Part 41.

33.5K 1.8K 141
                                    

Selamat hari kamis untuk kalian semua yang manis😉

Aku apdet untuk menemani malam jum'at kaleans😇

Diharapkan membaca sambil bernapas🤗

{Kalo ada typo, komen!😉}

Selamat membaca,,,

Mendengar suara seseorang yang tidak asing, Martin menghentikan aksinya dan mencari sumber suara. Terlihat seorang gadis turun dari taksi dan berlari menuju ke arahnya.

"Martin, Apa yang udah kamu lakuin!" bentak gadis tersebut.

Martin menjatuhkan pisau lipatnya di atas aspal, ia mundur beberapa langkah dengan ekspresi tidak percaya, mulutnya seperti terkunci rapat.

Dengan suara lirih Martin menyebut nama gadis itu, "Farah." Gadis yang selama ini menghuni relung hatinya dan menjadi alasan ia membenci Arka.

Farah tersenyum kecil, ia menghampiri Martin, diraihnya tangan kokoh laki-laki itu kemudian menatap matanya. "Kenapa kamu jadi gini, Martin?" lirihnya.

"Karena kamu, Farah." Martin balas menatap manik mata gadis yang selama ini dirindukannya.

"Dia yang udah bikin kamu nangis, sampai kamu pergi ninggalin aku," lanjut Martin.

Farah menggeleng tegas. "Ternyata selama ini kamu salah paham. Arka bukan alasan aku pergi," jelasnya.

"Udah jelas karena dia, Farah. Kamu nangis di hadapan si brengsek itu!" Martin menunjuk Arka.

"Pasti dia udah nyakitin kamu, kan?!" lanjut Martin.

Farah memegang erat tangan Martin, ia harus menjelaskan semuanya sebelum terlambat. "Waktu kenaikan kelas sebelas, aku terpaksa pindah sekolah. Aku mau ngasih tau kabar ini ke kamu, karena bagi aku, kamu itu orang paling penting. Tapi aku datang di waktu yang ngga tepat, aku lihat kamu lagi bermesraan sama cewek lain ...." Farah menjeda ucapannya, ia mengusap air mata yang membasahi pipinya.

"Pemandangan itu buat hati aku sakit, aku cinta sama kamu, tapi cintaku cuma bertepuk sebelah tangan. Aku terlalu berharap lebih, harusnya aku ngga melibatkan perasaan di antara pertemanan kita berdua. Dan waktu itu ada Arka, dia yang hibur aku disaat kamu lagi sibuk bermesraan sama cewek lain," lanjut Farah.

"Jadi ... bukan Arka yang buat kamu nangis?" tanya Martin.

Farah menggeleng, ia tersenyum. "Aku sama Arka temenan dari SD. Dia seperti Kakak aku sendiri."

"Terus, apa yang buat kamu harus pindah sekolah, kenapa aku ngga bisa nemuin kamu di kota ini?"

"Ayahku dapat kerjaan di luar negeri. Mau tidak mau aku harus ikut dia," papar Farah.

Martin benar-benar tidak mengangka, ia sudah tersulut emosi terlalu jauh, sampai membuatnya menyusun berbagai rencana untuk melenyapkan Arka dari muka bumi, kenyataannya bukan Arka yang harusnya ia lenyapkan, tetapi dirinya sendiri, ia terlalu cepat menilai seseorang tanpa mengetahui kebenarannya.

Martin memeluk Farah, ia mencium puncak kepala gadis yang ada dalam dekapannya, jujur ia merasa sangat bersalah.

"Cinta kamu ngga bertepuk sebelah tangan. Karena aku juga cinta sama kamu, Farah." Martin menjeda ucapannya, "Apa kamu tau, kepergian kamu udah buat duniaku hancur," lanjutnya.

Farah membalas pelukan Martin. "Maafin aku, udah pergi tanpa pamit."

Martin mengurai pelukannya. "Aku yang salah, aku ngga pernah tahu perasaan kamu. Maafin aku," ujarnya.

Martin meraih kedua tangan Farah dan mengusapnya dengan lembut. "Untuk menebus kesalahanku. Kamu mau ngga, jadi pacar aku?"

Bibir Farah membentuk lengkungan tipis yang membuatnya semakin cantik, tanpa ragu ia mengangguk. "Iya aku mau," jawabnya cepat.

Martin tersenyum, sebuah senyuman yang sangat langka. Ia kembali membawa Farah dalam dekapannya, ia berjanji untuk selalu ada di samping Farah dan menjaganya, ia tidak ingin kehilangan Farah untuk kesekian kalinya.

Arka berdecih. "Kisah cinta kalian lebih alay dari drama Korea," desisnya yang sedari tadi hanya menyimak obrolan dua manusia di depannya.

Martin mengurai pelukannya, ia hampir melupakan keberadaan Arka. Martin menatap Arka dengan beribu rasa bersalah. "Gue minta maaf, selama ini gue udah salah sangka sama lo," ucapnya.

"Selama ini lo ngga pernah mau dengerin penjelasan gue," ujar Arka kemudian bangkit berdiri.

Martin menundukkan kepalanya, ia malu menegakkan wajahnya di hadapan Arka. "Sekali lagi gue minta maaf."

"Kalau kata maaf lo bisa ngembaliin wajah ganteng gue, gue udah langsung maafin lo. Tapi lihat nih, muka gue bonyok untuk kesekian kalinya!" sungut Arka.

Arka menghela napas pelan, ia berjalan menuju Martin dan menepuk pundak laki-laki itu. "Gue udah maafin lo, kok." Arka menampilkan senyum terbaiknya.

Martin balas tersenyum dan berkata, "Thanks."

Farah ikut tersenyum, perasaannya sudah lega karena tidak ada lagi kesalah pahaman antara dua lelaki tampan itu. "Sekarang kalian harus janji. Ngga akan ada kesalah pahaman lagi, jika ada masalah, kalian harus selesaikan dengan kepala dingin, jangan cepat tersulut emosi," peringat Farah.

"Gimana? Deal?" lanjutnya.

Martin mengulurkan tangan kanannya tanpa ragu, Arka pun membalasnya. "Deal!" Satu kata yang mereka ucapkan bersama sebagai tanda perjanjian diantara keduanya.

"Maaf ya Arka. Karena aku, kamu jadi sasaran Martin," ujar Farah.

Arka membalasnya dengan senyuman. "Btw, kita belum nyelesaiin balapan loh." Arka menatap Martin.

Martin terkekeh. "Lo yakin, masih bisa lanjut balapan?" ejeknya sambil menatap remeh Arka.

"Tanggung, garis finish udah di depan mata," balas Arka sambil menyeringai.

"Oke, kita lanjut," tukas Martin.

Arka berjalan menuju motornya dengan bantuan Martin. Setelah itu mereka melaju bersama menuju garis finish bersama dengan Farah.

◇◇◇

Kegelisahan Areva akhirnya terjawab, sebuah motor sport warna merah melaju melewati garis finish kemudian disusul motor sport warna kuning milik Martin.

Para penonton bersorak girang sambil menghampiri Arka dan Martin. Namun, Areva hanya diam sambil menatap kerumunan, ia sedikit merasa aneh karena keberadaan seorang gadis yang duduk di belakang Martin.

"Siapa tuh cewek?" tanya Arin sambil menyenggol lengan Areva.

Areva mengedikkan bahunya tidak tahu.

Arka menghampiri Areva dengan kepala yang masih tertutup helm, ia membuka kaca helmnya dan menatap gadisnya. "Nungguin, ya?" tanyanya dari balik helm.

Areva tersenyum, ia membuka helm Arka dengan perlahan. Begitu terbuka, senyumnya sirna seketika, matanya terbelalak dengan wajah khawatir. Areva menyentuh wajah Arka yang dihiasi luka lebam dan darah. "Ka--kamu kenapa?" tanyanya terbata.

Arka tersenyum kecil, tiba-tiba ia merasa tubuhnya sudah tidak sanggup untuk berdiri, ia terduduk dengan mata sayu. Pemandangan terakhir yang dilihatnya adalah wajah panik Areva, setelah itu semuanya gelap. Arka merasa sangat lemas seperti anggota tubuhnya telah terlepas dari tempatnya.

VOTE AND COMMENT!!!🤗

Note: buat yg udah pernah baca cerita ini. Mohon maaf yaa ,,, nanti ada banyak bagian yg berubah🙏😊

Salam pertemanan, Author💕

Secret of Cold Girl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang