Brian bukan tipe cowok yang akan marah dan berakhir mendiami atau bahkan menghindari masalah. Tidak. Dia lebih ingin menyelesaikan semua masalah dengan cepat.Tapi jika bisa jujur, kali ini Brian merasa berat untuk menyelesaikan masalah yang ada. Atau lebih tepatnya mengakhiri apa yang ada.
Cukup sudah tiga hari ia menghindari Archiera. Mneolak untuk bicara bahkan untuk bertemu. Memang ia sengaja melakukannya, karena apa? Karena sebenarnya ia ragu. Juga ia takut. Prinsip yang ia tekankan sejak dulu tak berlaku sekarang.
Malam ini Brian mengajak Archiera bertemu di sebuah studio. Kebetulan hanya Brian sendiri disana dan semua orang sedang berhalangan untuk hadir.
"Ian?" Suara halus Archiera terdengar membuat Brian mengalihkan atensinya dari sebuah komputer berisikan seperti lagu demo untuk debut mereka nanti. "Boleh masuk?"
"Sure. Duduk di sofa aja ya." Suruh Brian dan Archiera mengikuti perkataanya.
Archiera merasa lega ketika Brian mengirimkan pesan agar mereka bisa bertemu dan membicarakan permasalahan yang ada. Setelah Brian menghindarinya beberapa hari kemarin.
"Maaf cuma kasih ini." Ujar Brian sambil memberi satu kotak teh sosro.
"It's okay."
Brian mendudukan dirinya di sebelah Archiera. Tiba-tiba suasana diantara mereka menjadi awkward dan dingin. Mereka seperti dua orang asing yanh dipersatukam di sebuah ruangan.
"Ci." Panggil Brian dengan tangan yang masih mengenggam minumannya.
"Iya?"
Suara lembut Archiera membuat hati Brian semakin tak berani mengatakan apa yang akan ia katakan.
"I think us, you and me. It's getting enough."
"Maksud kamu?"
"Kita selesai."
Archiera terdiam. Matanya menatap Brian lekat yang sekarang seperti tidak berani untuk melempar atensinya terhadap Archiera.
"Fokus gue terpecah belah. Satu sisi gue memikirkan yang berhubungan dengan lo, dan satu sisi gue harus mengejar mimpi gue."
Archiera sudah tau kemana arah pembicaraan Brian. Ia hanya bisa menahannya.
"Fokus gue sekarang bukan lo lagi. Tapi cita-cita gue. And I think we should break up."
"Untuk masalah kemarin—"
"Gak usah dijelasin lagi, Ci. Gue gak mau membahas itu. Karena gue yakin cuma bisa bikin kita berdua sakit hati. Atau cuma gue doang?"
"Ian, gak gitu.."
"Gapapa Ci. Gue gak mau bahas. Jadi sudah jelas kan apa yang gue omongin tadi?" Tanya Brian memastikan.
Dengan lemas, Archiera mengangguk menandakan ia mengerti apa yang Brian bicarakan tadi. Kepalanya tertunduk dan tangannya terkepal menahan rasa sakit yang kini menderunya.
Sofa sebelahnya merungsek kebawah menandakan ada beban baru yang mendudukinya. Tak berapa lama kemudian Brian membawa Archiera ke dalam pelukannya.
"Makasih." Ujar Brian dan membuat Archiera membalas pelukan Brian. Dengan erat.
"Maaf." Ujar Archiera.
Brian melepaskan pelukan mereka dan kini mengecup kening Archiera.
"Go ahead with your life. And I will do the same." Ujar Brian sambil menatap mata Archiera yang kini sedang menahan tangis.
"Take care of yourself, Cici."
•
Hari itu berjalan dengan pilu. Tidak hanya bagi Archiera tetapi juga bagi Brian yang seperti kalian tahu bahwa dia yang memutuskan untuk mengakhiri semuanya. Archiera pulang dari Studio dengan air mata yang ia tahan dan begitu juga Brian yang hanya menunduk mentap lantai dengan tangan yang menjambak rambutnya sendiri.
Menurut Brian, ini keputusan yang benar. Dimana ia mengejar mimpinya terlebih dahulu dan mengebelakangkan persoalan cinta yang kadang diluar nalar.
Brian juga sempat mengatakan bahwa mereka akan selalu menjadi teman. Brian tidak mau terlihat seperti cowok brengsek yang memanfaatkan Archiera demi bandnya bisa debut. Tidak. Maka dari itu ia meminta Archiera agar mereka tetap berteman. Lalu apa jawaban dari Archiera? Tentu menyetujuinya. Mana mungkin seorang Archiera bertindak jahat terhadap orang lain?
"Terus udah gitu?" Suara Jae terdengar ketika ia mengetahui apa yang Brian lakukan.
"Ya mau gimana lagi?"
"Lo bego sih. Se-bego itu. Tau gak?"
"Jae, gue mau fokus dengan band kita dulu."
"Bukan. Lo gak mencoba denger alesan Archiera tuh apa. Itu salah. Salah banget. Lo gak bisa egois dengan berlagak sok bijak dan bilang kalau lo doang yang ngerasain sakit."
Jae mengatakannya dengan rasa kesal. Ia tak habis pikir dengan apa yang baru saja Brian ceritakan bagaimana ia memutuskan hubungannya dengan Archiera.
"Gue juga gak brengsek. Setelah semua yang terjadi gue minta untuk kita tetep bertemen."
Untuk kesekian kalinya Jae hanya bisa menghela napasnya dan mengeluarkannya secara kasar.
"Ye ye. Terserah lo. Berarti lo udah oke nih kalau Archiera sama cowok lain?"
"Silahkan. Gue hanya temennya sekarang. Bukan orang yang bakal ngelarang dia buat dekat sama cowok lain."
•
"MANA TUH BRIAN BRENGSEK!"
Suara umpatan Joy kini terdengar yang membuat Archiera satu sisi merasa lega karena sudah menceritakan apa yang terjadi terhadap Joy dan satu sisi ia juga menyesal karena pasti ia tahu Joy akan bereaksi lebih.
"Lo tuh mau aja diginiin coba?! Berasa lo yang emang bersalah banget. Padahal aslinya tuh lo mau bantu dia!"
"Ya udah lah. Kalau Ian gak mau denger juga gapapa. Yang penting dia bisa lanjutin kejar cita-citanya. Terus.. kita juga masih jadi temen."
Joy cuma busa memutar matanya jengah. Mempunyai teman seperti Archiera yang terlalu polos membuat Joy kadang harus megelus dadanya sendirian untuk sabar.
Tadi, selama satu jam Archiera hanya bisa menangis hal yang ada sampai sesegukan. Tentu Joy berada disampingnya. Menguatinya dan mengatakan bahwa ini bukan salahnya. Untungnya, tangisan itu berlanjut sampai sekarang. Kalau tidak, mungkin wajah Archiera sudah sebengkak wajah babon.
"Chier, baru balik?"
Sebuah suara membuat Archiera berbalik dan mendapati seorang cowok di belakangnya ketika ia sedang mencoba untuk membuka pintu apartmentnya.
"Eh.. iya. Kamu juga?"
"Iyaa. Udah makan?"
Pertanyaan cowok tersebut hanya membuat Archiera terkekeh. Ia baru ingat bahwa hari ini belum menyentuh makanan sama sekali. Tangannya menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal.
"Nih, gue beliin Mcd. Dimakan, ya." Ujar cowok tersebut yang membuat Archiera tersenyum sambil mengucapkan terima kasih. "Sama.."
"Sama apa?"
"I can't help to say this but, Chier, please don't cry to much. Cause if you do, I haven't dare to wipe your tears."
N.n ;Jangan tanya kenapa bisa begini. Tak tau aku pun.