13

7.1K 185 18
                                    

Tinggalkan komen sayang, janga lupa vote juga ya 💕

.
.
.

Berada dalam kamar orang tuanya yang mempunyai aura tersendiri membuat Atiqa sedikit canggung. Ummi hanya akan memanggil putri nya ke kamar bila ada hal penting yang akan dibicarakannya.

Menunggu ummi menyelesaikan bacaan Quran setiap habis isya, Atiqa duduk di atas ambal dekat ummi.

Teringat kalau Asyraf akan bangun dan mencarinya, karena lelaki itu belum makan malam saat ia tinggalkan dan terlelap setelah mengucap kalimat yang membuat perasaan wanita itu bergejolak tak tentu arah.

"Kamumelamun?" 

Atiqa terkejut dengan tepukan dilengannya, timbul senyum tipis di wajah senja ummi melihat wanita yang sudah menjadi istri seorang Asyraf.

"Ada apa? Apa terjadi sesuatu

antara kamu dan suamimu?"

Atiqa menunduk, semenjak ummi menyuruhnya ke kamar, ia sudah tahu akan mendengar sesuatu dari umminya.

"Kamu tidak menghakimi suamimu kan?"

Atiqa tidak terkejut dengan pertanyaan ummi, karena ummi bisa membaca gelagat anak-anaknya ketika melakukan kesalahan.

"Ummi mau tanya." ummi menatap putrinya sebelum melanjutkan kalimatnya. 

"Apa abi memaksamu untuk

menerima pinangan Asyraf?" 

Atiqa menggeleng dengan mata mengerjap indah menatap wajah senja ummi-nya. Berapa lama ia tidak menatap lekat wajah wanita yang sudah melahirkannya, karena terlalu sibuk dengan urusan hatinya.

"Coba, ingat. ketika abi mengatakan wasiat dan pinangan Asyraf, apa yang kamu dengar, dan jawaban apa yang kamu berikan?"

Atiqa memutar memorinya, mengingat kilas balik pembicaraanya dengan abi dan juga ummi.

Sore itu, ia baru saja pulang dari mengajar dan tidak sengaja mendengar pembicaraan Asyraf dan waled-nya. Hingga ba'da Isya ji, waled memanggilnya dan menyampaikan wasiat dari pinangan Asyraf.

"Putra kyai haji Faruq, datang melamarmu atas wasiat yang pernah Abi bicarakan. Kamu

masih ingat?"

Atiqa menatap wajah walednya, seakan mencari jawaban yang hilang dari benaknya. Lama ia mengingat, hingga saat jawaban menyapa memorinya, kepala wanita itu mengangguk.

"Dia adalah Asyraf. Utusan dari malaysia yang bertugas di pesantren kita."

Atiqa terkejut bukan main ketika waled menyebutkan nama lelaki yang belakangan ini dekat dengan abangnya dan juga sering bermain ke rumah. Terakhir, mereka mengikuti forum dakwah bersama ke Banda Aceh.

Mulut wanita itu kelu, lidahnya tidak bisa diajak bergerak menyampaikan suara hatinya.

"Asyraf menetap di Padang, selain seorang dosen ia juga aktif dalam berbagai forum." waled Hasan melanjutkan kalimatnya, tutur yang tegas dan mengayomi adalah ciri Khas pemilik pesantren Darul Istiqamah tersebut.

"Ia tidak sendiri, ada teman dan anak-anak yatim yang tinggal bersamanya disalah satu panti asuhan yang ada di Jakarta. Jadi, ia tidak bisa menghabiskan waktu 24 jam bersama kamu," papar waled Hasan, memperkenalkan sosok Asyraf pada putrinya.

Atiqa memejamkan matanya, sepertinya waled sudah mengenal baik kyai haji Faruq dan putranya Asyraf. Apa ada alasan untuk menolak?

"Abi tidak memaksamu, Abi hanya menyampaikan amanah yang sudah sejak usiamu tujuh tahun, mengikatmu dengan

PURNAMA DI UFUK MESRA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang