IRK 5

8.3K 309 1
                                    

Pov. Safna

#Istri_Rahasia_Konglomerat
#Kolab_Hanin_Rindu_Riani

Aku hanya boneka permainanmu

***

Sinar mentari pagi membias di celah-celah jendela minimalis kamar. Silaunya menerobos mata. Menggeliatkan badan, ngilu dan sakit rasa yang mendominasi tubuhku saat ini.

Seusai salat subuh, Tuan Roger kembali menarikku ke tempat tidur. Seakan hasratnya belum puas tersalurkan. Lelah setelahnya mengantarkan mata kembali terpejam.

Beringsut bangun, melirik sekilas lelaki bertelanjang dada yang masih memejamkan mata dengan napas teratur. Kenikmatan dunia yang tuan reguk berkali-kali membuatnya tertidur sangat pulas.

Tertatih langkah ini menuju kamar mandi. Mengguyur tubuh lelah dengan air dingin khas pegunungan, menggigilkan badan, tetapi mampu mengurai rasa perih dan melenturkan otot yang menegang. Segar.

Sekembalinya dari kamar mandi, aku terhenyak, lelaki itu telah bangun dan duduk di pinggir ranjang. Melihat ke arahku dengan tatapan dingin tanpa berkedip. Ingin melenyapkan diri kembali masuk ke kamar mandi. Percuma, tidak akan merubah keadaan, ini bukan mimpi.

Melangkah seraya menunduk menuju cermin rias, menghindari tatapannya yang membuat jantung berdetak cepat melebihi ritme normal.

Aku hampir terlonjak, sebuah pelukan dari tangan kekar melingkar di pinggang, hidungnya mengendus leherku menimbulkan gelenyar aneh. Tubuh ini menegang. Dalam hati merapal doa, semoga tuan tidak lagi menyiksa tubuh yang masih lemah, tak bertenaga.

"Tu-tuan, saya mau membuat sarapan." Mencoba membuka tangan yang bertumpu di perut.

Tangan itu semakin mengerat. Andai ada sesuatu yang mampu menarik perhatian tuan dari pada tubuh ini, aku sangat berterima kasih.

Suara dering ponsel menjawab jeritan hati.

Bagai mangsa lepas dari jeratan, aku berlari keluar kamar selagi ada kesempatan, perhatian tuan teralihkan menerima panggilan telpon entah dari siapa.

Menyiapkan sarapan untuk pria itu, meskipun belum tahu seleranya, kuusahakan memasak enak dengan bahan yang sudah tersedia di lemari pendingin. Sayuran hijau dan daging ayam mentah menjadi sasaran untuk kumasak.

Ada debar mendadak menyapa dada, dengan ekor mata, dapat kupastikan ada seseorang memperhatikan di ambang pintu dapur. Tanganku mulai sedikit gemetar, grogi. Tuan di sana.

Mencoba fokus pada masakan yang kubuat seraya menekan dada supaya gemuruh mereda. Tak kuasa menahan, penasaran mengalahkan fokusku pada ayam yang sedang di olah.

Hhmm, dia pergi, syukurlah. Mengembuskan napas lega.

Menghidangkan hasil tanganku, sayur capcay dan ayam geprek di atas meja makan persegi empat yang terbuat dari jati Jepara, menu tak mewah, tetapi menggugah selera, menurutku. Semoga tuan suka.

Melangkah ragu menyambangi pintu menuju luar, di sana lelaki itu duduk menghisap rokok seraya menikmati secangkir kopi luwak yang sempat kubuatkan. Menarik udara sebanyak mungkin, agar suaraku tak kentara dengan getaran saat memanggil.

"Tu, tuan, sarapan sudah siap."

Aku melangkah cepat mendahuluinya, setelah tuan bangkit dari duduk.

Perasaan ini tak menentu, antara lapar, kikuk dan, aah entahlah sulit kugambarkan. Yang jelas, aku ingin segera mengakhiri ritual makan yang kaku ini. Suasana begitu mencekam, hanya denting suara sendok beradu dengan piring porselen.

Ketegangan kian kentara, tuan Roger berpindah duduk tepat di samping. Jantung ini menggelepar tak karuan. Apa maunya?

Cepat-cepat membereskan suapan terakhir, meraih piring bekas makan. Namun, lengan ini dicekal tangan besar tuan Roger. Memandang sendu bola mata hitam pekat yang memancarkan birahi.

Istri Rahasia KonglomeratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang