Ujian kematian

90 30 7
                                    

"Tidak ada yang bisa mengalihkan perhatian orang-orang serakah dan egois. Mereka semua buta."

---ccc---ccc---ccc---ccc---ccc---ccc---

"Waktu kita tersisa 3 jam lagi"
Kalimat itu bagaikan dentuman hebat yang meyadarkan bahwa kesempatan mereka hidup sudah diujung tanduk. Azof, Trisiska, Relly, John, dan Thea sudah pasrah. Mereka tidak tahu bagaimana lagi caranya keluar dari dunia yang bukan dunia mereka lagi. Gelap, sunyi, dan pengap. Itulah deskripsi yang tepat untuk menggambarkan situasi yang mereka rasakan saat ini.

"Ha ha ha! Manusia memang lemah manusia memang bodoh!"

Suara itu lagi. Suara yang mereka benci selama berada di tempat ini. Mereka sadar, suara itu bukanlah manusia. Suara itu adalah suara iblis yang mengurung mereka di ruangan tanpa pintu ini.

"Hei Jikininki! Keluarlah! Tunjukkan wujud aslimu, sekalipun itu yang terseram bagiku aku tidak takut!" John berteriak frustasi. Air mukanya sudah tercucur membanjiri setiap inchi tubuhnya. Jujur saja ia takut. Bohong kalau saat ini ia merasa baik-baik saja. Bersanding dengan iblis pemakan manusia. Yang benar saja. Ini seperti mimpi buruk dari yang terburuk.

"Korbankan salah satu dari kalian, maka yang lain akan selamat! Ha ha ha!"

Jikininki berbisik tepat di samping telinga kiri masing-masing dari mereka. Sialan. Suara itu seolah merontoki bulu kuduk bagi siapa saja yang mendengarnya.

Thea termo. Ia paling takut dengan kematian. Ia harus segera bertindak, tapi ia harus apa?

"Aku harus membunuh salah satu dari kalian, mari kita mulai!"

Matanya nyalang dan urat-urat pelipisnya timbul. Thea seperti orang yang kerasukan. Mengambil gunting dan membabi buta mencoba membunuh salah satu temannya. Sialan. Di saat genting seperti ini ia malah memperkeruh suasana. Yang lain terkejut dan histeris, berusaha menghindari serangan Thea.

Azof dengan sigap mencegah kegilaan yang terjadi saat ini . Ia mendekap Thea dan membuang gunting yang hampir saja tertanam di punggung Relly. Perlahan tapi pasti, Thea mulai tenang namun shock dengan apa yang dilakukannya barusan. Relly menangis. Tubuhnya gemetar. Ia benci suasana ini. Andai saja dari awal mereka tidak tergiur dengan tawaran belaka Jikininki, pasti sekarang mereka tidak akan berada di sini.

"Kalian semua sadarlah! Dari awal kita sudah tertipu. Jikininki itu sudah mengelabuhi kita, mengiming-imingi kejayaan dan kemakmuran hidup. Tapi apa yang kita dapat? Iblis itu benar, kita memang bodoh! Kita semua pantas mati!"

John menginterupsi kekacauan yang terjadi menit lalu. Apa-apan ini? Ia tidak habis pikir. Mereka yang mengaku teman, tapi semudah itu ingin mengorbankan salah satu dari mereka. Lelucon sekali. Menusuk dari belakang. Saat ini harusnya mereka bersama-sama mencari jalan keluar, bukannya menjadi iblis juga.

"Jadi sekarang gimana?"

Azof lelah selelah-lelahnya. Menghadapi ujian kematian yg tidak ada habisnya. Ia harus memikirkan cara untuk selamat dari tempat ini. Ia tidak ingin mati konyol di sini. Ia masih butuh udara segar.

"Taktik. Kita butuh taktik."

Semua sontak menoleh ke arah Trisiska. Mereka lupa Trisiska adalah salah satu orang yang bisa diandalkan saat ini. Ia pendiam. Namun saat ia bicara maka itu adalah kunci dari semuanya.

"Menurut buku yang pernah gue baca, Jikininki adalah manusia yang selama hidupnya tidak pernah puas. Ketamakan selalu melekat pada dirinya dan saat mati ia dikutuk menjadi iblis yang tidak pernah kenyang. Ia selalu butuh mayat. Jadi seandainya iblis itu butuh mayat, pasti ada mayat-mayat selanjutnya. Itu cuma jebakan dia aja."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 03, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TAKTIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang