Kenangan Masa Kecilku

189 2 0
                                    

_________

_butuh waktu yang lama untuk menjadi dewasa, mengerti arti perpisahan, penghianatan, dan ke hancuran sebuah keluarga. _

_Maulana Ardiansyah_

_________

_o0o_

Namaku Maulana Ardiansyah. Usiaku tahun ini genap Dua belas tahun, berharap di usia ini Ayah dan Ibu kembali bersatu hanya itu harapan dalam hidup walau itu mustahil.

Sejak aku kecil hingga aku berusia enam tahun aku merasakan kehidupan yang bagitu bahagia, Ayah selalu menemaniku bermain, mengantar ke sekolah, bahkan hari-hari di isi dengan kebahagian.

Ibuku yang cantik dan masakannya selalu menjadi nomor satu untukku. Aku tidak akan mau makan jika ia tidak menyuapiku.

Tapi semua kebahagian itu berubah menjadi sebuah tangisan dan perpisahan. Ayah menikah dengan wanita lain, entah apa yang membuatnya menduakan ibu? Semenjak wanita itu datang ke rumah kami, menangis di depan Ibu dan Ayah dengan alasan, ia dipukuli oleh suaminya.

Nama wanita itu Ratna, awal bertemu dengannya saat kami pulang dari rumah nenek ibu dari ayahku. Dia di pukul suaminya di jalanan entah apa alasannya.

Ayah dan Ibu menasehati keduanya sampai keduanya benar-benar membaik. Sebelum pergi Ibu sempat memberikan alamat rumah kami pada wanita itu, jika sewaktu-waktu ia kembali di pukul oleh suaminya ia bisa datang ke rumah kami untuk menenangkan diri. Tapi kebaikan Ibuku di salah gunakannya menghancurkan keluarga kecilku.

Ini kisah ku Enam Tahun yang lalu sebelum keduanya berpisah.

______

Usiaku saat itu masih sangat beli, dan saat itu aku masih duduk di bangku kelas satu SD.

Aku merasakan kebahagian yang begitu indah yang banyak di inginkan anak-anak seusiaku di luar sana, tapi semua berubah menjadi tangisan perpisahan.

"Ayah, ayo kita main bola!"

Aku berteriak memanggil Ayah yang sedang membaca koran.

Ayah melihatku, lalu berjalan mendekatiku. "Ayo! Kalau Lana kalah, hari ini gak boleh di suap kalau makan, harus makan sendi, setuju," kata Ayah, mana mungkin aku bisa makan jika tidak di suap oleh ibu.

"Ayah, apa tidak ada hukuman lain."
Aku memasang muka sedih, berharap hukumannya di ganti.

"Tidak ada penolakan Lana," tukas Ayah, jika sudah begini aku hanya bisa pasrah dari pada tidak main, secara setiap harinya ayah selalu sibuk di kantor, hanya hari Minggu aku bisa bermain dengannya.

"Tapi jika Lana menang, Ibu harus tidur di kamar Lana malam ini, setuju ayah."

Aku mengulurkan tangan, sebagai tanda kesepakatan antara kami berdua.

"Baiklah anak Ayah," pasrah Ayah menyambut uluran tanganku.

"Mari kita mulai, Ayah!"

Kami berdua asik dengan permainan kami Sampai tidak terasa hari sudah sore, tentu saja suara Ibu akan terdengar memintaku untuk mandi.

"Lana sudah mainnya, kamu mandi sudah sore," teriak Ibu dari dalam rumah, tentu saja aku akan menurut.

"Ayah Lana menang! ingat janjinya kan? Ibu akan tidur denganku malam ini, banyak latihan ayah supaya bisa mengalahkan, Lana Ardiansyah."

"Baiklah anak Ayah, lihatlah lain waktu Ayah akan mengalahkan mu," ucap Ayah sambil menggendongku masuk ke rumah.

Aku dan Ayah menghampiri Ibu yang sudah memegang handuk di tangannya.

kumpulan cerita pendek islamicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang