Mata Ica terlihat sedikit membengkak. Ia menangis cukup lama saat berada di toilet. Ica berusaha menyembunyikan wajahnya yang sangat menunjukan bahwa ia baru saja menangis. Ica membasuh dan menepuk-nepuk wajahnya dengan air. Berharap bahwa hal itu dapat menyembunyikan apa yang baru saja ia lakukan. Menangis sendirian di toilet.
"Huufftt," Ica menghela nafas. Tangannya ia sandarkan pada wastafel sambil menunduk.
Ica mengangkat wajahnya. Ia menatap pantulan dirinya pada cermin besar yang ada di sana. Ica memerhatikan dirinya sendiri.
"Ica. Kamu kok lemah banget, sih? Masa gitu aja nangis? Dasar cengeng!" Omel Ica pada pantulan wajahnya di cermin itu.
Ica berdiri tegap. Sekali lagi, ia mengusap wajahnya kasar.
"Ica, jangan nangis! Kinan aja kuat, masa kamu enggak? Huh!" Kata Ica menyemangati dirinya sendiri.
"Riska Ayu Risma. Fighting!" Katanya sekali lagi sambil tersenyum lebar dan mengangkat kedua tangannya yang ia genggam ke udara.
~ ~ ~
Ica merasakan perutnya tengah meronta minta diisi. Ia kini sudah ada di kantin sekolah. Keadaan kantin saat ini tidak begitu ramai. Ica rasa karena sudah banyak siswa yang pulang, padahal belum diperbolehkan. Sebagian siswa pasti sedang bermain-main dan menikmati waktu bebas KBM hari ini. Yup! Jam kosong, apalagi KBM gak aktif adalah kenikmatan dunia yang sangat disukai para siswa, pada umumnya. Termasuk Ica. Hehe.
Ah! Cacing-cacing di perut Ica sudah pada demo minta dikasih jatah. Namun Ica belum memesan apapun. Kini ia malah celingak-celinguk menatap sekitar.
"Ica?" Suara seseorang memanggil nama Ica membuat Ica menoleh ke sumber suara.
"Eh?" Ica terkejut melihat sesosok lelaki yang memanggil namanya itu.
"Iya. Halo. Gue gabung duduk di sini boleh?" Tanya lelaki itu meminta izin.
"Oh, boleh aja, Kak. Silahkan," jawab Ica memberi izin sambil tersenyum ramah.
Lelaki itu kemudian mengangguk sambil tersenyum. Ia duduk di hadapan Ica. Sementara itu Ica melanjutkan kesibukannya, yakni celingak-celinguk.
"Ca? Lo kenapa? Lagi nyari sesuatu? Atau seseorang?" tanya lelaki itu menyadari tingkah Ica.
"Eh? Ma-maaf, Kak. Iya, nih. Aku nyariin Kinan," jawab Ica, kembali fokus pada lawan bicaranya.
"Oh, temen lo yang jutek abis itu, ya?" tanya lelaki itu dengan nada bergurau.
"Ish! Jangan gitu, Kak! Gitu-gitu, dia teman aku," kata Ica. "Tapi bener, sih. Jutek banget emang orangnya," sambungnya sambil mengangguk setuju.
Lelaki itu tersenyum geli sendiri.
"Kenapa? Emang tadi kalian gak dateng barengan atau gimana?""Iya. Tadi aku dateng sendirian, Kak. Abisnya dia gak ada di kelas. Aku cariin juga gak ketemu-ketemu. Jadi, Ica kira dia udah ada di kantin, tapi ternyata gak ada. Dasar Kinan!"
"Oh, gitu. Kalian emang udah janjian?"
"Hehe. Enggak, kak," sahut Ica sambil nyengir.
"Loh? Terus? Gimana kamu bisa tahu kalau dia bakalan ke kantin?"
"Ooh, itu. Jadi gini, kak. Kinan itu setiap hari biasanya suka bawa bekal makan siang. Jadi, kalau dia lapar dia bakalan makan bekalnya itu di kelas, karena dia gak suka ke kantin, katanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Negatif x Negatif (HIATUS)
Teen FictionKalau dalam ilmu Matematika, negatif x negatif = positif. Tapi, kalau negatif yang dimaksud di sini adalah manusia, gimana jadinya, ya? Serupa tapi tak sama. Dua orang manusia dengan sifat dingin yang berbeda. Bagaimana jika keduanya berjumpa? Akank...