Bab 7 : Pelajaran Pertama

27 6 2
                                    

Deus bergerak dengan leluasa diantara pepohonan, dibelakangnya ada Alseria mengikuti. Karena ia adalah seorang elf, terrain semacam ini tentu merupakan daerah bermainnya.

Namun kebalikan dari yang ada di pikiran Deus mengenainya. Alseria sangat kesusahan dalam mengejar jarak diantara keduanya.

Bukan karena dirinya masih belum sembuh ataupun tidak biasa berlari dalam hutan, namun karena kecepatan Deus ada di tingkat yang mengerikan. Ia nampak sangat terburu buru ketika mengingat sesuatu.

"Apapun itu, Tuan Deus terlihat sangat khawatir tadi. Aku harus mempercepat langkahku agar tidak menghambatnya."

Selang beberapa detik, Alseria bergerak menyusul Deus dengan kecepatan konstan. Namun karena dirinya terlalu banyak menambahkan sihir kedalam pijakannya, kehilangan fokus dan menabrak sebuah pohon adalah hasil.

"T-Tuan Deus, maaf!!"

Deus yang berada jauh dari pandangannya dalam satu detik telah berada didepan Alseria dan mengulurkan sebotol ramuan penyembuh.

"Itu 100 meter, dan dalam hitungan detik bagaimana bisa?" batin Alseria, hal ini membuatnya semakin kagum pada masternya.

Namun dalam pandangan Deus semuanya nampak berbeda.

"Menabrak pohon itu sungguh menyakitkan, ini sudah tengah hari dan apabila kita beristirahat maka kemungkinan toko di kota akan sedikit yang buka atau bahkan kehabisan stok. Sial, aku terlalu fokus untuk menjelaskan situasi dan beberapa informasiku kepada Alseria hingga melupakan tugas utamaku." batinku rasanya ingin berteriak hingga suaraku habis.

"SEMOGA RAMUAN PEWARNA MERAH MASIH ADA!!!"

Selama beberapa waktu ini aku terlalu asik berkutat dengan merealisasikan dunia dari balik bayanganku hingga melupakan kewajiban yang diberikan kakakku. Jantungku berdetak ketakutan mengingat hukuman apa yang pernah terjadi sebelumnya.

Aku melihat kearah Alseria dan ia masih terduduk sambil meminum ramuan penyembuh. Ahh, jika aku terus memperlambat lariku maka akan menyusahkan!!

"Alseria."

Aku harus cepat!!

Dengan sigap aku menggendongnya layaknya gendongan tuan putri. Alseria nampak terkejut namun aku tidak punya apapun lagi untuk kukatakan.

Maaf, kau boleh menamparku nanti tapi biarkan aku membeli ramuan itu terlebih dahulu.

Aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan kuat untuk memompa oksigen keseluruh tubuhku. Juga mengalirkan Odo secara sistematis di bagian kakiku tanpa lupa membuat perisai angin transparan didepan.

Untuk beberapa alasan aku memperkuat perisai Mana menjadi 3 lapis tebal.

"Alseria, pegangan yang kuat karena kita akan menjadi peluru balistik."

"B-Baik, Tuan!"

Arai merendahkan kuda kudanya bersamaan Alseria yang melingkarkan lengannya di lehernya. Bergerak dengan cepat selagi menghindari rintangan akan sulit dan menghamplbat, maka pilihan terbaik adalah dengan melaju lurus.

"Aku akan menjadi peluru yang menembus dunia." bagi Arai, ini bukanlah rapalan melainkan peningkatan imajinasi untuk mendapatkan konteks sihir dengan sempurna.

Nafas yang naik dan turun secara sistematis meningkatkan detak jantungnya secara bertahap. Hingga di taraf tertentu dengan satu hentakan Arai mulai berlari ke depan dengan menabrak segalanya.

Alseria merasa jantungnya juga berdetak kencang karena melihat wajah tuannya yang tampan tengah menatap fokus kedepan dengan keren.l

Sayangnya, tuannya terlalu fokus untuk berlari melaju kedepan sehingga tak memiliki waktu untuk memikirkan hal lainnya. Saking fokusnya jarak 20 kilometer ditempuh dalam kisaran waktu 10 menit hanya dengan berlari olehnya.  Karena baginya terlambat satu menit, merupakan kesalahan seumur hidupnya.

Deus Behind The ShadowWhere stories live. Discover now