Asraf POV
Aku merebahkan badanku di Bed king size-ku. Aku menutup mata dan memikirkan perihal masalah di sekolah tadi.
"Baru pertama sekolah udah ada yang risih, dasar gak punya kerjaan" gerutuku.
Tiba-tiba seolah terlintas di benakku, wajah perempuan itu muncul. Aku tersenyum.
"Lo tambah cantik" tutur ku sambil tersenyum membayangkannya.
"Vee, apa boleh kita ulang semuanya dari awal ?" tanyaku pada diriku sendiri. Penuh pengharapan. Hening. Tak berapa lama, aku pun mulai terlelap dengan baju sekolah yang masih terpakai olehku.- VEE MINE -
Avifah POV
"Ma, aku mau ke tempat papa" ucapku lalu berdiri di hadapan mama. Mama menghela nafas kemudian tersenyum.
"Tunggu sebentar ya" kata mama. Aku tersenyum dan mengangguk. Tak sampai berapa menit, mama telah membawa sebuah surat dan foto mama juga papa. Aku tersenyum menatap mama. Mataku berkaca-kaca. Begitu pun mama.
"Akan Avifah sampein kalo mama sayang sama papa dan masih setia menunggu papa" ucapku lalu menggenggam tangan mama. Mama tersenyum manis.
"Kamu adalah putri mama yang sangat baik" ucap mama. Air mataku pun jatuh.
Mama mengusap pelan pipiku dan menghapus air mataku.
"Kamu gak boleh nangis, kamu harus kuat kayak papa" nasehat mama. Aku mengangguk dan tersenyum. Aku pun pamit pada mama.
"Assalamu'alaikum" pamitku dan berlalu dari hadapan mama.
"Wa'alaikumsalam" jawab mama pelan, nyaris tak terdengar.- VEE MINE -
Flashback On
"Pa. Papa gak boleh pergi. Papa gak boleh ninggalin Avifah dan mama !" ucapku menamgis dan memegang tangan papa. Mama hanya bisa terduduk lesu dan menangis terisak. Papa mengusap pelan rambutku.
"Papa harus menebus semua kesalahan papa sayang..." tutur papa pelan. Aku menggeleng.
"gak ! Papa gak ada salah sama mereka ! Papa gak boleh dibawa pergi sama mereka !" ucapku memberontak. Papa hanya diam tak berkata apa-apa.
"papa pergi sayang. Ingat, kamu harus kuat ! kalo kamu kangen papa, kamu gak usah malu datang kesana. Tapi kalo kamu malu, kamu gak perlu datang kesana. Papa janji, papa gak akan marah" tutur papa pelan. Aku menangis terisak. Papa memeluk mama dan mencium keningnya.
"kamu jaga putri kita dengan baik ya, jangan sampai mereka berbuat sesuatu yang tidak-tidak padanya" pesan papa. Mama tersenyum penuh arti dan mengangguk.
"hati-hati" kata mama. Papa pum dibawa pergi oleh mereka. Aku semakin memberontak.
"papa ! Papa gak boleh pergi ! Papa ! Apa papa gak sayang sama Avifah ?! Pa, Avifah mohon jangan pergi..." ocehku sambil terisak. Mama memelukku erat.
"kamu harus terima semua ini sayang. Kamu harus kuat. Ini semua udah takdir yang harus kita jalani" kata mama padaku. Aku mencerna kata-kata mama.
Flashback Off"non ! Udah nyampe !" kata pak Deden. Sopir pribadiku, membuyarkan lamunanku. Aku menggeleng dan memukul kepalaku.
"ya ampun, kok aku ngelamun sih" gerutuku. Pak deden melihatku.
"non-non. Kalo non sakit, lebih baik kita pulang saja...."
"gak kok pak. Vifah gak sakit" ucapku memotong pembicaraan pak deden. Pak deden mendesah, tersenyum dan menggeleng. Aku pun turun dari mobil dan langsung masuk ke kantor itu.
"saya ingin bertemu dengan tuan Braham Colenbrander" kataku pada petugas itu.
"tunggu sebentar" ucap petugas itu. Aku pun duduk sembari menunggu papa. Tak lama kemudian, datanglah orang yang selama ini mama dan aku nantikan kehadirannya di rumah. Aku melihatnya dan menyalaminya.
"Assalamu'alaikum pa" ucapku tersenyum manis. Papa tersenyum dan mengusap rambutku.
"Wa'alaikumsalam, bagaimana kabar putri kesayangan papa ini ?" tanya papa. Kami pun duduk dan mulai mengobrol.
"kabar aku baik pa" jawabku tersenyum manis. Papa pun begitu.
"kabar mama gimana ?" tanya papa lagi.
"Alhamdulillah, mama masih sehat, setia, dan sayang sama papa" jawabku. Papa terkekeh pelan.
"kamu ini ada-ada aja" aku pun nyengir. Aku melihat penampilan papa.
"papa kok kurus banget ?" tanyaku.
"gak kok, papa normal-normal aja kayak dulu" jawab papa. Aku tahu papa sedang berbohong agar aku tidak khawatir padanya. Mataku berkaca-kaca.
"ya tuhan, aku gak boleh nangis di depan papa" batinku sambil mengedip-edipkan mata agar papa tidak curiga.
"kamu kenapa ?" tanya papa sambil melihat mataku.
Aku menggeleng.
"kamu nangis ?" tanya papa. Tangisku mulai pecah.
"gak kok pa, vifah hanya kelilipan" jawbaku berbohong. Papa mendesah.
"kamu gak pandai berbohong di depan papa vifah" tutur papa sambil memelukku.
Dan telak, air mataku pun jatuh. Aku menangis.
"hiks...pa..pa ka..lo sa..kit..ha..rus bi..lang hiks..ke..vifah.." ucapanku terbata-bata. Papa memelukku erat.
"papa gak sakit kok, papa sehat-sehat saja" bohong papa lagi. Aku melepas pelukan.
"papa bohong ! Itu wajah papa tirus banget. Badan papa juga kurus. Pasti papa lagi sakit, iya kan ?!" kataku pada papa layaknya anak kecil. Ya, jika di hadapan papa, aku meman putri kecilnya yang manja. Papa tersenyum.
"daripada kamu pikirin kesehatan papa, lebih baik kamu ingat-ingat aja pesan mama buat papa" ucap papa. Aku pun tersadar.
"maaf pa, aku lupa" aku pun merogoh ke dalam tas dan mengambil sebuah surat serta foto mama dan papa. Aku memberikan itu, kemudian mengusap air mataku dan mulai mengontrol diri.
"pa, maaf. Tadi aku cengeng" kataku menunduk. Papa mengangkat wajahku.
"cengeng bukan berarti lemah kan ?!" aku pun tersenyum dan mengangguk. Papa benar.
"kadang, kita perlu menangis untuk meringankan beban kita. Jika kita sudah tidak mampu menahan beban kita, menangis saja. Gak perlu malu. Papa yakin, kamu adalah putri papa yang kuat. Kamu pasti bisa menjalani semua ini" nasehat papa. Aku mengangguk.
"papa benar. Aku boleh cengeng, tapi aku juga harus kuat. Aku gak boleh terlihat lemah" batinku. Aku tersenyum.
Aku bersyukur memiliki orang tua yang sangat tangguh seperti papa dan mama. Walaupun aku ini anak tunggal, aku gak akan meminta sesuatu yang gak ada manfaatnya.
Aku melihat papa. Papa sedang memandangi fotonya bersama mama ketika di candi borobudur. Aku yakin, pasti papa sangat rindu sama mama.
"ehm" dehem petugas yang kumintai tolong tadi. Aku dan papa melihat ke arahnya.
"waktu bertemu sudah habis" kata petugas itu. Aku mendesah. Papa berdiri. Begitu pun aku.
"jaga mama kamu ya. Bilang ke mama, kalo papa sehat-sehat saja di sini. Nanti balasan surat buat mama, kalo kamu ngejenguk papa lagi" pesan papa untuk mama. Aku tersenyum dan mengangguk. Papa pun pamit. Aku menyalaminya.
"Assalamua'alaikum" papa pun pergi di bawa petugas itu.
"Wa'alaikumsalam" jawabku. Aku menghela nafas dan mendesah. Aku pun beranjak dari kantor itu.
Aku melihat pak Deden yang sedang melamun.
"pak deden" panggilku. Pak Deden tersentak.
"eh non vifah. Maaf non. Apa non vifah udah lama di sini ?" tanya pak deden merasa bersalah. Aku tersenyum.
"gak kok pak. Aku baru aja di sini. Ya udah yuk, pulang. Vifah capek pengen istirahat" ucapku. Pak Deden pun berdiri dan mendahuluiku ke parkiran. Aku mengikutinya.
"gak perlu pak" kataku menahan pak Deden yang hendak membuka pintu mobil untukku.
"tapi non..."
"kan udah Vifah bilangin dari kemarin-kemarin, tugas pak Deden itu hanya antar- jemput Avifah, gak perlu dibukain pintu mobil segala" peringatku sekali lagi pada pak Deden. Pak Deden hanya mendesah dan mengangguk. Aku pun masuk ke dalam mobil. Begitu pun pak Deden. Mobil kami pun berlalu meninggalkan pekarangan kantor itu.-VEE MINE-
KAMU SEDANG MEMBACA
Hopefull
Romance"Mending lo pilih sekarang, kak Ivan atau Asraf !" ucapan Iren sahabatku, masih terngiang-ngiang di benakku. Avivah Asriliani, memiliki kisah remaja yang datang silih berganti terhadapnya.Seorang gadis remaja labil yang memiliki tanda tanya bes...