#Happy Reading
***
Setelah melihat isi dari flasdisk yang di berikan Kiki, Raka langsung meminta di kirim ke bandung malam ini juga.
Keterlaluan. Seharusnya ia melihat isi flasdisk itu dari kemarin. Tapi, ah sudahlah. Nasi telah menjadi bubur.
"Raka, di sana nanti kamu tidak boleh merepotkan Nenekmu, oke?"
"Hmm." Entahlah, pribadi Raka sekarang telah terganti. Mungkin setelah tau bahwa ia hanya di manfaatkan, Raka menjadi orang yang semakin irit bicara.
Rama, Papa Raka sebenarnya ingin menanyakan, kenapa putranya itu mendadak ingin di kirim ke bandung. Padahal kemarin, dia telah menolak sampai marah-marah. Tapi, Rama mengurung pertanyaannya itu ketika melihat sorot mata tajam Raka yang menyimpan amarah.
Untuk memecah keheningan dalam mobil, Rama menghidupkan radio. Terputarlah lagu Indah pada waktunya-Rizky Febian yang mengalun selama perjalanan.
Raka tak menghiraukan lagu yang sedang memenuhi sisi mobil itu. Pikirannya masih terbanyang isi flasdisk tadi. Dan sekarang, flasdisk itu ada di dalam saku jaketnya.
Raka tak sempat mengemas baju tadi sore. Pikirannya sudah melayang untuk pindah dari Jakarta. Isi flasdisk itu cukup membuatnya menggeram kesal dan marah tak karuan.
Selama beberapa jam perjalanan, mobil yang di tumpangi Raka dan kedua orang tuanya itu sudah sampai di depan sebuah rumah yang cukup sederhana.
Rama dan Rere keluar lebih dulu. Sementara Raka masih diam tak berkutik di jok belakang. Pikirannya sedang stress.
***
Salsa mendekati Dea yang sedang mengaduk sup di atas kompor yang panas.
"Ini Bunda garamnya." Salsa memberikan sekantung plastik yang berisi garam di dalamnya.
Dea yang tadinya asik mengaduk sup itu pun menoleh dan menghentikan kegiatannya lalu mengambil alih plastik dari tangan Salsa. "Iya, makasih ya, sayang. Yaudah, kamu tunggu di ruang tamu dulu. Nanti kalo udah mateng semua, Bunda panggil kamu."
Salsa mengangguk dan pergi menuju ruang tamu. Di ruang tamu, Salsa tak melakukan apapun. Hanya memainkan kakinya dan memandang-mandang atap rumahnya yang hampir roboh. Terlihat sangat tua.
Sudah biasa Salsa seperti ini. Salsa tak punya handphone yang dimiliki remaja jaman sekarang. Keluarganya terlalu miskin untuk membeli handphone yang harganya mahal.
Tak lama, Deni, Ayahnya datang dan duduk di depan Salsa. "Bagaimana sekolahnya?" tanyanya tiba-tiba.
"Baik kok, Yah," balas Salsa mengangguk.
"Belajar yang baik. Jangan sampai nilai kamu turun."
Salsa mengerutkan kening. "Kok Ayah tiba-tiba ngomong gitu?" tanya Salsa heran. Tak biasanya Ayahnya berkata seperti itu.
Deni tersenyum. "Besok Pagi, Ayah dikirim keluar negeri sama Bos Ayah."
Ekspresi Salsa mendadak murung. Matanya memancarkan keterkejutan, juga kesedihan.
Deni mengelus rambut Deni dan memberikan senyumannya. "Tenang aja. Ayah nggak bakalan lama disana. Cuman satu bulan," ucap Deni yang mengerti raut wajah Salsa.
Tiba-tiba, Dea datang dari dapur dan membawa beberapa piring yang di tumpuk menjadi satu.
"Makanan siap." Dea meletakkan piring yang saling bertumpukan itu keatas meja dengan hati-hati. Setelah meletakkan piringnya, Dea kembali ke dapur untuk mengambil nasi dan lauk pauknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Culun Is My Girlfriend
Teen Fiction[Design cover by Li Graphic @nurlimeilani] *** Bukan cerita tentang anak pengusaha kaya yang berpura-pura menjadi culun hanya untuk menyelidiki kasus korupsi di sekolah atau untuk mencari teman yang benar-benar tulus. Ini hanya cerita tentang Salsa...