4

48 9 0
                                    

RUANG aula mulai ramai akan siswa kelas tiga SMA Nusantara 1. Setahu Lail, mereka dikumpulkan di sana pagi itu untuk menjalani acara motivasi yang dipimpin seorang dekan universitas ternama.

Lail masuk dan menyapu pandangannya ke seluruh ruangan, seandainya ada orang yang dikenalnya. Matanya pertama mendarat pada Reno yang duduk di barisan kedua paling depan.

Ish. Nggak mau, ah, sebelah dia. Auto diusir, Lail melihat beberapa kursi kosong di samping Reno, tapi ia yakin cowok itu sedang menjaganya untuk teman-temannya yang lain.

Lail mencoba lagi, dan akhirnya, dia menemukan Audy dan Kyla di antara barisan kursi di belakang. Mereka melambai ke arahnya, dan menunjuk sebuah spot yang mereka simpankan untuknya. Nah, ini baru yang namanya teman sejati.

Lail duduk di antara Kyla di samping kirinya, dan Audy di samping kanannya. Mereka berdua tampak antusias akan sesuatu. Bukan hanya itu yang Lail perhatikan, tapi bahwa pandangan antusias itu tertuju padanya.

"Lo berdua kenapa, sih?" tanya Lail heran, akhirnya menyuarakan kebingungannya setelah memergoki keduanya melihat ke arah Lail, kemudian melihat ke satu sama lain, kemudian balik lagi ke arahnya, dan seterusnya berulang-ulang.

"Gimana rasanya, jadi chairmate Dewa?"

Hanya itu? Lail mengerjap-ngerjap, memproses sejenak pertanyaan yang dikeluarkan Kyla.

"Oh, hmm, ya. Dewa," Hal pertama yang Lail ingat adalah wajah tengil cowok itu. Membuatnya bergidik. "Sumpah, Kyl, temen lo itu nggak jelas banget. Dia semena-mena tingkahnya ke gue."

Audy dan Kyla tertawa mendengar jawaban Lail, yang kedengaran lebih seperti curahan hatinya yang terdalam.

"Itu bagus tandanya," kata Kyla setelah tawanya mereda. "Berarti dia mulai nyaman sama lo."

"Apanya yang bagus? Kemarin dia ngatain gue tumbuh ke samping," adu Lail lagi.

"Eh, jahat amat tuh anak," Kali ini Audy tertawa geli.

"Justru dia nggak bakal gitu, La, kalo dia nggak nyaman berada di dekat lo. Dia merasa bisa terbuka sama lo," jelas Kyla. "Dewa itu orangnya susah percaya sama orang lain. Kalau belum percaya, dia biasanya jaga sikap."

Oh, dan Dewa sama sekali tak menjaga sikap dengannya. Lail tahu betul itu.

🥀🥀🥀

Dua menit berlalu sejak bel berbunyi nyaring menandakan dimulainya jam istirahat pertama. Lail berniat keluar kelas untuk bergabung dengan teman-temannya di kantin, melihat Reno dan Ian sudah pergi sedaritadi, bersamaan dengan mayoritas penduduk kelas. Hanya ada dia dan beberapa siswa lain yang pada saat itu masih berada di ruang kelas.

Lail baru akan memutar gagang pintu, namun berhenti ketika teringat akan sesuatu. Lail memutar badannya untuk kembali ke tempat duduknya, mendapati wajah damai Dewa yang sedang tertidur di mejanya.

Lail menelusuri wajah milik Dewa. Dia seperti orang yang berbeda saat tertidur begini. Seperti bukan... Dewa. Seperti anak kucing yang terlelap, dan tak ada yang cukup tega untuk membangunkannya.

Lo imut juga kalo lagi tidur.

Lail hendak membangunkan Dewa untuk mengajaknya bergabung dengan teman-temannya, tapi melihat wajah tengil yang berubah tenteram itu membuatnya urung.

Eh, apa sih gue? Bangunin ya tinggal bangunin, La.

Dengan gerakan hati-hati, Lail menyentuh pipi Dewa. Uh, oke. Entah apa yang sedang merasukinya, karena dia sedikit lega sentuhannya tak membangunkan cowok itu.

Cintaku Hilang (Rewriting)Where stories live. Discover now