1 April (Hari pertama bagi Touma)
Touma turun ke bawah dengan perasaan aneh. Jantungnya berdegup kencang, seakan mencoba mempersiapkan diri akan suatu hal yang akan terjadi padanya. Dan semuanya dimulai dari ketika dia bangun tidur, ditemukannya catatan di meja belajarnya.
"Kasane Rokka. Perempuan yang selalu datang di pukul tiga sore. Selalu pesan frappuccino vanilla. Dan selalu duduk di depan rak buku."
Catatan kecil itu membuat Touma bertanya-tanya. Dia yakin catatan itu baru saja ditulisnya, oleh dirinya yang kemarin. Apa yang terjadi pada dirinya yang kemarin sehingga Touma menulis catatan seperti itu?
Touma harus menunggu hingga pukul tiga sore untuk dapat bertemu perempuan itu. Dia ingin sekali bertanya pada Saotome, namun rasanya terlalu aneh untuk bertanya hal seperti itu. Lagi pula, bisakah Touma percaya?
Dia percaya Saotome akan menceritakan kejadian yang sebenarnya.
Namun Touma tidak mempercayai dirinya yang kemarin, yang telah melakukan hal itu.
Pukul tiga sore.
Klining.
"Selamat da... tang,"
Dia benar-benar ada. Perempuan yang ditulis Touma. Apakah itu benar-benar dia?
Perempuan itu tersenyum sambil melipat payungnya. Di luar sedang gerimis, beberapa orang sedang mengenakan payung, termasuk perempuan ini. Menahan debaran di dalam hatinya, Touma mempersilahkan perempuan itu masuk.
"Ano..." panggil Touma.
"Ya?" tanya perempuan itu.
"Di luar se-sedang hujan. Apa tidak masalah minum frappucino di cuaca sedingin ini?" tanya Touma memberanikan diri.
Perempuan itu menatapnya dengan berbagai ekspresi yang tidak dapat di baca Touma. Lalu dia hanya butuh dua detik sebelum menghapus ekspresinya dengan senyuman.
"Kau ingat siapa aku?" tanya perempuan itu.
"Rokka... san. Kasane Rokka-san. Selalu datang pukul tiga sore. Selalu pesan frappuccino vanilla," ujar Touma, berusaha mengingat tulisan di memo.
Perempuan itu kembali tersenyum. "Terima kasih sudah mengingatku," ucapnya tulus.
"Lalu, bagaimana kalau kau rekomendasikan minuman hangat untuk cuaca dingin ini?" tanya Rokka.
"Caramel latte?" tawar Touma spontan. Caramel adalah minuman favoritnya.
"Hmm, caramel ya," ujar Rokka.
"Ah, kalau tidak suka caramel, bisa diganti jadi vanilla kok," ujar Touma buru-buru.
Rokka tersenyum. Dia punya senyuman manis yang memikat Touma. Rasanya seperti ada kupu-kupu di perut Touma setiap kali dia tersenyum. Dan hari ini, dia sudah tersenyum sebanyak empat kali.
"Tidak apa-apa. Aku selalu memesan frappuccino vanilla. Hmm, boleh juga caramel latte," ujarnya.
"Umm, ba-baiklah," ujar Touma.
Touma berjalan ke pantry untuk membuat caramel latte, dia hampir saja bertabrakan dengan pamannya yang kelihatan sibuk dari tadi pagi.
"Ouch, maaf Touma. Mau buat frappuccino vanilla ya? Oh! Ojou-chan sudah datang rupanya," kata Saotome.
Dari tempat duduknya, Rokka melambaikan tangan sambil tertawa kecil.
"Hari ini aku pesan caramel latte," kata Rokka. "Saotome-san, kelihatannya sibuk. Nggak biasanya wajahmu terlihat kusut begitu."
Saotome menggaruk bagian belakang kepalanya. Gerakannya membuat rambut panjangnya sedikit keluar dari ikatannya.
"Hmm, bagaimana ya. Hari ini ada pertemuan pemilik bangunan pukul empat sore. Lalu, pesanan buku-ku harus diambil pukul empat sore juga," kata Saotome.
Saotome menatap Rokka.
"Ojou-chan, bagaimana kalau kau mengambilkan pesanan buku-ku? Ya? Ya? Tolong ya?" ujar Saotome.
"Pesanan buku di Toko Murayami? Tujuh jilid novel Musashi karangan Yoshikawa Eiji, cetakan tahun 1995 ya?" celetuk Touma sambil menaruh caramel latte pesanan Rokka.
Mereka berdua menatap Touma dengan terkejut.
"Touma-kun, kau... ingat?" tanya Saotome hati-hati. Nadanya menyiratkan bahwa dia merujuk pada ingatan Touma tentang toko buku yang disebutkannya.
Dengan wajah polos Touma mengangguk. "Paman menaruh catatan di meja kasir untuk mengambil buku di Toko Murayami," katanya.
"Aduh, bukan itu maksudku. Toko-nya. Kau... ingat tokonya dimana?" tanya Saotome.
"Hmm, sekali naik bus, lalu turun di halte jalan utama. Masuk ke dalam gang karena toko bukunya ada di seberang gang, satu jalan khusus toko buku... begitu?" kata Touma.
Saotome menghela nafas. Rokka menundukkan wajahnya, mencoba menyembunyikan ekspresi wajahnya. Untuk saat ini, mustahil bagi Touma untuk mengingat apapun yang berhubungan dengan emotional memories di amygdala-nya. Bagi Touma, ingatannya yang tersisa hanya visual memories, dan terkadang, itu tidak berarti apa-apa bagi Touma.
Juga bagi orang lain.
"Emm, yasudah. Yang penting, Touma masih ingat tempatnya," kata Saotome.
Touma masih ingat tempatnya, batin Touma. Apakah dia pernah kesana? Apa dia pernah mengunjungi tempat itu sebelum ingatannya rusak?
"Jadi, bagaimana Ojou-chan? Mau mengambil pesanan buku-ku? Touma-kun tolong temani Ojou-chan ya. Tenang saja, Touma-kun ingat jalan pulang kok. Jadi kau tidak perlu mengantar dia lagi ke sini," kata Saotome.
"Paman,"
"Saotome-san,"
Mereka berdua saling menegur Saotome yang seenaknya saja menyuruh mereka pergi berdua. Ayolah, bicara pada Rokka saja Touma sudah gugup setengah mati!
"Ojou-chan, aku mohon lho. Aku nggak bisa tinggalin pertemuan hari ini, dan kalau buku-nya nggak diambil sore ini, aku baru bisa ambil sampai bulan depan. Soalnya, besok Pak Murayami pergi ke luar kota selama sebulan," rengek Saotome.
Saotome ini terkenal jago merengek sampai keinginannya terpenuhi. Touma yakin di ingatan-ingatannya yang hilang, dia sering melakukan permintaan aneh pamannya.
"Ah! Aku akan memberikanmu buku tradisional dengan jilid pinggir Kikko Toji! Langsung dari Nishimura Washi Craft, limited edition yang hanya dicetak 50 buah," tawar Saotome.
Rokka mengernyitkan wajahnya. Dia terlihat menggemaskan dengan ekspresi wajah yang tidak bisa menolak tawaran Saotome itu.
"Aaaa! Saotome-san, kau membuatku tidak bisa menolak!" serunya.
"Yes!" Saotome mengepalkan tinjunya dengan perasaan puas.
"Ah, aku mau tanya satu hal," Rokka mengacungkan jari telunjukknya. "Cover buku tradisionalnya pakai kertas washi terbaik kah?" tanya Rokka.
Saotome mengulum senyum misterius.
"Sutra dengan sulam tangan," ujarnya.
Rokka menutup mulutnya, menahan teriakan bahagia yang ingin keluar.