End of the World : Chapter 1

3 0 0
                                    

Upacara bendera kali ini berbeda dengan upacara pada hari-hari biasanya. Tidak terlihat petugas pengibar bendera, para guru berada di dekat barisan murid-muridnya, beberapa murid yang tidak memakai atribut lengkap dibiarkan, para anggota OSIS juga yang biasanya tidak tampak ketika upacara, sekarang berada di dekat podium.

Terlebih lagi, beberapa adegan upacara seperti persiapan barisan dan pembacaan pancasila juga pembukaan UUD tidak dilakukan. Di satu sisi, Pak Indra yang sudah bersiap langsung menuju ke podium setelah melihat para murid berbaris rapi. Beliau memulai pidato tentang serangan Insectanon.

Mendengar pidato itu, para murid ketakutan dan panik. Beberapa ada yang pingsan, sebagian lain justru meledak semangatnya. Pak Indra kembali menegaskan bahwa ini adalah perang, bukan semacam sparring yang biasa mereka lakukan. Mereka bisa terluka atau lebih parahnya, terbunuh. Namun murid-murid berambisi itu semakin bersemangat.

Setelah Pak Indra menutup pidatonya, digantikan dengan Pak Budi sebagai perwakilan dari pengurus "proyek kehidupan sekolah" cabang Indonesia. Beliau menambahkan beberapa perihal tentang mengutamakan keselamatan penduduk sipil daripada pergi ke garis depan karena sudah ada tentara yang bertanggung jawab.

Tambahan lain juga ditujukan kepada relawan yang ingin membantu berperang dengan mengkonsumsi kristal pengendalian. Mereka bisa mulai mendaftarkan diri di ruang OSIS. Disana mereka akan ditanya sekaligus dilatih dengan kekuatan yang mereka minati. Murid lain yang sudah terlahir sebagai pengendali juga akan membantu, tidak hanya pihak OSIS.

Beliau menutup pidatonya sekaligus menutup upacara pagi itu dan barisan dibubarkan. Para murid yang bersemangat itu langsung menyerbu ruang OSIS dan ingin segera mendaftar. Adrian ditemani sie lain dari jajaran Amanda mencatat murid-murid tersebut. Mereka benar-benar antusias untuk menjadi pengendali. 

Mereka yang sudah mendaftar mendapat kartu data diri mereka untuk ditunjukkan ke petugas OSIS di lapangan. Disana mereka akan mendapat kristal pengendalian, sekaligus mendapat pelatihan. Beberapa juga ada yang diarahkan ke gedung olahraga. Petugas OSIS yang ada menyuruh para pendaftar untuk menunggu sejenak, karena persediaan kristal pengendali masih dalam perjalanan.

Beberapa jam kemudian dan akhirnya persediaan itu datang. Peti kayu besar yang dibawa oleh truk pengirim diangkut oleh anggota OSIS dan didistribusikan. Di dalam peti tersebut berisi koper yang sudah ditandai dengan jenis elemental tertentu. Para OSIS dan guru melakukan pengecekan kemudian memerintahkan para pendaftar berbaris sesuai dengan minat pengendali yang mereka ambil.

Instalasi kristal pengendali element ini sangat mudah. Mereka cukup meletakkan kristal itu ke dada. Beberapa saat kemudian, kristal itu melebur dan terserap oleh tubuh tanpa ada efek samping. Lalu, mereka mulai latihan untuk memfokuskan energi kristal itu untuk pengendalian.

Contohnya pendaftar dengan minat pengendali air, dia akan dibimbing untuk menggerakkan air di sebuah wadah. Dengan waktu singkat, sang pendaftar itu berhasil mengangkat air dari wadahnya dan menggerakkan sesuai keinginan. Kemudian mereka dilatih untuk membentuk air tersebut menjadi senjata layaknya pedang, atau menggerakkannya seperti sebuah pecut atau tehnik bertarung yang lain.

Setelah mereka berhasil melakukan pengendalian, mulailah sparring antar sesama pendaftar atau ke murid yang memiliki kekuatan pengendalian sejak lahir. Biarpun masih dalam tahap berlatih, kekuatan pengendalian memiliki kekuatan destruktif yang besar, itulah mengapa mereka berlatih bertarung di dalam ruang dimensi yang dibuat oleh pengendali kegelapan.

Jonathan mengamati semua kegiatan itu dari sudut lapangan dengan pesimis, entah karena relawan itu tampak bahagia ketika berhasil mengendalikan elemen atau mereka tidak sadar bahwa yang mereka pertaruhkan adalah nyawa. Tiba-tiba tepukan kuat menyerang punggung Jonathan.

"Kamu kenapa? Kok tegang banget?" tanya Adrian yang berhasil mengejutkan Jonathan.

"Aduh! Sakit tau!" geram Jonathan sambil berusaha meraih titik sakitnya.

Adrian hanya tertawa. "Maaf, maaf. Abisnya kulihat kamu seperti tidak nyaman dengan sesuatu."

Jonathan menghembuskan nafas panjang. "Aku hanya... tidak bisa menerima kenyataan ini. Itu saja."

"kenyataan bahwa kita akan berperang untuk menjaga kedamaian dunia? Bukannya itu keren, seperti pahlawan atau sejenisnya." canda Adrian.

"Kamu masih bisa tenang biarpun semua kebahagian ini akan sirna? Kamu memang sesuatu."

Adrian membalas dengan bersemangat, "Justru itu! Kita melakukan ini semua untuk menjaga agar kebahagian bisa terus terjadi!"

Adrian kemudian meninggalkan Jonathan yang masih berdiri disana untuk kembali bertugas membimbing para relawan. Kemudian ponsel Jonathan berdering, seperti ada pesan masuk. Dia mengecek ponselnya dan membaca pesan dari Iqbal untuk bertemu di ruang OSIS.

Jonathan bergegas menuju ke ruang OSIS. Dia dikejutkan dengan barisan pendaftar yang kelewat panjang. Banyak juga pendaftar yang ingin merasakan mengendalikan elemen. Kebanyakan dari mereka masih muda, biarpun beberapa ada yang berumur seperti orang kantoran. Terlihat juga beberapa wanita yang rela berbaris untuk memiliki kekuatan pengendali.

Entah apa yang mereka pikirkan sebenarnya, ingin berlagak seperti pahlawan kah? atau ada minat lain yang tersembunyi? Mengapa mereka sangat antusias tentang ini? Pertanyaan retoris itu muncul secara acak di pikiran Jonathan sampai dia berhasil masuk ke ruang OSIS. Iqbal bersama Amanda duduk di sudut ruangan sambil menunggu kehadiran Jonathan. Iqbal dan Amanda sedang mencatat seberapa banyak relawan baru yang berdatangan. 

Tanpa basa-basi, Jonathan langsung bertanya, "Ada apa?"

Iqbal menoleh ke Jonathan, "Sepertinya kita kehabisan stok kristal pengendali. Sementara ini kita hanya bisa mendaftar dan kekuatan apa yang mereka inginkan."

"Lalu, bagaimana dengan murid-murid yang sudah terdaftar?"

"Mereka sudah di prioritaskan, Jadi mereka seharusnya sudah mendapatkan kristal itu." balas Amanda.

"Baguslah." Jonathan mencari kursi untuk duduk dan ikut melihat catatan tersebut. "Jadi, kau memanggilku kesini untuk apa?"

"Eh iya sampai lupa. Amanda tolong lanjutkan mencatatnya, aku akan pergi dengan Jonathan sebentar."

"Baik kak."

Iqbal dan Jonathan pergi ke tempat yang sudah pasti bisa ditebak, yaitu atap sekolah. Disana juga ada Yunita yang duduk di salah satu bangku kosong sedang menikmati suasana siang. Sadar dengan kehadiran Iqbal dan Jonathan, tetapi dia hanya menoleh dan kemudian berpaling lagi.

Cewe misterius ini membuat Jonathan curiga, sepertinya dia menyembunyikan sesuatu.

"Yunita? Tidak biasanya kamu disini?" tanya Jonathan.

"Suasana ini... Rina sangat membencinya." Jawab Yunita datar.

Iqbal yang mendengar ucapan itu, mendekati Yunita dengan cepat, "APA MAKSUDMU BERKATA SEPERTI ITU?"

Jonathan langsung meluncur untuk melerai mereka, "Oi,Oi Iqbal...."

Yunita menatap raut muka Iqbal. Nafasnya yang tidak stabil, matanya melotot tajam, kedua tangannya mengepal kuat, kekuatan kegelapannya terpancar dari tangannya. Yunita masih duduk tenang tanpa takut dengan amukan Iqbal.

"JANGAN BICARA SEMBARANGAN TENTANG RINA!" Kali ini kapak kegelapannya mulai terlihat.

"IQBAL! HENTIKAN! APA KAU INGIN MEMBUNUH TEMAN MU SENDIRI HANYA KARENA ITU?" Teriak Jonathan berusaha melerai.

Kapak besar itu muncul sempurna di tangan kanan Iqbal, dan ditebaskannya ke arah Jonathan. Tebasan itu menembus tubuh Jonathan tanpa melukainya maupun membuatnya lemas.

"Diam kau pembunuh." ucap Iqbal lirih.

Jonathan terkejut dengan ucapan Iqbal yang memang pada kenyataannya dialah yang membunuh Rina. Jonathan mengambil jarak jikalau ada serangan lagi. 

"Untung saja aku masih belum berminat membunuh kalian berdua."

Jonathan membisu setelah itu. Yunita berdiri dari kursinya dan pergi meninggalkan mereka berdua tanpa mengucapkan apa-apa. Iqbal berusaha mengendalikan amarahnya. Setelah mereda, Iqbal mengingat suatu hal yang akan dibicarakan kepada Jonathan.

School Life ProjectWhere stories live. Discover now