Bagian 3 : VIA MENGHILANG

188 17 2
                                    

Hujan semakin deras disertai kilat petir, membuatku urung untuk pulang menuju kost. Sudah beberapa jam, aku menunggu hingga tak terasa hari sudah sore. Takut kemalaman saat pulang, aku memutuskan untuk nekat menerobos hujan dengan memakai jas hujan. Jarak pandang yang terbatas ditambah tetesan air hujan yang menerpa wajah membuat aku harus memelankan laju motorku.

Samar - samar aku mendengar suara memanggilku namun aku tidak melihat siapapun di sekitarku. Aku tetap meneruskan perjalanan ke kost, hingga akhirnya sampai walau sebagian pakaianku basah kuyup meski sudah memakai jas hujan.

Angin tiba-tiba semakin kencang, segera aku memarkirkan motorku di garasi yang terletak di bawah lamin. Saat menaiki tangga, hawa lamin terasa berbeda. Aku berusaha tidak menghiraukan hawa tersebut dan langsung menuju kamar untuk mandi membersihkan diri dan berganti pakaian.

Cuaca akhir-akhir ini seperti tidak biasanya, mungkin akibat ulah manusia yang merusak alam hingga alam pun seakan murka dan melampiaskan amarahnya. Aku memanaskan air dengan kompor listrik yang sempat ku beli di dekat kampus. Sambil menyiapkan mie instan di mangkuk dan menuang kopi sachet di cangkir.

Beginilah nasib anak kost, harus bisa mengatur pengeluaran agar tidak besar pasak daripada tiang. Menu makan untuk malam ini yang terhidang sangat sederhana namun rasanya cukup nikmat dan bisa sebagai pengganjal rasa lapar.

Suara-suara para penghuni kost mulai terdengar kembali, suara candaan dan obrolan terdengar di teras meski hujan masih rintik-rintik. Aku memutuskan untuk shalat Maghrib terlebih dahulu sebelum makan mie instan yang sudah terhidang setelah menuangkan air panas.

Aku menggelar sajadah dan memakai mukena lalu mulai untuk shalat. Dari luar terdengar suara berisik seakan tidak menyukai sesuatu yang aku lakukan. Ku putuskan untuk tidak menghiraukan apapun yang terjadi di luar dan tetap menyelesaikan shalatku. Selesai shalat, pintu kamar diketuk dari luar. Aku melepas mukena dan membuka pintu yang diketuk dari luar.

"Ibu Yoan, ada apa?"

"Dek, malam ini dan seterusnya tolong jangan keluar kamar ya di malam hari."

"Tapi kenapa?"

"Ibu belum bisa ceritakan, tapi nanti saat waktunya tiba akan ibu ceritakan. Kamu percaya saja sama Ibu disini."

Aku mengernyitkan dahi karena bingung mendengar perkataan Ibu Yoan. Tapi karena ini sudah peraturan kost yang dibuat olehnya, akupun hanya pasrah selama untuk kebaikan.

"Baik, saya tidak akan keluar kamar malam-malam. Tapi jika saya butuh sesuatu bagaimana ya?"

"Kamu telpon saja ponsel Ibu jika ada keperluan. Pokoknya jangan keluar kamar sendirian malam-malam. Sekarang kamu tutup pintu dan istirahat. Jika mendengar hal aneh atau keributan lebih baik tidak usah ikut campur."

"Ya." Ucapku seraya menutup pintu.

Benar saja tidak lama kemudian terdengar suara gaduh dari luar. Suara Ibu Yoan juga terdengar seakan menahan emosi. Aku memutuskan memang lebih baik tidak ikut campur masalah orang lain. Lagipula aku tinggal disini hanya untuk kuliah saja, selesai kuliah maka aku akan kembali pulang ke rumah.

Aku menghirup kopi dan meminumnya setelah mengucapkan 'bismillah'. Entah kebetulan atau tidak lagi-lagi tercium aroma terbakar sama seperti malam sebelumnya.

Prang!!!

Suara piring pecah terdengar olehku, ditambah suara teriakan yang semakin dekat ke arah kamarku.

"Jangan sentuh dia, dia cucuku!" Kata Ibu Yoan.

"Cepat kau pergi dari sini." Terdengar suara pria yang entah berasal dari siapa.

"Seharusnya kalian yang usir dia!" ucap suara seorang wanita.

"Yuda, cepat kau bawa dia dari sini." Perintah Ibu Yoan.

"Lepas! Lepaskan aku!"

Kemudian terdengar suara langkah kaki menjauh dari dekat pintu kamar ku diiringi suara teriakan yang semakin samar. Aku baru tahu bahwa cucu Ibu Yoan ternyata tinggal disini, namun aku belum pernah melihat siapapun disini selain Via yang baru saja pindah ke kamar sebelah. Mungkinkah Via adalah cucu Ibu Yoan?

Aku jadi teringat kembali dengan kejadian tadi pagi di kantin kampus saat bertemu Via namun ternyata Via tidak ikut masuk ke kelas. Belum lagi perkataan Fadly bahwa aku berbicara sendiri saja di kantin.

Selesai makan, aku mengambil ponsel dan membuka aplikasi wa untuk bertanya tentang maksud Fadly. Setelah kejadian tersebut, aku tidak sempat lagi berbicara dengan Fadly karena dosen sudah masuk ruang kelas. Bahkan Fadly seperti menghindari ketika akan keluar kelas.

[P]

Tak lama terdengar suara balasan.

[Kangen ya?]

[Ih, apaan sih. Jangan geer ya]

[Emosi senyum]

[Aku serius ini]

[Serius apa duarius?]

Ya ampun ini orang pede banget ya, aku tertawa sendiri membaca chat dari Fadly.

[Aku mau ngomongin kejadian tadi pagi di kelas, yang kamu ceritakan itu]

[Malam-malam kok bahas itu sih. Sudah ah, lupakan saja. Yang lalu biarlah berlalu]

[Ah, enggak asyik kamu orangnya] sambil memasang emoji cemberut.

Aku menutup ponselku karena kesal. Beberapa suara notif chat terus berbunyi, namun tidak kuhiraukan. Kubiarkan saja Fadly terus berusaha menghubungi, hingga 20 panggilan tak terjawab.

*****

Pagi hari, seperti biasa aku keluar dari kamar dan hendak menuju kampus setelah semalaman aku disuruh berdiam diri di kamar oleh Ibu Yoan. Aku melihat di teras ada seorang laki-laki muda berkulit putih bersih sedang memangkas rumput di halaman.

Aku mengeluarkan motor dari garasi dan hendak menaikinya.

"Hai, kamu penghuni baru ya di kost?" tanya pria tersebut kepadaku.

"Iya, baru tiga hari aku disini."

"Pantesan belum pernah ketemu. Kenalkan aku Yuda, anaknya Ibu Yoan."

"Oh, aku Mira. Permisi dulu ya, aku mau berangkat kuliah."ucapku sambil tersenyum.

Yuda membalas senyuman ku dan mempersilahkan aku ke luar pagar. Aku terpesona dengan penampilan Yuda. Ya, anaknya ternyata ganteng dan tidak kegeeran seperti Fadly. Ini baru kali pertama aku bertemu keluarga Ibu Yoan. Meski sebelumnya pernah melihat foto keluarga Ibu Yoan. Hanya satu yang tidak aku ketahui yaitu wanita yang berteriak semalam dengan Ibu Yoan dan Yuda.

Tapi aku sudah berjanji dengan Ibu Yoan untuk tidak ikut campur dalam masalah keluarganya. Dan malam ini lagi-lagi aku tidak akan diperbolehkan keluar kamar sampai pagi. Tapi biarlah karena biaya kost disini sangat terjangkau dengan fasilitas lengkap. Seharusnya aku bersyukur dan tidak menuntut macam-macam lagi.

Tiba di kantin, aku mengeluarkan ponsel dan melihat banyaknya notif pemberitahuan dari Fadly. Hanya tulisan rayuan gombal, dengan kata sayang, kangen, cinta, kapan mau ku lamar dan lainnya yang membuatku ingin muntah.

Ku lihat juga ada SMS masuk dari Ibu Yoan.

[Maaf, dek Mira atas kejadian semalam. Oh, ya apa dek Mira pernah bertemu dengan Via? Soalnya dari kemarin, Via belum pulang ke kost?]

Sontak aku terkejut membacanya karena Via ternyata belum pulang ke kost dari kemarin.

[Saya lihat Via kemarin pagi di kantin kampus, tapi setelah itu saya enggak ketemu lagi dengan Via] aku membalas pesan Ibu Yoan dan mengirimkan pesan tersebut.

[Via ada cerita sesuatu, tidak?]

[Enggak ada Bu, cuma bilang kuliah di jurusan yang sama dengan aku tapi saat dosen masuk kelas, dia tidak ikut masuk kelas]

[Terimakasih atas informasinya ya dek]

[Sama-sama Bu.]

Hanya itu yang kuceritakan pada Ibu Yoan, aku sengaja tidak menceritakan tentang apa yang Fadly katakan padaku karena aku berpikir bisa saja Fadly hanya menggoda aku saja seperti biasanya agar mendapat perhatianku seperti semalam.

RAHASIA IBU KOSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang