Episode 1

5 1 0
                                    


Usai pesta ulang tahunku yang kecil-kecilan itu, Ayah dan Bunda sibuk berkemas untuk persiapan keberangkatan kami ke Belanda, berhubung bunda juga mendapat job di sana.

"Ayo Fariha sayang, sini, kita akan berangkat." Ucap bunda sambil meraih tanganku. Kami naik sebuah taksi yang menggunakan tenaga angin, ya memang semua kendaraan di dunia ini menggunakan tenaga angin sekarang, bukan lagi minyak bumi sebagai bahan bakarnya. Aku tertawa riang menaikinya, layaknya seorang balita yang baru saja mengenal dunia.

"Jadi teringat ya, bun. Dulu kita masih menggunakan kendaraan dengan bahan bakar dari minyak bumi, tapi lihatlah sekarang kita sudah tidak merasakan adanya aroma asap knalpot lagi," ucap Ayah memulai pembicaraan.

"Ya tentu saja, semakin bertambah tahun, dunia ini akan semakin maju bukan? Aku harap, Fariha nanti bisa jadi orang yang berguna seperti ilmuwan yang sudah menemukan cara baru untuk bahan bakar kendaraan ini ya, ayah", ucap Bunda menanggapi.

"Aamiiin, inn syaa allah." Ayah setuju.

Setibanya di bandara, ayah segera melakukan chek in dan satu jam kemudian kami berangkat. Ketika sampai di Belanda, kami disambut dengan sambutan antusias dari kakek dan nenek, siapa sangka kalau kakek yang sibuk mengurusi pabriknya di Jerman, rela menyusul cucunya ke Belanda, ternyata mereka sudah tak sabar ingin bertemu dengan cucunya ini. Saat itu yang kutahu hanyalah bermain, Aku tak menunjukkan sama sekali tanda-tanda bahwa Aku ini anak yang berbeda. Saat itu Bunda tengah bekerja dan Ayah sibuk dengan lukisannya, lalu kakek sibuk mengurus pekerjaan anak buahnya di pabrik, tentu saja ia kembali ke Jerman. Aku tahu, sebentar lagi dia akan pensiun dan menyerahkan pabrik itu pada Ayah. Lalu nenek, dari pagi sampai menjelang sore dia sibuk di dapur untuk memasak makanan buat kami, sebagian waktu nenek yang kosong digunakannya untuk bermain denganku, selebihnya babysitter lah yang mengurusku.

***

Hari-hariku berjalan lancar sejauh ini, sampai usiaku lima tahun, akhirnya Aku dimasukkan ke taman kanak-kanak. Seiring berkembangnya waktu, kondisi nenek semakin lama semakin lemah, sehingga ia sudah tak mampu lagi menjagaku, terakhir kali dia menjemputku saat Aku baru dua minggu masuk taman kanak-kanak, selebihnya babysitter yang menjemputku. Namanya Keira, Aku biasa memanggilnya kakak. Kak Keira ini orangnya sangat baik dan sabar sekali dalam menjagaku, ada kalanya Aku merengek ingin bertemu dengan Bunda saat sedang pemotretan, dan ada kalanya saat Aku rewel ingin mengotak-atik remot tv, remot AC dan barang elektronik kecil lainnya. Ya, sejak usiaku lima tahun, Aku mulai hobi mengotak-atik mesin atau barang elektronik sejenisnya. Ayah membuatkanku sebuah ruangan khusus untuk bermain, tapi kau tahu ruang itu kugunakan untuk apa? Untuk membongkar-bongkar remot yang ada di rumah, entah itu remot tv, remot perapian bahkan remot alarm rumah kami.

Kak Keira, rambutnya pirang sepanjang bahu, tinggi semampai, matanya berwarna biru, hidungnya mancung dan kulitnya putih kemerahan, dia sangat cantik dan penyabar, Aku lebih dekat dengannya dibanding Bundaku sendiri.

***

"Fariha sayang, ayo bangun, waktunya berangkat loh, hari ini ada senam kan?", Kak Kei membangunkanku. "uhm..Fariha mau libur saja", jawabku setengah sadar. "Hei, ayo bangun manis, memangnya Fariha mau jatuh sakit karena tidak ikut senam?", bujuknya. "Memangnya tidak senam itu bisa bikin kita jatuh sakit?", tanyaku malas. "Tentu saja, senam akan membuat tubuhmu lebih sehat dan kuat", bujuknya lagi. "Baiklah, tapi Aku mau digendong", ucapku sambil mengulurkan tanganku padanya. "Oh baiklah, mari sini tuan puteri, ayo kita mandi", ucapnya sambil meraih tanganku, menggendongku sampai ke bak mandi.

"Pyaaass" Aku cekikikan ketika tubuhku dimasukkan ke dalam bak mandi. "Dingin loh kakak" ucapku. Kak Kei tertawa "tak apa, Fa. Kita tak akan lama kok" sahutnya.

Semestanya Fariha : Pelangi yang dirindukan, 4000Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang