Scene 🎬 7

2.7K 407 27
                                    




🎥









My Darling!


“Ne??” Dahi berkerut, mata memicing, Minjae menjauhkan gagang telepon dari telinganya, memandang aneh pada benda yang masih mengeluarkan suara itu.


My Darling, apa kau sudah makan malam?”


“Ayah?” tanya Minjae ragu-ragu.


Ayah? Uhh... kinky ....”


Lagi, Minjae menjauhkan gagang telepon dari telinganya. Memandang Hani yang sedang memperhatikannya dengan seksama.


“Ayahku sedang mabuk sepertinya,” bisik Minjae pada Hani, yang langsung terkekeh mendengarnya.


Sementara itu,


“Hallo?”


Ya! Minjaemin! Kau anak nakal! Sedang apa kau di sana?! Siapa yang mengizinkanmu pergi?!


Dahi Jaemin berkerut, ia mencolek lengan Hani lalu berbisik, “Ini siapa?”


Hani terdiam sejenak, lalu ia menjetikan jarinya. “Tuan Lee,” jawabnya tanpa bersuara.


Jaemin menyulam alisnya, Tunangannya ini sudah gila atau sedang mabuk?


“Lee? Kau sedang mabuk?” tanya Jaemin ragu.


Lee?! Ya! Minjaemin! Sejak kapan kau berani memanggil Ayah seperti itu?


“Lee—”


Ah, sudahlah. Apa kau sudah makan? Apa di sana banyak nyamuk? Kodok? Apa di sana kau kedinginan? Apa di sana kau dapat tempat tidur layak?”


“Kau benar-benar mabuk. Ku sudahi saja. Besok telepon aku jika kau sudah waras!” Dengan kesal Jaemin mengakhiri panggilannya dan mengembalikan gagang telepon pada Hani yang meringis canggung.


“Suami Anda, Jaemin-ssi?” tanya Hani ragu-ragu.


“Calon,” jawab Jaemin cepat lalu pergi meninggalkan Hani yang menahan tawanya.


          

Sampai ia melupakan kalau masih ada seseorang lagi yang sedang kebingungan dengan gagang telepon menempel di telinganya.


“Ayah? Ayah mana Halmeoni? Aku bicara sama Halmeoni saja. Kurasa Ayah sedang mabuk,” tutur Minjae seraya menghela nafas lelah.


Halmeoni? Kau bicara apa sayang? Halmeoni sudah meninggal tahun lalu.”


Minjae melongo, mulut terbuka lebar dengan mata yang membulat sempurna, tidak percaya kalau Ayahnya bisa berbicara sekenanya kalau Neneknya itu sudah meninggal.


My Darling, kau tidak merindukanku? Aku di sini kesepian dan rindu kehangatan pelukanmu.”


Terdiam sejenak kemudian menarik nafas dalam-dalam, Minjae berteriak lantang di gagang telepon, “Ih! Ayah!! Michyeosseo!!”


Ia mengembalikan gagang telepon pada Hani dengan wajah tertekuk sebal.


“Kenapa kok marah?” tanya Hani dengan sabar sembari mengulurkan sebutir permen karamel pada Minjae.


“Ah, maaf, Eonnie. Ku rasa Ayahku benar-benar sedang mabuk,” jawab Minjae, tersipu malu. Ia mengambil permen karamel dari uluran tangan Hani lalu menendang-nendang ke udara dengan manja.


Hani terkekeh. “Ayahku juga suka begitu. Tidak usah marah, mungkin Ayahmu hanya rindu.”


“Rindu apanya, Eonnie. Aku di sini belum ada sehari. Lagipula—”


“Lagipula?”


“Ehehe, tidak. Kalau begitu terima kasih Eonnie. Aku kembali ke pondok!” pamit Minjae sersya berlari menuju Pak Yoon yang sedang menunggunya di depan pintu untuk mengantarnya kembali.


Hani hanya bisa menggeleng heran. Ternyata pekerjaannya ini lumayan menyenangkan dari ia yang pikir sebelumnya.


“Loh, heh?? Sepertinya ....” Hani terdiam, memandangi line telepon yang kini sudah berhenti berkelip. “Astaga! Aku keliru memberikan line teleponnya!!”









🎥









🎥

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Altering SummerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang