17. Nice sleep.

2.8K 222 25
                                    

"Suapin ya, Hel. Kalau orang sakit kan suka manja, dan gue termasuk begitu," tutur Leo membuat Rachel yang baru saja meletakan nampan berisi masakannya di sebelah ransel nan tergeletak di permukaan laci setelah tiga puluh menit lebih bergulat di dapur sendirian, gadis itu bersedekap seraya menghela napas panjang. Kapan Leo tidak ada-ada saja!

"Tapi, gue mau pul—"

"Ya udah, nggak mau makan. Bawa lo pulang aja sana, gue nggak mau." Bahkan sikap Leo jauh lebih menjengkelkan saat sedang sakit, Rachel berani taruhan untuk itu.

"Gue hubungi Natasha ya biar urus lo di sini, gue juga ada kerjaan lain. Sore ini gue manggung."

"Cancel," sahut Leo begitu entengnya, Rachel mendelik mendengarnya.

"Gampang banget lo ngomong, udahlah gue bukan pacar lo, jadi berhenti minta ini dan itu, Leo! Panggil Natasha suruh ke sini!" geram Rachel sebelum meraih ransel dan bergerak menghampiri pintu kamar, ia kesal sekali menghadapi sikap Leo yang masih terus menganggapnya seperti seorang pacar, padahal sudah jelas kalau sekarang Rachel kekasih Raka, gadis itu bahkan rela berbohong untuk menjenguk Leo, tapi sikap yang ia terima begitu tak pantas.

Leo tetap saja Leo, menjengkelkan!

Leo beranjak, ia turun dari ranjang meski tubuhnya sangat lemas—meski harus melangkah terhuyung pun Leo tetap menghampiri Rachel yang sudah tiba di depan pintu utama, beruntungnya laki-laki itu masih sanggup meraih Rachel dan memeluk perutnya dari belakang.

Seketika Rachel membeku di tempatnya berdiri, tangan yang sudah menyentuh kenop itu akhirnya meluruh bersamaan mata nan terpejam merasakan lagi erat pelukan Leo di tubuhnya, bisa Rachel rasakan deru napas Leo yang lebih panas saat menyentuh lehernya setelah laki-laki itu menyandarkan dagu di bahu Rachel.

"Hel, jangan pergi," lirih Leo.

"Leo, nggak gini." Sebisa mungkin Rachel berusaha melumpuhkan perasaannya setelah beberapa minggu mulai mati total, tapi kenapa pelukan itu seakan mendatangkan lagi sesuatu yang pernah ada? Rachel benci merasakan semuanya! Ia tak ingin lemah lagi seperti dulu, sudah cukup Leo bermain, biarkan Rachel mengepak sayap dan terbang bebas seperti seharusnya.

"Jangan pulang." Leo kembali berucap, ia tak peduli siapa manusia yang dipeluknya kini meski berstatus seorang mantan atau kekasih temannya sendiri sekalipun, yang Leo tahu—ia membutuhkan Rachel untuk apa pun.

Rachel menghela napas pasrah. "Ya udah, tapi lepasin, jangan begini." Ia menunduk saat Leo mengendurkan pelukan hingga terlepas, kini Rachel memutar tubuh, menatap wajah itu lebih dekat. Rachel menarik tangan Leo dan mengajaknya duduk di sofa ruang tamu. "Sekarang makan ya? Obatnya gimana? Lo kan nggak ke dokter."

"Ada Paracetamol di kotak obat kok, itu ajalah. Badan gue cuma panas aja." Leo sama sekali tak memberi tahu alasannya sampai sakit seperti itu setelah momen menyakitkan ketika hujan kemarin malam, menunggu seseorang yang belum tentu juga merasakan rindu.

"Oke, habis makan minum obat, terus istirahat lagi. Mau nurut, kan?" Pertanyaan Rachel dijawab anggukan Leo, gadis itu meletakan ranselnya di meja dan beranjak menghampiri kamar Leo. Rachel mengambil lagi nampan berisi makanan yang ia letakan di permukaan laci—membawanya ke ruang tamu. Gadis itu duduk seraya memangku nampan tadi, sedangkan mantan kekasihnya menyandarkan tubuh nan begitu lemah.

Leo membuka mulut saat sendok berisi makanan mengambang di depan wajahnya, tangan Rachel mulai bekerja mengurus lebih bayi besar itu, Leo menatap wajah Rachel seraya mengunyah makanannya hingga meluruh melewati kerongkongan. Ada sensasi tersendiri saat menatap Rachel seraya mengunyah makanan, sebut saja Leo berselera.

Tak ada percakapan antara mereka selama Rachel menyuapi Leo, mantannya itu hanya sibuk menatap Rachel tanpa kedip, sedangkan manusia yang ditatap sesekali melirik sebelum beralih pandang.

Sayap-Sayap Patah (completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang