Nasi pecel bungkus menjadi pemasok tenagaku pagi ini. Mas Zidan menunjukkan jadwal pertandingan.
"kau sudah tau lawanmu, kan?" Tanya nya.
Aku hanya mengangguk mengingat ingat permainan lawaku yang tak meragukan kemarin.
"sekarang beginni, faa. Mungkin kemarin aku meotivasimu untuk bermain yang terbaik, masuk final saja sudah Alhamdulillah. Sekarang, bukan itu lagi yang kau fikirkan. Kau sudah berjuang sampai sejauh ini. Mau kau akhiri seperti apa?" ucap Mas Zidan yang sangat merasuk hatiku.
Betul juga.
Apa aku harus cepat merasa puas sampai saat ini? Tentu tidak.
***
Segera persiapan diri partai final kelas D putri gelanggang rajawali. Pesilat sudut merah Nandia Rida melawan pesilat sudut biru Alfaina Afiifah
Pangggilan itu kembali terulang. Menyebut namaku untuk yang ketiga kalinya menuju partai terakhirku. Partai final. Mas Zidan dan Mbak Firda masih setia menemaniku di ujung gelanggang.
Ada pertanyaan yang selalu ku tanyakan kepada kedua officialku.
"wasitnya mas mas apa mbak mbak?" tanyaku.
"mas mas." Jawab Mbak Firda. Aku mendengus kecil.
huffttt...
Mbak Firda tersenyum menenangkan. – yasudahlah tidak apa apa-
"kau sudah berada di titik akhir, faa. Perjuangkan. Motivasi terbesar ada pada dirimu sendiri. Aku sebagai pelatih hanya bisa mengarahkan. Oke? Aku yakin kamu mampu! Ayo lakukan. Hehe kata kata nya Firda, ya? Foto kopi lah, Fir." Kata Mas Zidan panjang lebar.
Mbak Firda melotot ke arah Mas Zidan karena motonya sudah terucap Mas Zidan dulu. Memang serasi benar kedua official ku ini. Bisa kusarankan mereka segera menikah.
Pesilat sudut biru memasuki gelanggang
Aku melangkahkan kaki menuju gelanggang. Menyatukan fokus. Aku tak bisa mendengar suara supporter. Aku hanya boleh mendengar suara wasit dan officialku. Setelah hormat kepada official dan KP aku kembali menuju gelanggang.
Oh..... tidak lupa kepada wasitya tanpa melihat muka.
Wasit melakukan ritual sebelum bertanding. Mengecek anting, kuku tangan, dan partikel partikel lain. Tapi anehnya, wasit kali ini berbeda dari wasit wasit sebelumnya. Wasit kali ini mengecek tanpa menyentuh. Cukup melihat dari tempatnya berdiri saja. Dan memerintahkan kami utnuk mengecek anting anting sendiri.
Satu hal yang bisa ku tebak. Wasit ini adalah seorang santri. Aku memberanikan diri melirik wajahnya sebentar. Intensitas detak jantung ku lebih cepat dua kali lipat.
Tanpa kusadari, wasit ku ini adalah sosok yang telah menyimpan memori begitu dalam dihatiku.
"senang bertemu kembali, Alfaina Afiifah." Ucapnya sepersekian detik sebelum peluit membuka pertandingan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fight For You
Romanceaku menantimu sejak lama. pertemuan yang membawamu kembali bertatap muka denganku akankah kau juga menantinya? hingga akhirnya kau dan aku bertemu.