📕Parthner Study [1]

511 126 52
                                    

Ibuku sengaja menitipkanku pada sekolah berbasis agama. Karna menurut beliau disana aku tak hanya di didik menjadi pintar dalam hal akademis namun juga agamis. Jujur saja awal aku bersekolah disana aku meronta meminta pindah, dengan berbagai macam asumsi buruk tentangku nanti selama bersekolah disini.

Namun keinginan Ibuku tetap kekeh untukku menimba ilmu disini. Beliau tak peduli jika aku mogok makan dan enggan keluar kamar hingga aku di pindahkan ke sekolah formal. Yap benar saja, lama-kelamaan aku merasa lapar juga dan memilih keluar kamar untuk menikmati sajian menu makan malam.

Ibuku hanya bisa tertawa simpul melihatku melahap semua sajian di meja makan yang sedari tadi memang telah disiapkan. Tanpa bassmalah aku santap habis saja tanpa peduli Abah Ibuku nanti makan apa. Benar saja setelah ku makan perutku kenyang seketika disusul sendawa hingga ku merasa lega. Dan satu lagi, perut kenyang ku ini serasa ingin membawaku ke alam mimpi, bagaimana tidak bahwa saat ini pandanganku mulai kabur dan ku butuh kasur untuk segera tidur.

"Nak solat dulu," Terdengar suara Ibuku dari luar pintu kamarku, tapi mana ku peduli. Mataku lelap ingin terpejam ditambah pula dengan perutku yang kenyang seketika membawaku ke awang-awang.

"Syahifa buka pintu," Ucap seseorang di balik pintu kamarku penuh penekanan.

"Abah,"  Batinku mendengar suara itu kembali mengulang perkataannya.

"Syahifa buka pintu."

"Astaga kenapa harus abah," gerutu ku sembari mengucek mata dan membuka pintu kamarku tercinta.

Plakk.  . . Suara tamparan begitu keras mendarat di pipiku, yang seketika membuatku terperajat dan menitihkan air mata.

"Abah Syahifa salah apa?"



















Nah lho, Salah Syahifa apa ya?
Next aja ya 😪 Lagi males ngetik panjang lebar.

 [Just]// Parthner StudyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang