🌙un

419 32 20
                                    

première partie ¶

Pertama kali saat dirinya bisa berenang, dia akan dengan senang hati mengajak orang lain berlomba. Orang yang paling cepat sampai ke tepian, adalah dia yang menang. Kemudian tepat setelah itu, sebatang cokelat menjadi camilan saat menjelang malam.

Bibirnya tersungging amat lebar, matanya menyipit sempurna, dengan pahatan rahang yang tegas, nyatanya gelap tidak bisa menyembunyikan ketampanannya. Gerak-geriknya sangat mencurigakan hingga membuat orang lain waspada, padahal yang ingin dia lakukan hanya mengambil air di lemari pendingin. Tapi entah mengapa, dia mengendap-endap di rumahnya sendiri.

Tentu saja, ini sudah malam dan semuanya akan bangun jika dia membuat keributan.

“Ahhh~” Itulah desah lega yang lolos dari bibirnya saat air merangsek masuk, membasahi kerongkongannya. “Benar-benar nikmat yang hakiki meminum air dingin di tengah malam begini,” lanjutnya.

Kemudian dia memasukkan kembali botol air itu dan membalikkan badan setelah merasa cukup mengisi gelas hingga penuh. Tapi tidak lama setelah itu, suara benda padat yang saling menghantam, memekakan telinga orang yang ada di sana.

“Abang!” pekiknya tertahan saat melihat seorang laki-laki dengan piyama tidur berwarna hitam garis putih itu berdiri dengan tampang tak berdosanya dan sesekali menguap begitu saja. ”Abang ini mengagetkanku saja!”

Yang dipanggil ‘Abang’ hanya mengedikkan bahunya acuh dan melewati dirinya tanpa banyak kata.

“Abang kira tadi maling.”

Dirinya mendengus. “Tidak ada maling tampan sepertiku,” katanya.

“Glen, tidak ada yang bilang kamu tampan.”

Glen hanya berdesis tertahan saat melihat Abangnya itu berbicara dengan mata terpejam. Padahal tangannya sudah memegang botol air hendak menuangkannya pada gelas. Cepat-cepat Glen mengambil alih botol itu setelah menggeplak kepala Abangnya dengan sangat tidak sopan.

“Jangan protes!” Glen menyela sebelum Abangnya sempat berbicara. “Minum saja, lalu kembali tidur, Abang.” Kemudian dia menyodorkan segelas berisi air dingin ke arah Abangnya.

Glen Rivaldi, anak bungsu dari dua bersaudara. Fisiknya sudah tidak bisa lagi digambarkan dengan banyak kata-kata. Tampan. Atletis. Mempesona. Hanya itu saja dan semuanya sudah termasuk pada tangan ajaib Tuhan yang menciptakan manusia sempurna seperti dirinya. Glen menempuh pendidikannya di salah satu Universitas ternama yang ada di Surabaya. Sembari kuliah, hal lain yang biasa Glen lakukan adalah memotret. Glen sangat senang memotret apa saja yang ada di sekitarnya. Glen menyukai apa saja tentang panorama. Umurnya yang akan menginjak dua puluh satu tahun, membuat Glen tidak ingin membuang banyak waktu. Glen selalu ingin tahu. Meski begitu, sikap kekanakannya saat di rumah tidak juga hilang.

Sedangkan Paris Alfonso adalah seorang kakak yang dua tahun lebih tua darinya. Paris sudah bekerja di salah satu stasiun TV yang ada di Jakarta sebagai seorang jurnalis. Kemarin Paris pulang karena mengambil cuti untuk beberapa hari ke depan. Paris juga tidak kalah jauh tampannya dengan Glen. Matanya yang cekung dengan bibir merah muda alami membuatnya terlihat tampan sejak lahir. Berbeda dengan Glen, Paris menggunakan kacamata karena penglihatannya sudah mulai terganggu sejak tahun terakhir dirinya kuliah. Pun begitu, tidak mengurangi kadar ketampanan seorang Paris sedikit saja.

Setelah sedikit berdebat mengenai siapa yang membersihkan pecahan kaca, akhirnya Glen mengalah. Melihat Paris yang sepertinya mengantuk sekali, akhirnya Glen berlapang dada membersihkan kekacauan ini sendiri dan membiarkan Paris kembali ke kamar.

Us √ [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now