Carra membuka matanya perlahan. Ia mengedarkan pandangannya, hal pertama yang ia lihat adalah photo dirinya di dinding. Sejenak Carra mengerutkan kening, ia perasaan tidak pernah memajang photo dikamarnya. Tapi tunggu, apa ini kamarnya?.
Carra mengucek matanya dan beralih duduk, ia kembali menelusuri kamar dengan warna khas laki-laki yaitu abu-abu hitam. Banyak sekali photo dirinya disini, dari mulai ia yang tengah menatap kamera ataupun yang diambil diam-diam.
Apa ini kamar Agam.
Carra baru ingat sesuatu, ia kemudian menyenderkan tubuhnya, kembali memutar otaknya mengenai kejadian tadi, dimana Gama dan Justin mengatakan kalau Agam sudah meninggal.
Cklek
Pintu kamar terbuka, menampilkan Glenca dengan wajah sembabnya mendekati Carra, bukanya Glenca di Amerika, untuk apa dia kembali pulang. Tunggu, ini tidak benar.
"Carramel.." panggilnya dengan lirih, ia mendekati Carra dan duduk dihadapan gadis ini. Glenca kembali menangis setelah ditelpon kemarin oleh Gama ia langsung saja terbang kembali ke Indonesia.
"Kak Glenca kenapa nangis, pasti mereka bilang kak-.." Ucapan Carra dipotong.
"Mereka gak bohong Carramel, A-agam emang udah gak ada, sekarang ayo kita kebawah, Agam mau dikubur."
Sakit. Sakit sekali mendengar suara lirih Glenca yang mengatakan hal itu, kenapa mereka berbohong kepada Carra, untuk apa, Carra sama sekali tidak percaya bahwa Agam udah gak ada.
"Agam gak mungkin meninggal, dia gak mungkin.." Carra menggeleng kuat, ia yakin Agam hanya membohonginya saja. Glenca menahan bahu Carra.
"Sadar Carr, Agam udah gak ada, mayat itu ditemukan disamping mobil Agam yang terbakar ditol, menurut lo itu siapa kalau bukan Agam."
Carra menggeleng. Demi tuhan dirinya tidak percaya Agam sudah gak ada, ini benar-benar seperti mimpi.
"B-bisa ajah itu orang lain kan." Carra tetap bersikukuh, ia menggeleng dengan cepat, Glenca juga tidak terima adiknya meninggal, tapi harus bagaimana.
"Terus siapa Carramel, siapa? gak mungkin kan penyebrang jalan, itu ditol." Glenca histeris mengatakan itu. Air mata yang ditahan Carra sedari tadi akhirnya luruh juga. Ia menangis, seorang Carramel menangis.
"Agam, gak mungkin, Agam.." lirih Carra yang langsung dipeluk oleh Glenca. Glenca memeluknya dengan erat, ia sakit, Carramel juga sakit, apalagi papahnya yang masih belum bisa menerima semua ini.
Hujan mengguyur pemakaman yang dilakukan keluarga Aldridge, photo yang menampilkan wajah seorang lelaki yang sangat tampan ini seolah memberitahu pemakaman siapa yang sedang dilakukan.
Keluarga Aldridge yang mendengar kematian Agam terkejut, semuanya merasa sedih dan kehilangan. Agam itu orangnya aktip dan ceria meski agak playboy dikit.
Agam adalah orang yang mampu mencairkan suasana yang membeku. Ia sangat menyenangkan dan menjengkelkan dalam waktu bersamaan.
Justin sudah menemukan Ariana dan Darrel, mereka kini disekap diruangan penyiksaan. Mereka tidak melaporkanya kepolisi, mereka lebih ingin mengurusinya sendiri.
Carra diam saat mereka membaca doa, setelah selesai semuanya perlahan mulai meninggalkan pemakaman ini. Carra masih terdiam, pikiranya entah kemana, ia tidak melihat kesekitar.
Justin menuntunya kembali, Carra tidak bicara, tidak menangis meraung-raung, hanya duduk jika diperintah dan mengangguk jika ditanya. Saat dijalan pun menuju rumahnya, Carra hanya duduk dengan menatap jalan raya, hujan memang lebat. Wajah Carra sangat lah datar, Justin bahkan tidak tau apa yang dipikirkan Carra.
Siapapun yang melihat Carra sekarang, mereka akan mengatakan Carra kekurangan darah akibat begitu pucatnya wajah Carra. Justin mematikan mesin mobil dan membuka pintu untuk Carra, ia menuntun Carra sampai kekamarnya. Menidurkan dan menyelimuti Carra. Saat ini Carra persis seperti boneka.
**
Justin menginap dirumah Carra, ia khawatir pada gadis itu. Saat pagi Justin membuka pintu kamar Carra, keadaan Carra masih sama seperti saat Justin tidurkan, Carra tidak menutup mata sama sekali, yang diyakini Justin bahwa Carra tidak tidur.
Ia mendudukan Carra, mengusap wajah gadis itu, ia melihat pergerakan bibir Carra yang terus menggumamkan nama... Agam.
Mata Carra kosong, meski Justin ada dihadapanya, Carra tidak melihat kearahnya. Justin menuntun Carra kekamar mandi kemudian menyuruh bi Lasti memandikanya. Setelah selesai Carra yang duduk didepan meja rias. Justin kembali masuk dan mengeringkan rambut Carra.
Gadis ini masih menatap kosong kedepanya, ia bahkan tidak bereaksi apa-apa saat rambut yang kusut Justin sisir.
Justin menidurkan kembali Carra, gadis ini sama sekali tidak membuka mulutnya saat Justin menyuapkan makanan. Justin memeluk Carra dari samping, ia menghirup dalam-dalam aroma rambut Carra.
Carra tidak menutup matanya, ia tidak dapat merasakan apa-apa sekarang, cairan bening yang sedari tadi Justin tahan tidak terbendung lagi. Melihat cintanya seperti mayat hidup begini membuat hati Justin tertohok. Menyakitkan, sesak rasanya lebih baik ia melihat kejutekan Carra dari pada seperti ini.
**
"Ampuunn..." itu teriakan Ariana saat sebuah pisau memotong jari-jarinya, kesakitan, Justin memandang Ariana dengan senyuman evilnya, disamping Ariana ada Darrel dengan wajah lebam dan berdarah.
Mereka sudah tau bahwa Darrel adalah dalang dibalik meninggalnya Agam, Darrel menyuruh orang untuk menabrak Agam ditol.
Srtttt
Jari-jari itu terpisah dari tubuhnya, cairan merah mengalir dari setiap jarinya, memekik kesakitan tidak membuatnya dikasihani.
Keadaan Ariana dan Darrel telanjang bulat, tangan yang diikat keatas menggunakan rantai, kaki yang diikat juga menggunakan rantai. Tangan kiri Ariana dibiarkan terkulai sehabis dipotong. Menangis. Cih, bahkan Justin tidak sempat merasa iba.
"Arrrhhh," kini giliran Darrel yang kepalanya kembali dipukul oleh batu besar, darah segar kembali mengucur setelah beberapa kali keluar.
Mereka menemukan kedua orang ini dirumah persembunyian Darrel, tolong jangan remehkan hacker Yufan, ia bisa dengan mudah mencari Ariana.
Jolex menendang tubuh Darrel, ia tahu tulang rusuk lelaki ini pasti ada yang patah terlihat dari kesakitanya cowok ini. Namun siapa yang peduli, kejahatan mereka tidak bisa dibiarkan begitu saja.
Raga dan Dewa yang berada disana sama sekali tidak membantu atau menahan Jolex maupun Justin, mereka berdua membenci Darrel walau pun dia sahabatnya. Darrel sudah membunuh Agam jadi pantas kalau mereka mendapatkan hal yang lebih buruk lagi.
Justin membiarkan mereka menyiksa kedua tawanannya itu, ia lebih mementingkan Carra yang hanya menatap kosong.
Justin sudah menghubungi Dokter untuk memberikan vitamin pada Carra, karna gadis ini sama sekali tidak membuka mulutnya.
Ia kini melihat Carra yang duduk dikursi balkon, posisi yang sama setelah 3 jam yang lalu Justin tinggalkan. Carra tidak bergeser sedikit pun.
Jangan lupa gumaman gadis ini yang terus begumam nama Agam.
**
Update selanjutnya besok
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ice Girls [END]
RomanceAgam Aldridge : Dia itu cantik, tapi nolak mulu, ucapannya selalu kasar, selalu menghindar. Carramel Skriver : Dia itu Ribet. Ditulis tanggal 21 Maret 2018 Selesai tanggal 20 Oktober 2019