," jelas Ai panjang lebar.
Sena mendesah. Ia menatap Ai kesal.
"Selamat! Kalian berdua berhasil membuat hidupku hancur," ucap Sena sarkas.
"Maafkan aku!" Ai duduk berlutut di depan Sena. Menggosok-gosok kedua telapak tangannya, merasa menyesal. Ia takut, sangat takut jika sahabatnya tersebut marah.
"Seandainya kalian tidak merencanakan sandiwara ini, aku sudah hidup bahagia bersama Bang Chan. Aku pasti menyuruhnya untuk segera menikahiku. Tapi, karena kau dan Lucas semuanya jadi kacau!" Sena benar-benar marah.
"Aku mohon, maafkan aku!" Ai masih berusaha meluluhkan hati Sena.
Hening.
Sena mendesah lagi. Dirinya belum pernah merasa sekesal ini pada Ai. "Jujur, aku kecewa padamu!"
"Maafkan aku!"
Ponsel Sena tiba-tiba berbunyi. Panggilan masuk dari Bang Chan.
"Oh! Iya, tadi banyak orang yang mengantri," jawab Sena asal saat Bang Chan menanyakan mengapa mereka begitu lama di toilet.
Ia mengangguk patuh saat Bang Chan mengatakan bahwa ia dan lainnya menunggu mereka di parkiran basement.
Sena kembali menatap Ai saat selesai dengan panggilannya. "Untuk kali ini aku memaafkanmu." Ai membesarkan mata saat mendengarnya. Ia segera bangkit dan memeluk Sena erat.
"Terima kasih! Aku tahu kau tak akan setega itu padaku," ucap Ai senang.
Sena melepas pelukan Ai. "Tapi dengan satu syarat!"
"Ne?"
"Kau tak boleh memberitahukan Lucas pasal ini. Lucas tak boleh tahu aku dan Taeyong menikah kontrak. Kau harus menutup mulutmu jika Lucas bertanya hal-hal aneh tentangku. Mengerti?"
Ai mengangguk patuh dengan cepat.
"Ok. Ayo pergi!"
Keduanya kemudian melangkah pergi meninggalkan toilet. Ai menggandeng tangan sahabatnya itu. Sena tak melepasnya, walau wajahnya masih terlihat kaku.
"Sejak kapan kau pacaran dengan sajangnim?" tanya Ai penasaran.
"SMA," jawab Sena singkat.
"Benarkah?" Ai terbelalak tak percaya. "Kau tak pernah cerita?"