M&V 1

17 3 0
                                    

Biarkan waktu menceritakan semua dengan sendirinya, karena aku belum siap untuk bercerita.
-Rana Pradipta-

Author POV

7 tahun kemudian..

Angin sepoi-sepoi sore ini membuat rambut ikal seorang gadis kecil beterbagan. Terkadang angin sepoi-sepoi ini juga membuat gadis itu mengerjapkan mata sipitnya berulang kali karena terkena debu yang terbawa angin.
Tapi semua ini tidak membuat sang gadis kecil berhenti bermain dengan tanah di depan rumahnya dan sendok plastik, serta gelas bekas minuman.

Sahara Rafika Pradipta, Gadis kecil berusia 7 tahun yang duduk di kelas 1 sekolah dasar. Ia sangat terlihat menggemaskan, tapi sayangnya ia adalah gadis kecil yang sedikit cengeng. Ia mudah menangis saat mendapatkan masalah kecil. Ia juga termasuk gadis kecil yang sulit bergaul dengan temannya karena ia terlalu pendiam dan pemalu. Hal itu juga membuat teman-teman Sahara enggan untuk berteman dekat dengannya.

Tangan mungil Sahara, bergerak ke kanan dan kiri mengeruk tanah dengan sendok plastik yang ia pegang, setelahnya ia memasukkan tanah ke dalam gelas bekas minuman dan ia bentuk sesuai dengan bentuk gelas itu. ia juga membuat beberapa bentuk dengan tanah yang ia tambahkan dengan sedikit air.

Mainan Sahara sungguh sederhana, bahkan tidak ada hargannya. Tapi, ia tetap bahagia dengan itu semua. Karena bagi Sahara kecil bermain tanah adalah suatu hal yang sangat menyenangkan. Apalagi ia dapat membuat bentuk apapun dengan tanah yang ia campur dengan air.

"Sahara, membuat apa?" Tanya seorang wanita yang baru saja keluar dari rumah.

"Sahara, mau membangun istana untuk ibu" jawab Sahara kecil.

Rana Pradipta, ibu dari Sahara. Ia adalah seorang ibu rumah tangga. Tak hanya itu, adalah seorang ibu yang tangguh. Meskipun sebenarnya di balik ketangguhannya terdapat begitu banyak luka yang ia simpan. Ia tidak pernah menunjukkan lukanya, Meskipun terkadang ia menangis dalam diam.

Rana tersenyum mendengar apa jawaban dari putrinya, "kenapa buat istana untuk ibu?" Tanya Rana.

"Karena Sahara ingin ibu jadi Ratu di istananya" ucap Sahara kecil dengan girang.

Lagi-lagi Rana tersenyum mendengar ucapan anaknya, "Sahara sudah mandi?" Tanya Rana.

Sahara menggeleng, "Belum" ucap Sahara.

"Kalau begitu Sahara mandi dulu" ucap Rana.

"Sebentar lagi bu" ucap Sahara.

"Baiklah, tapi sebentar saja" ucap Rana dan di angguki oleh Sahara.

"Ehh bu Rana" ucap tiga tetangga yang baru saja lewat dan berhenti untuk menyapa.

"Ehh ibu-ibu, mau kemana?" Tanya Rana dengan ramah.

"Mau ke pasar bu, bu Rana mau bareng?" Ucap seorang wanita yang bernama Erni.

"Tidak bu Erni, Saya sudah tadi" tolak Rana dengan halus.

"Bu Rana, ini Sahara anak ibu yang kembar itu ya?" Tanya wanita yang bernama Suni.

Rana tersenyum, "iya bu" ucap Rana.

"Kembarannya tidak kemari bu?" Tanya wanita yang bernama Lili.

"Kesini bu, satu tahun sekali saat lebaran" jawab Rana.

Mereka bertiga ber-oh ria mendengar jawaban Rana.

"Mirip tidak bu dengan Sahara?" Tanya Erni.

"Sedikit bu, tapi lebih mirip dengan keluarga angkatnya" jawab Rana.
Bu Erni mengangguk mengerti.

"Kembarannya apa memiliki mata yang sipit seperti Sahara?" Tanya bu Suni.

"Tidak bu, hanya Sahara yang memiliki mata Sipit" jawab bu Rana.

"Satu keluarga yang memiliki mata sipit kok cuma Sahara bu?" Tanya bu Lili.

"Iya bu, mata sipitnya dapat dari neneknya" jawab Rana.

Beginilah keseharian Rana, ia selalu mendapat banyak pertanyaan dari para tetangganya. Tak jarang ia mendapat komentar negatif dari tetangganya, tapi dengan kelapangan hatinya ia hanya membalas dengan senyuman. Andai saja mereka yang berada pada posisi Rana saat itu. Pasti mereka akan melakukan hal yang sama dengan Rana.
Jangan di tanya bagaimana perasaan Rana, karena jelas hatinya terasa tersayat setiap kali mendengar komentar negatif yang di ucapkan tetangganya.

"Kalau begitu kami pamit dulu bu,mau ke pasar" ucap Lili.

"Iya bu" ucap Rana. Setelahnya mereka bertiga melenggang pergi.

'Kenapa Banyak orang yang bilang kalau aku kembar?, apa itu kembar?' Batin Sahara kecil.

"Bu, istananya sudah jadi" ucap Sahara.

Rana mengalihkan pandangannya menuju gundukan tanah yang membentuk istana pasir. Terlihat tidak rapi tapi ia sangat bangga dengan putrinya.
'Andai saja jika putriku yang satunya juga berada di sini, pasti aku akan lebih bahagia' batin Rana.

"Indah sekali" ucap Rana dengan tersenyum.
Sahara ikut tersenyum melihat ibunya yang tersenyum.

"Kalau begitu, sekarang Sahara mandi dulu" ucap Rana.

"Baik bu" ucap Sahara.

"Mau ibu bantu?" Tanya Rana.

"Tidak bu, ibu menjaga adik bayi saja" ucap Sahara lalu melenggang pergi.

"Entah kapan waktu yang tepat untuk memberitahu Sahara jika ia memiliki saudara kembar, tapi bagaimapun cepat atau lambat pasti ia akan mengetahui dengan sendirinya" batin Rana.

Sahara POV

Keadaan mendorongku untuk mengerti, meskipun di usia yang masih terlalu dini.
-Sahara Rafika Pradipta-

"Ini yang katanya kembar itu kan?"

"Kembar?, dimana kembarannya?"

"Ohh, jadi ini Sahara yang kembar itu?"

Suara bisik-bisik tetangga masih tersimpan jelas dalam ingatanku.
Saat itu usiaku masih 7 tahun dan masih terlalu dini untuk mengerti semua itu. 'Kembar? Apa ada seseorang yang wajahnya mirip denganku?' Begitu pikirku saat itu.
Begitu banyak orang yang mengatakan bahwa aku kembar, dimanapun dan kapanpun.
Hal itu cukup membuatku berpikir keras saat itu.

Kata 'Kembar' selalu terngiang di kepalaku, saat itu ada banyak pertanyaan yang aku simpan. Hingga semua imajinasi tentang apa itu kembar mulai memenuhi otakku. Saat itu aku memilih diam karena begitulah aku, jika kebanyakan anak seusiaku  pasti mengungkapkan semuanya pertanyaan yang muncul dalam pikirnya, tapi aku lebih memilih diam dan berpikir dengan jalan pikirku sendiri. Tapi dalam hati kecilku aku senang aku kembar, meskipun aku tidak tahu pasti apa itu kembar pada saat itu.

'Apa aku terlalu dini untuk mengetahui semua itu?'
Menurutku tidak, karena bagaimanapun, kapanpun, dan dengan cara apapun pasti aku akan tahu cepat atau lambat. Jadi apa bedanya jika aku tahu di usiaku yang masih terlalu dini? Dan bukankah lebih baik aku mengetahuinya di usiaku yang masih dini, daripada di saat aku sudah dewasa nanti?. Lagipula lingkungan tempat tinggalku memaksakanku mengerti hal itu.

Jangan lupa VotMen😊💋

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 21, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Merkurius & VenusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang